Siapa yang suka tokoh perempuan utama yang
cengeng dan lemah? Saya kira, kebanyakan pembaca perempuan pasti lebih terpikat
pada karakter sebaliknya—perempuan kuat. Atau, sebagian pembaca perempuan
lainnya suka terhadap tokoh perempuan yang menyerupai kepribadiannya. Karena
saya merasa bahwa kepribadian saya cukup mewakili tokoh perempuan kuat (hihihi),
maka saya juga mudah terpikat oleh tokoh utama semacam itu. Namun, kriteria kuat itu dapat direpresentasikan oleh
sifat yang bagaimana?
Pertama,
tentu saja karakter kuat dapat ditunjukkan melalui arti harfiahnya secara fisik. Tokoh seperti itu pastilah bukan perempuan
yang manja dan cengeng, tapi penuh keberanian. Selain kuat fisik, ia juga memiliki pendirian yang kuat alias teguh.
Nina
dalam Seruak karya Vinca
Callista
Tokoh Nina adalah perempuan yang menyukai
olahraga. Pagi-pagi, di saat teman-teman KKN-nya masih molor, ia sudah mulai
latihan bela diri dan lempar pisau. Panjat tebing bukan perkara sulit baginya. Nah,
orang yang suka panjat tebing pastilah bukan orang yang penakut, kan? Di balik
penampilannya yang seksi (selalu memakai hot
pants dan tank top ke mana-mana),
dia menyimpan keteguhan prinsip, terutama pandangannya tentang cara berpakaian.
Menurutnya, cara berpakaian itu selera dan hak tiap orang, jadi yang mungkin
dianggap tidak sopan oleh orang lain, itu bisa saja dianggap nyaman oleh orang
tertentu. Ia tidak peduli dengan bisik-bisik orang sekitarnya yang gerah karena penampilannya itu. Selain
itu, ia juga gadis yang berani menyampaikan pendapatnya secara blak-blakan.
Tanpa ragu, ia membantah pendapat atau cara pemikiran seseorang yang salah,
padahal mungkin orang lain akan lebih memilih diam untuk menjaga perasaan orang
tersebut.
Mel
dalam The Host karya Stephanie
Meyer
Kalau Mel bukan gadis kuat, jiwanya tak
akan sanggup bertahan di dalam tubuhnya yang telah dikuasai oleh jiwa sang
Wanderer. Sebelum tubuhnya dibajak pun, ia adalah sosok yang berani
meninggalkan tempat perlindungan untuk mencari makanan bagi adiknya. Setelah
berbagi tubuh dengan Wanda pun ia tetap meninggalkan jejak-jejak keberanian. Ketika adik Mel membutuhkan obat bagi
lukanya yang telah terinfeksi, ia menawarkan diri untuk mengambil obat dari tempat yang penuh alien dan berbagai risiko.
Tris
dalam trilogi Divergent karya Veronica Roth
Keberanian peserta inisiasi Dauntless
pindahan dari Abnegation yang menjadi pelompat pertama tentunya tak diragukan
lagi. Bahkan Four sampai heran akan keberanian Tris. Setelah menjalani
inisiasi, fisik Tris juga makin kuat. Apalagi keberanian itu didampingi dengan pendirian
tak tergoyahkan, di mana ia selalu memegang teguh prinsip keberaniannya sendiri
yang istimewa: keberanian pakai otak dan hati. Bukan cuma keberanian fisik
seperti yang dilakukan kebanyakan orang Dauntless.
Sumber foto di sini, diedit oleh saya. |
Katniss
dalam trilogi The Hunger Games karya Suzanne Collins
Mungkin ketika membaca judul tulisan saya
ini, beberapa dari pembaca langsung terbayang tokoh Katniss Everdeen dari
Distrik 12. Iya, nggak?
Sumber di sini. |
Bukan tanpa alasan ketika saya memasukkan
kriteria ini sebagai kriteria nomor satu setengah. Biasanya, menurut pengalaman
membaca saya, tokoh yang kuat fisik, pendirian, dan berani, biasanya memiliki
kecerdasan, terutama untuk mempertahankan pendirian dan mendukung kekuatan
fisiknya. Namun, orang cerdas tidak selalu menonjol di kriteria nomor satu.
Oleh karena itu, beberapa tokoh yang saya sebutkan berikut ini ada yang juga
kuat di kriteria nomor satu, tapi ada juga yang tidak.
Anna
dalam Dunia Anna karya
Jostein Gaarder
Remaja 16 tahun yang gelisah akan isu
pemanasan global dan krisis energi pastilah sosok remaja yang cerdas, bukan? Apalagi
bersama Jonas, ia berusaha mencari solusi untuk menyelamatkan fauna yang mulai
punah. (Yah, meski sebenarnya Jonas-lah yang mencetuskan ide itu, tapi
tanpa Anna yang memulai, maka itu tak akan terjadi.)
Katie
dalam Safe Haven karya
Nicholas Sparks
Tokoh Katie alias Erin dalam novel ini
adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya. Karena
kecerdasannya, maka ia tak hanya pasrah dan menangis terpuruk dalam rumah.
Dengan cukup rapi, ia merencanakan pelarian diri dari rumah. Ia berhasil lari
ke kota yang cukup jauh dari rumahnya, memalsukan identitasnya, dan melemparkan
trik-trik pada suaminya (yang adalah detektif, jadi tidak gampang dibodohi).
Amy Dunne
dalam Gone Girl karya
Gillian Flynn
Sebenarnya saya juga sempat mengagumi kecerdasan Amy dalam memalsukan
kematian dan tindakan pembunuhan akan dirinya sendiri. Tapi, makin mengenal
tokoh Amy, kekaguman itu tersalut oleh rasa muak, tertelan hingga hilang sepenuhnya. Ia memang wanita
cerdas, tapi ia menggunakannya untuk menimpakan tuduhan kepada orang yang tidak
bersalah. Malah, ia juga sampai membunuh orang lain berkat kecerdasannya. Trik
pemerkosaan yang dipakainya (bukan hanya sekali, di masa lalu ia juga pernah
melakukan trik serupa terhadap laki-laki lain) itu yang paling bikin saya ingin
muntah saking enek.
Letnan Eve Dallas
dalam serial In Death karya J.D. Robb
Sebagai seorang detektif, untuk memecahkan
kasus-kasusnya (yang biasanya pembunuhan sadis) Letnan Eve memiliki kecerdasan
yang dipadu dengan keberanian dan kekuatan fisik.
A
dalam Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami
Tokoh A lebih menonjol dalam kekuatan pendirian dan prinsip hidupnya. Bagi sebagian besar orang, bagi saya sendiri juga, cara berpikir A menganut paham feminisme terlalu ekstrem. Tapi, itulah yang saya kagumi karena keekstremannya diimbangi dengan kecerdasan dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Cara berpikirnya mampu membuka beberapa pintu sudut ruang otak saya yang sebelumnya masih tertutup. Kekuatan apakah yang dapat mengalahkan kekuatan tokoh yang pemikirannya dapat memengaruhi pembacanya?
Dua tokoh berikut ini memiliki beberapa
kemiripan. Elektra dan Qiana adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Selama hidupnya,
mereka selalu tersembunyi di balik bayang-bayang superior sang kakak perempuan.
Kehidupan mereka jauh dari ideal; mungkin bukan jenis kehidupan yang
dicita-citakan orang normal. Mereka ini adalah jenis tokoh yang sangat
manusiawi.
Elektra
dalam Supernova: Petir karya Dee
Setelah papinya meninggal dan kakaknya
menikah, Elektra tinggal sendiri di rumah peninggalan sang ayah. Sudah lulus
kuliah, tapi masih pengangguran, Elektra bukannya tidak merasa was-was. Ia
sangat merasakannya, apalagi ketika tidak punya apa-apa untuk membeli makan.
Tapi, perasaan itu terkubur di balik kemalasannya yang tingginya mencapai ujung
menara Dubai. Namun, ketika akhirnya ia menemukan tujuan hidupnya dan mulai
berjuang, ia menjadi sosok yang berbeda. Kesuksesan berada di tangannya.
Qiana
dalam Kopiss karya Miko
Santoso
Qiana juga serupa dengan Elektra.
Kegagalan dalam masalah cinta, masalah bisnis, sempat mengerem langkahnya.
Tapi, berkat kekuatan yang diberikan kedua sahabatnya, ia bangkit lagi dan
lagi, hingga akhirnya kedai kopinya dikenal orang.
Kriteria ini saya beri nomor dua setengah
karena sangat berkaitan dengan kriteria nomor dua. Orang yang sial terus tapi
selalu bangkit lagi adalah
orang yang tak lelah berusaha.
Fay
dalam serial Eiffel, Tolong!
karya Clio Freya
Fay adalah tokoh perempuan yang
biasa-biasa saja. Penampilan fisik biasa. Tingkat kecerdasan juga biasa, malah
bisa dibilang pas-pasan. Tapi, karena kegigihannya, ia berhasil melewati
berbagai latihan dan ujian fisik yang harus ia alami, terlebih setelah ia
menjadi anggota keluarga McGallaghan.
Elektra
dalam Supernova: Petir karya Dee
Selain sial terus, Elektra juga sangat
humoris dan suka ngawur dalam bicara.
Ingat, ia pernah menipu kakaknya sampai benar-benar gelagapan, hanya dengan
sepotong ayat yang sebenarnya tidak ada di Alkitab. Dalam novel ini Dee menggunakan sudut pandang orang pertama
Elektra, sehingga sifat humorisnya terlihat jelas melalui narasi dan tingkah
lakunya.
***
Demikianlah
beberapa kategori kepribadian tokoh utama perempuan yang bikin saya kagum dan
betah baca lama-lama bukunya. Bagaimana dengan karakter favoritmu?
0 komentar:
Post a Comment
Your comment is so valuable for this blog ^^