29 December 2014

Resensi "Haseki Sultan"


Buku                              : Haseki Sultan
Penulis                            : Zhaenal Fanani
Editor                             : Addin Negara
Tebal                              : 480 halaman
Penerbit/cetakan            : Divapress/Cetakan I, Oktober 2014
ISBN                              : 978-602-296-036-2
Harga                              : Rp 58.000,00
Rating                             : 

“Keajaibannya adalah bahwa tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi pada seseorang. Orang biasa menyebutnya sebagai misteri kehidupan. Di dalam misteri itulah letak keajaiban.” – Ayah Alexa (hal. 11)
Ya, mungkin memang keajaibanlah yang mengutus antek-anteknya untuk mendalangi penculikan Alexa ketika berumur 19 tahun, dua tahun setelah kematian ayahnya. Alexa yang selama dua tahun ini tinggal dalam rumah sendirian di kota kelahirannya, Rohatyn, akhirnya merasakan benar bahwa tinggal di asrama biarawati—seperti yang dulu disarankan ayahnya, tapi ia tolak mentah-mentah—akan lebih aman. Di masa itu, sering terjadi penculikan perempuan yang dilakukan bekas prajurit Tatar Crimea, untuk kemudian dijual ke pasar budak.
“Esok hari, kita akan melakukan perjalanan.”“Ke mana?”“Sebuah tempat yang akan membuat hidupmu berubah.” (hal. 60)
Mungkin juga keajaiban, yang menciptakan pengecualian atas nasib Alexa selanjutnya. Atau kecantikannya yang tiada tara? Ia memang dibawa ke pasar budak di kota Kaffa, tapi bukannya dijual, ia diserahkan kepada utusan kerajaan Ottoman untuk dibawa ke Istana Topkapi di Istanbul. Samiye, kasim yang memeriksa keperawanannya sebelum dibawa ke Istanbul, menjelaskan banyak hal kepadanya, seputar harem. Bahwa nanti ia akan menjadi gedikli terlebih dulu, menanti giliran untuk melayani Sultan Sulayman (jika ia beruntung, karena istana harem dihuni banyak sekali gedikli). Alexa, yang mengaku pada Samiye bahwa namanya Roxelana, mendadak bersemangat. Ia akan pergi ke sebuah tempat yang akan mengubah hidupnya. Gadis yang dengan penuh percaya diri berambisi menjadi Cleopatra itu akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mungkin dapat menjadi seperti Cleopatra sungguhan. Namun, ada yang belum ia mengerti: persaingan di dalam istana harem dan istana Topkapi sendiri ternyata tidak sesederhana bayangannya.
Rute Rohatyn - Kaffa.

Rute Rohatyn - Istanbul.
***


Harem, Topkapi, Ottoman, haseki sultan. Istilah-istilah yang asing bagi kacamata saya yang minus lima, tapi masih awam akan sejarah kekaisaran Ottoman di Turki. Novel ini berlatarkan akhir abad 15 sampai awal abad 16, di Istana Ottoman, Istanbul, pada zaman pemerintahan Sultan Sulayman. Pada tahun 1520, ia naik tahta, dan selanjutnya menjadi salah satu sultan Ottoman paling berpengaruh, yang berhasil menaklukkan banyak negara Eropa saat itu. Meski kisah sukses sang sultan ini cukup menarik, tapi inti cerita novel ini bukanlah itu, melainkan tentang keteguhan hati dan keberanian seorang gedikli[1] hingga ia menjadi selir favorit Sultan, hingga akhirnya ia berhasil menjadi Haseki Sultan.[2]
Istana Harem.
Di awal novel, penulis mengisahkan sedikit momen kehidupan Alexa ketika ia masih berumur 10 tahun, tentang pembangkangannya terhadap ayahnya. Ayahnya, seorang pendeta gereja Ortodoks, ingin agar putrinya menjadi seorang gadis yang taat beribadah. Namun, tanpa sepengetahuannya (yang akhirnya ketahuan juga), Alexa suka menyelinap keluar gereja saat kebaktian berlangsung. Tak hanya itu. Ia juga menolak dengan keras ketika ayahnya menyarankan agar ia masuk asrama biarawati kelak, karena hidup di asrama lebih aman.[3] Tapi, Alexa berkeras ingin menjadi Cleopatra. Suatu cita-cita yang sangat imajinatif, bukan? Dari sinilah penulis menekankan sifat keteguhan hati Alexa yang penuh ambisi dan berani.

Hanya beberapa halaman yang digunakan penulis untuk mengisahkan kebersamaannya bersama sang ayah. Meski begitu, dialog-dialog yang terjadi antara ayah-anak itu sangat mendalam; seputar kehidupan.

“Satu-satunya hal yang tidak boleh kau lakukan adalah menentang hukum Tuhan, melawan harmonisasi ciptaan-Nya. Karena kau pasti kalah.” (hal. 11)
Setelah kematian sang ayah, penulis menghadirkan tokoh-tokoh baru. Kiral Berk, sang kizlar agha (pemimpin kasim kulit hitam) muncul, mulai dari saat ia masih anak-anak dan dikebiri, hingga ia menemukan pekerjaan menjadi kasim istana.[4] Ia adalah tokoh yang juga berambisi menggapai kehidupan yang lebih baik. Motivasinya terangkat setelah membaca biografi para kasim terkenal dalam sejarah. Namun ternyata ia tidak terkebiri dengan sempurna. Kelebihan (atau kekurangan?) ini membawanya ke dalam masalah hubungan gelap dengan Mahidevran, sang haseki sultan, dan juga dengan Sovia, salah seorang gedikli.

Muncul pula tokoh rival, yaitu Ugur Yildrim, sang kapi agha (pemimpin kasim kulit putih), yang memegang kartu mati Kiral Berk. Sejak awal, si Ugur ini memang sudah terlihat sebagai tokoh antagonis yang licik dan penuh dengki. Kiral Berk, di awal saya kira dia tokoh protagonis, salah satu jagoan penulis (karena ia muncul relatif lebih awal dan diceritakan masa lalunya juga). Tapi, dengan lihainya, penulis membelokkannya menjadi tokoh antagonis begitu Roxela menjadi selir favorit Sultan. Dengan begitu, kepribadian tokoh-tokohnya bertumbuh, berbelok, seiring jalannya cerita. Hal ini menjadikan para tokoh memiliki wujud 3-dimensi yang benar-benar terasa hidup.

Meskipun begitu, saya merasa kurang akrab dengan tokoh Sultan. Mungkin karena memang di istana tersebut Sultan adalah sosok yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan? Yang mengganjal di akal sehat saya adalah, sikap Sultan terkait Roxela sangat kekanakan. Dalam satu malam, ia langsung jatuh cinta pada gadis itu, langsung memberinya tempat tinggal dan hak istimewa. Padahal, sebelumnya hanya Mahidevranlah wanita yang ia cintai. Selanjutnya, Sultan makin terobsesi akan Roxela, hingga mengabaikan tugas kenegaraannya. Tidaklah heran, penasihat pribadi sekaligus sahabatnya, Ibrahim Pasha, menjadi khawatir. Sikap Sultan ini sungguh berkebalikan dengan keyakinannya, bahwa cintanya terhadap Roxela ini adalah “cinta agung yang tumbuh karena kedewasaan berpikir” (hal. 285).
“Sulayman tidak mengerti, mengapa Roxela berbeda dengan para wanita yang pernah hadir menemani malamnya. Roxela seperti punya kesanggupan mengeluarkan dirinya dari ruang kegelapan, lalu memerdekakan ilusi-ilusinya.” (hal.286)
Selanjutnya, setelah Roxela menjadi selir istimewa, alur cerita agak tertebak. Para wanita lain, terutama Mahidevran, dan Aysel Zge[5] dibakar api cemburu, dan berusaha melakukan segala hal untuk menghalangi Roxela naik ke kedudukan yang lebih tinggi, sebelum Roxela hamil.[6] Rencana licik keduanya melibatkan Kiral Berk, Ugur Yildrim, bahkan sampai Ibrahim Pasha. Pada akhirnya, mereka saling mengkhianati, dan pembunuhan demi pembunuhan tak terhindarkan.

Alur cerita yang dibangun penulis bergerak maju secara runtut dan rapi, dengan beberapa flashback yang diselipkan tanpa kentara. Bagi beberapa pembaca, mungkin setting waktu ketika flashback ini agak membingungkan. Apalagi penulis memang tidak menggunakan keterangan tahun yang memadai. Novel ini memang tebal, tapi diimbangi dengan suasana menegangkan yang berhasil dibangun penulis sejak awal cerita. Suasana mencekam penuh teka-teki yang dikemas dalam bab-bab yang pendek, dengan akhir bab menggantung tepat di titik paling bikin penasaran[7], berhasil membuat saya terus membaca hingga akhir. Meski begitu, kekentalan hawa iri hati, balas dendam, pengkhianatan, yang bergolak terus tanpa henti dan tumpang tindih, membuat saya muak, hingga memacu munculnya rasa bosan. Untunglah, beberapa teka-teki yang belum terjawab membuat saya terus bertahan hingga tamat.

Sayangnya, penulis tidak mendeskripsikan fisik para tokoh dengan baik, sehingga menimbulkan kebingungan tersendiri. Bahkan untuk para tokoh laki-laki, saya teramat buta akan gambaran fisiknya. Padahal, karakter 3-dimensi para tokoh sudah terbangun dengan baik, hanya saja tanpa muka! Seperti apa, sih, cantiknya si Roxela ini? Ia dikatakan “paling cantik” di antara semua wanita di Istana Harem, bahkan lebih cantik daripada Mahidevran. Tapi, gambaran “cantik”-nya ini paling banter saya dapatkan dari halaman 9.
“Rambutnya tebal berkilat. Sepasang matanya hitam kebiruan, seperti batu oniks bertahta zamrud. Warna kulitnya keperakan serupa kabut. Sosoknya lebih tinggi dari teman-teman sebayanya.”
Jelas, itu kurang memadai. Malah, saya mendapatkan referensi lukisan sosok Roxelana dari situs Wikipedia.[8] Atau, foto di sampul novel ini mungkin juga bisa menggambarkan sosok Roxela.

Selain itu, untuk novel sejarah yang penuh istilah spesifik macam ini, tentunya tak jarang dibutuhkan footnote. Sayangnya, catatan kaki yang disajikan penulis tidak memberikan pencerahan (kalau begitu, mending nggak usah ada aja >.<). Misalnya, di halaman 8 terdapat catatan kaki untuk kata “Ukraina”, yaitu hanya tertulis “Cremia”. Itu, hanya nama lain Ukraina, ya? Padahal saya berharap di catatan kaki akan tertulis bahwa Ukraina ini dulu terletak di mana, hubungannya dengan Istana Ottoman apa....

Terlepas dari itu semua, novel ini memberikan pengetahuan baru seputar sejarah aktual (mungkin saya tidak akan pernah tahu tentang Ottoman jika tidak membaca novel ini). Nilai-nilai moral juga tak luput diangkat penulis, seperti selalu optimis dan berusaha keras menggapai cita-cita (meski cita-citamu teramat absurd, menjadi Cleopatra, misalnya). Selain itu juga jangan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.

Isu mengenai ketidaksetaraan jender sangat lekat dengan fenomena Istana Harem. Di masa itu, perempuan seolah hanya dimanfaatkan sebagai rahim tempat bertumbuhnya calon-calon putera mahkota. Di harem, jika tidak mendapat giliran dipanggil Sultan, maka para perempuan ini akan  menjadi gedikli selamanya, alias membusuk di harem. Anehnya, para gadis di masa itu rela mempersembahkan keperawanannya kepada Sultan (yang belum tentu terjadi). Mereka beranggapan bahwa dengan menjadi gedikli, terbukalah kesempatan untuk mengubah hidup. Memang tidak salah, sih, tapi kemungkinan itu kecil sekali. Nyatalah bahwa di masa itu, perempuan berada di bawah laki-laki. Tapi, penulis memunculkan paradoks. Di sisi lain, sosok wanita kuat seperti Roxela, malah ditakuti para lelaki (pejabat kerajaan) karena dianggap dapat memengaruhi jalannya pemerintahan.

Saya kagum akan kepiawaian penulis (yang pastinya sudah berpengalaman, terbukti sudah banyak novel sejarah yang beliau tulis) merangkai fakta-fakta sejarah menjadi sebuah kisah nan dramatis! Jika dulu guru Sejarah saya mengajar menggunakan sarana novel seperti ini,  pasti saya nggak akan pernah tidur di kelas. Hihihi. Novel ini bagus untuk pembaca yang ingin membaca novel berbobot sekaligus belajar sejarah. Selamat membaca dan tenggelam dalam pesona Roxela ^^.





[1] Para gadis penghuni Istana Harem yang berada di daftar tunggu untuk dipanggil melayani Sultan.
[2] Istri sah Sultan.
[3] Pada waktu itu, keadaan kota tidak aman. Banyak terjadi penculikan perempuan, untuk kemudian dijual sebagai budak.
[4] Para kasim haruslah laki-laki terkebiri. “Para kasim ialah pribadi unik, dianggap rendah namun sangat dipercaya oleh penguasa sebuah dinasti.” (hal. 36)
[5] Selir favorit Sultan sebelum Roxela muncul.
[6] Seorang putera adalah senjata bagi para selir untuk mendapatkan hak istimewa, termasuk menjadi Haseki Sultan, ibu dari putera mahkota. Bisa dibilang, segala sesuatu akan dilakukan oleh selir agar hamil, bisa juga sampai berhubungan secara rahasia dengan lelaki lain.
[7] Kalau kalian pernah baca novel-novel horor-misteri karya R.L. Stine pasti akrab dengan bab-bab pendek seperti ini.
Ya, tokoh-tokoh penting di novel ini adalah tokoh nyata dalam sejarah Ottoman! Hayo, penasaran, kan? Bisa juga Googling ke sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Suleiman_the_Magnificent .

4 comments:

  1. cara pemesanan y gmn ya ?soalnya saya penasaran bagian akhir y

    ReplyDelete
  2. cara pemesanan y gmn ya ?soalnya saya penasaran bagian akhir y

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba cari di gramedia mbak. Teman sy bilang sedang diskon jadi 30.000

      Delete
    2. Di gramedia dan toko buku lainnya, coba, Mbak Isnanda :D

      Delete

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets