|
Judul
Buku : Sherlock
Holmes: Anjing Iblis dari Baskerville
Penulis/Penerjemah : Sir
Arthur Conan Doyle/Dion Yulianto
Tebal : 264
halaman
Penerbit/cetakan : Laksana/Cetakan pertama, Oktober
2014
ISBN : 978-602-255-659-6
Ketika Divapress
menyodorkan novel Sherlock Holmes pada saya untuk diresensi, saya curiga….
Jangan-jangan Divapress tahu bahwa sebenarnya…
Hasil capture dari serial Sherlock Holmes (lupa season berapa, episode berapa). |
Ini semua memang gara-gara
si Benedict Cumberbatch, dengan mata biru, rambut kriwil, postur tinggi-kurus,
dan suara bass-nya yang—ehem—sangat “Sherlock”. Begitu menerima buku ini—bak fans Korean idol yang bisa menatap mata
idolanya secara langsung—saya senang bukan main! Tapi, meskipun saya
“Sherlocked”, ini adalah pertama kalinya saya membaca bukunya. Hehehe.
Legenda Anjing Iblis
Cerita
bermula dengan munculnya sebuah tongkat jalan di ruang tamu Sherlock, yang
ditinggalkan secara tidak sengaja oleh pemiliknya. Pemiliknya ini ternyata
adalah seorang dokter pedesaan, dr. Mortimer, yang menawarkan kasus kematian
Sir Charles Baskerville di Devonshire, untuk diselidiki. Kasus kematian itu
diwarnai nuansa supranatural, yang berkaitan dengan legenda anjing iblis.
Legenda
itu sendiri telah diceritakan secara turun-temurun di keluarga Baskerville
sejak tahun 1742. Legenda dimulai dengan leluhur Baskerville, Hugo Baskerville,
pria yang kasar, bejat, dan tidak beragama. Ia menculik paksa seorang wanita
yang ia cintai, yang kemudian berhasil melarikan diri melewati padang. Ketika
sedang berlari, wanita itu dikejar segerombolan anjing pemburu, dan akhirnya
tewas, mungkin karena kelelahan. Hugo, yang tengah mengejarnya, juga tewas,
karena lehernya dirobek oleh salah satu anjing pemburu hitam berukuran raksasa.
Sejak saat itu, legenda anjing iblis menghantui keluarga Baskerville.
Sherlock,
yang selalu berpikir logis, tertarik akan kasus itu. Ia yakin, hal berbau supranatural
itu sebenarnya bisa diuraikan secara logika. Dr. Mortimer, yang menjadi dokter
di kawasan Devonshire, telah mengenal Sir Charles Baskerville dengan baik.
Setelah kematian beliau, ia menyelidiki peristiwa kematian mendadak itu, dan
menemukan jejak kaki anjing raksasa di dekat tempat tubuh Sir Charles
tergeletak.
Masalah
menjadi makin pelik, lantaran sang pewaris Baskerville Hall, Sir Henry
Baskerville, akan tiba di London, dan dr. Mortimer bingung bagaimana cara
menjelaskan perihal kematian Sir Charles, berkaitan dengan legenda anjing
iblis. Jika hendak membangun kembali pekerjaan Sir Charles, Sir Henry harus
tinggal di Baskerville Hall, sementara setiap Baskerville yang mendiami rumah
besar itu selalu meninggal dengan tragis. Dengan kata lain, nyawa Sir Henry
terancam juga.
Ketika
sedang menginap di sebuah hotel di London, ada peristiwa aneh yang terjadi pada
Sir Henry. Sherlock yang curiga, membuntuti Sir Henry dan dr. Mortimer ketika
mereka berjalan kembali ke hotel. Benarlah dugaan Sherlock, ada orang lain yang
membuntuti mereka. Akhirnya, Sherlock menyuruh Watson menemani Sir Henry pergi
ke Devonshire, dan tinggal di rumah besar itu, sementara ia sendiri melakukan
pekerjaan di London, sebelum menyusul ke sana.
Petualangan
Watson di Devonshire, di padang Dartmoor yang dihantui anjing iblis pun
dimulai. Di situlah, sebenarnya ia juga sedang diawasi oleh seseorang... Dan
anjing iblis itu..., apakah benar-benar ada?
Seandainya Tidak Ada Typo...
Berbeda
dengan seri detektif karangan Agatha Christie yang bertempo pelan, klimaks
terdapat di bagian nyaris akhir, seri Sherlock Holmes memang terbilang bertempo
“lari”, dan terkadang gaya pemecahan kasusnya terkesan agak tidak masuk akal.
Hmm, maksud saya, seolah Sherlock melakukan “sim-salabim” dan bum, kasus terpecahkan. Beda juga dengan
seri Cormoran Strike karangan Robert Galbraith (saya baru baca seri pertama,
dan ternyata sudah muncul yang kedua, arrrrghh!!!), yang pengusutan kasus dan
pencarian bukti-buktinya diceritakan dengan tempo yang cukup pelan dan detail.
Mungkin juga, faktor sudut pandang penceritaan turut berpegaruh. Novel Sherlock
Holmes ditulis dengan sudut penceritaan orang pertama dr. Watson, sehingga apa
yang sebenarnya ada di kepala Sherlock tidak dapat diketahui dengan jelas.
Apalagi diperparah oleh kecenderungan Sherlock yang “tidak mau mengatakan apa rencananya kepada orang lain sampai seluruh
rencana itu terwujud. Kecenderungan ini sebagian mungkin karena sifat aslinya
yang ingin selalu di atas angin, ingin selalu mendominasi, dan juga ingin
mengejutkan orang-orang di sekitarnya.” (halaman 231).
Kebetulan,
kisah anjing iblis Baskerville ini sudah saya tonton serialnya (meski sudah
lama dan saya agak lupa), sehingga saya bisa membayangkan kejadian demi
kejadian. Tapi sayangnya, kisah yang digadang-gadang “menyeramkan” ini tidak semenyeramkan seharusnya. Saya juga tidak merasakan ketegangan yang saya
harapkan. Apakah faktor penerjemahan turut berperan? Mungkin, sedikit.
Klimaksnya terbilang cukup cepat, ada di bab 14 (keseluruhan ada 15 bab).
Penjelasan dari teka-teki pemecahan kasus oleh Sherlock Holmes ada di bab
terakhir.
Keasyikan
membaca kisah detektif ini agak rusak lantaran ketidaknyamanan yang tercipta
akibat banyaknya kesalahan penulisan dan ketidaktepatan penggunaan kata. Kesalahan
penulisan ini terlampau banyak untuk disebutkan satu-persatu. Beberapa
contohnya, sering sekali penerjemah menggunakan kata “menggerikan” (halaman 111, 253),
padahal seharusnya “mengerikan”,
bukan? Di halaman 111 juga tertulis kata “terisolir”, yang menurut KBBI
seharusnya “terisolasi”. Selain itu,
“bangsawan musa”
(halaman 127), seharusnya “bangsawan muda”. Kemudian,
“...karena tidak ada gunakan melibatkan
semakin banyak orang...” (halaman 169), seharusnya “tidak ada gunanya”.
Berikutnya, tentang
serangga kesukaan Stapleton, “siklopedia” (halaman 114) atau “siklopida”
(halaman 116)? Saya mencari-cari
di internet tentang genus serangga apa ini, saya tidak menemukan apapun. Saya
mencoba mencari dengan kata kunci dalam versi bahasa Inggris, menjajal “cyclopede”, tapi yang muncul tetek-bengek berbau sepeda. Lantas, saya tambah dengan embel-embel "insect" di belakangnya.
Kemudian, mengikuti saran
Google, saya mengubah kata kunci menjadi “cyclops
insect”, dan yang muncul adalah sejenis crustacea,
sekeluarga dengan lobster, kepiting, dan udang. Hewan ini invertebrata dengan
cangkang yang keras, dan hidup di air[1].
Jadi, bukan hewan ini yang dimaksud, meski ia satu filum dengan serangga (filum
Arthropoda), tapi termasuk subfilum crustacea,
sementara kelas insecta masuk ke
dalam subfilum hexapoda. Nah, saya
menjadi sangat bingung, sebenarnya ini serangga apa. Mungkin ada yang bisa
membantu?
Selanjutnya, ada beberapa
kalimat yang terasa kurang pas. Misalnya:
Tertulis
|
Oleh (halaman)
|
Seharusnya
|
“Sama sekali tidak terlintas di pikiran saya bahwa
tempat ini akan begitu membosankan setidaknya Anda,
tapi bagaimana dengan adik Anda?”
|
Watson (halaman 118)
|
“....akan begitu membosankan, setidaknya untuk Anda...”
|
“...baru sekarang aku tahu bahwa tidak hanya memperalatku.”
|
Nyonya Stapleton (halaman 243)
|
“...baru sekarang aku tahu bahwa dia hanya memperalatku.”
|
“Menarik sekali kalau saja saya seorang penumpul cerita rakyat.”
|
Sherlock Holmes
(halaman 27)
|
(Saya masih belum tahu, maksud “penumpul”
di sini apa.)
|
Terakhir, mungkin ini
adalah akibat kelelahan sang editor, sehingga terjadi inkonsistensi berikut. Selama 127 halaman, Watson selalu memakai kata ganti
“aku”, tapi tiba-tiba berubah menjadi “saya” di halaman 127,
dan setelah itu, kembali
menjadi “aku”.
Secara keseluruhan,
petualangan Sherlock Holmes dan dr. Watson ini cukup seru diikuti, apalagi
sembari membayangkan sosok mereka seperti tergambar di serialnya. Hihihi. Oh,
ya, jika tertarik mengetahui kisah yang menginspirasi Sir Arthur Conan Doyle
menuliskan buku ini, kalian bisa membaca artikel tahun 2012 ini, dengan judul “Powys hotel’s Sherlock Holmes Hound of theBaskervilles link”.
0 komentar:
Post a Comment
Your comment is so valuable for this blog ^^