Judul Buku : Dunia Anna
Penulis :
Jostein Gaarder
Penerjemah : Irwan Syahrir
Tebal :
244 halaman
Penerbit/cetakan : Mizan/Cetakan II, November 2014
ISBN :
978-979-433-842-1
Harga : Rp 45.000,00
Rating :
Rating :
Ya, saya memang tidak sedang meresensi The Winner Stands Alone, tapi quote di
atas adalah salah satu yang saya suka dan juga relevan untuk membuka resensi
ini. Quote itu menunjukkan suatu sisi pemikiran yang baru bagi saya. Di saat
saya dan berjuta orang lainnya di dunia berlomba-lomba ingin menyelamatkan
bumi, Paulo Coelho malah bilang kalau tindakan kita itu sombong. Bumi akan
baik-baik saja, nggak usah sok-sokan ingin menyelamatkannya. Alih-alih
“menyelamatkan bumi”, lebih tepat jika “berusaha agar bumi tidak menghancurkan
kita”. Begitu mungkin kira-kira. Sebenarnya, tindakan konkretnya sama saja,
hanya beda paradigma. Kita tidak membuang sampah di sungai bukan untuk
menyelamatkan bumi, melainkan untuk mencegah agar tidak terjadi banjir; agar
bumi tidak menghancurkan kita.
Yang sedang dilakukan Anna dalam novel Dunia Anna adalah berusaha agar bumi
tidak menghancurkan anak-cucunya. Saat berumur 10 tahun, gadis Norwegia itu
sudah menyadari ada yang tidak beres dengan alam sekitarnya. Rusa kutub mati,
yang lainnya berkeliaran ke desa. Pertanda apakah itu?
Enam tahun kemudian, di tahun 2012, Anna sudah masuk ke
SMU. Di ulang tahun ke-16-nya, ia mewarisi sebuah cincin rubi berusia lebih
dari 100 tahun dari Tante Sunniva. Ia juga sudah punya pacar, kakak kelasnya,
Jonas namanya. Anna memiliki suatu kelebihan (atau keanehan?): suka berfantasi
yang terlihat sangat nyata, dan mimpinya juga selalu terasa nyata hingga ia
bisa mengingat kejadian-kejadian dalam mimpi sangat detail ketika bangun tidur.
Musim gugur tahun itu ia bertemu dengan Dokter Benjamin, seorang psikiater.
Obrolan mereka berlangsung seru, hingga melebar ke topik lain.
“Ada sesuatu yang kamu khawatirkan, Anna?”“Pemanasan global.” (hal. 20)
Setelah pertemuan dengan dokter itu, Anna menjelma jadi
Nova dalam mimpinya. Anehnya, Nova ini adalah cicitnya di tahun 2082, dan dalam
mimpinya juga ada dirinya sendiri—Anna dalam versi nenek-nenek. Di tahun itu,
binatang-binatang yang sekarang masih ada hanya dapat dinikmati keelokannya
lewat video-video. Tiba-tiba, karena
rasa penasaran, Nova mengetikkan nama nenek buyutnya, Anna Nyrud, di mesin
pencari. Terkejutlah ia, karena ia menemukan sebuah surat yang ditujukan
untuknya, bertanggal 11 Desember 2012, sehari sebelum Anna berulang tahun
ke-16. Bagaimana bisa Anna tahu akan punya cicit bernama Nova?
Dari hasil temuannya, Nova tahu bahwa generasi nenek
buyutnyalah yang merusak bumi. Mendadak, dia merasa marah.
“Aku mau seluruh jutaan jenis flora dan fauna itu semua dikembalikan. Aku cuma bilang kalau aku mau dunia tempat hidupku ini seindah dunia yang Nenek nikmati waktu seumurku....” (hal. 50)
Dan neneknya menjawab dengan misterius, sambil mengelus
cincin rubi di jarinya.
“Mungkin dunia ini bisa mendapat kesempatan baru...” (hal. 52)
Apakah cincin itu memiliki kekuatan ajaib? Apa benar,
semuanya bisa dikembalikan? Pengalaman
Anna lewat mimpi, apakah itu semacam petualangan lintas-dimensi?
***
Berbeda dengan Dunia Sophie yang berisi murni filsafat
(sehingga saya tidak sanggup menyelesaikannya), Dunia Anna ini lebih mengedepankan
isu-isu seputar kerusakan lingkungan dan pemanasan global, yang dimaknai secara
filsafat. Jostein Gaarder gemar menggunakan remaja sebagai tokoh utamanya,
sebagaimana ia lakukan dalam Dunia Sophie dan Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken.
Anna, adalah
remaja cerdas dan tekun yang cara berpikirnya lebih dewasa ketimbang remaja
seusianya. Oleh karena itu, ia senang ketika Dokter Benjamin memperlakukannya
seperti orang dewasa. Gadis ini tertarik pada permasalahan lingkungan.
Sementara itu, tokoh Jonas adalah sosok pacar yang kooperatif dan juga cerdas.
Saya mengagumi kecemerlangan idenya dalam membantu menemukan solusi dari
permasalahan Anna.
Sementara itu, tokoh Dokter Benjamin berperan sebagai
pencetus ide agar Anna dan Jonas membentuk sebuah organisasi lingkungan hidup.
Dan tokoh Ester, putri Dokter Benjamin, aktivis pecinta lingkungan, yang kala
itu ditawan perompak Somalia, berperan dalam cerita secara tidak langsung.
Esterlah yang mengajari ayahnya permasalahan seputar iklim dan lingkungan.
Terakhir, tokoh Nova merupakan sosok gadis yang seperti Anna, punya rasa ingin
tahu yang tinggi.
Plot yang dibangun Gaarder hanya berlangsung sekitar dua
hari di dunia Anna, tapi terasa seolah dalam waktu yang lama. Terkadang, saya dibuat
bingung oleh timeline kejadian. Anna
bercerita bahwa hari ini adalah 10
Desember, lalu tiba-tiba ia menceritakan pengalamannya di bulan Oktober.
Pembaca yang belum siap akan perpindahan waktu secara mendadak ini mungkin akan
bingung. Tapi saya rasa, Gaarder memang sengaja tidak terlalu mementingkan plot
agar pesan-pesan filsafat lingkungan lebih menonjol.
Novel ini dibagi menjadi 38 bab yang pendek-pendek (saya
selalu suka bab pendek) sehingga tidak membosankan. Gaarder juga dapat
mempertahankan rasa penasaran pembaca dengan teka-teki yang ia ajukan lewat
pertanyaan-pertanyaan Anna dan juga Nova. 20 bab dengan sudut pandang Anna di
masa kini, dan sisanya sudut pandang Anna sebagai Nova di tahun 2082.
Perpindahan sudut pandang ditandai dengan perbedaan jenis huruf yang digunakan.
Tiap perpindahan sudut pandang, Gaarder menggunakan benang penghubung lewat
latar tempat. Misalnya,
- Nova sedang memandangi langit berbintang. Bab berikutnya,
Anna juga melewati spot itu, lalu juga memandangi langit.
- Anna sedang terbangun dari tidurnya dan memandangi pom
bensin di seberang jendelanya. Di tahun 2082, Nova juga sedang melakukan hal
yang sama.
Teknik ini berhasil menjalin benang merah tak terputus
sepanjang kisah. Meski begitu, ada beberapa hal yang menurut saya agak aneh,
seperti berikut. Tertulis di halaman 98 bahwa di tahun 2082 Nova menggunakan
Android. Menurut saya, apakah mungkin 70 tahun kemudian (dihitung dari zaman
Anna, yaitu tahun 2012) Android masih eksis? Bukankah perkembangan dunia
teknologi sangat cepat? Sekitar tujuh tahun saja yang dibutuhkan Android untuk
berkembang mulai dari awal peluncuran hingga menguasai pangsa pasar sistem
operasi smartphone. Kalau 70 tahun?
Saya yakin, Android sudah digantikan sistem operasi lain yang jauh lebih maju.
Saya mengapresiasi ide Gaarder untuk memunculkan beragam
aplikasi dan teknologi yang mendukung usaha penyelamatan lingkungan. Saya juga
menyukai gaya berpacaran Anna-Jonas yang sangat cerdas. Seharusnya memang tujuan pacaran adalah saling
mengembangkan kedua individu ke arah yang lebih baik. Dan Anna-Jonas
melakukannya dengan bersama-sama aktif dalam memecahkan masalah kerusakan
lingkungan. Keren sekali! Gaya berpacaran mereka juga unik, contohnya ide Anna
untuk membaca buku yang sama berbarengan
(hal. 229). Hei, ada berapa pasangan remaja di Indonesia, sih, yang kerjaannya
baca buku bareng? Hehehe.
Bicara tentang cincin rubi kuno warisan dari Tante
Sunniva itu, menurut saya itu kurang relevan dimasukkan dalam cerita. Mungkin
Gaarder sengaja melakukannya untuk menimbulkan efek dramatis atau konotatif
dari terwujudnya solusi permasalahan bumi secara ajaib. Padahal, solusi itu
muncul berkat ide yang sangat logis.
Membaca buku ini, seperti membaca karya Gaarder yang
lain, akan menyuntikkan paradigma baru pada otak pembacanya, khususnya tentang
masalah kerusakan lingkungan yang paling parah dilakukan oleh generasi kita
saat ini. Apa yang dapat saya lakukan? Mulai saat ini, mulai dari diri saya
sendiri, saya harus berusaha memberikan bumi
dalam kondisi baik bagi anak-cucu saya
(kecuali bagi yang memutuskan tidak akan beranak-cucu), hehehe.
"Alih-alih “menyelamatkan bumi”, lebih tepat jika “berusaha agar bumi tidak menghancurkan kita”." << kalau menurutku justru Coelho lah yang arogan (eh beneran dia bilang gini ya?), karena Tuhan kan mempercayakan bumi yang diciptakan dgn baik ini untuk dikelola manusia? Manusia berkewajiban merawatnya. Pemikiran 'agar bumi tidak menghancurkan kita' kesannya kita ini mau cari selamat sendiri. Dan kalau kita merawat/menyelamatkan bumi, pada akhirnya toh kita juga akan selamat. Hehe....komentar kok mbulet yak :P
ReplyDeleteAku lagi baca Dunia Anna juga, tapi belum tamat. Kamu suka Jostein Gaarder yang lainnya juga ya, Frida?
Iya, terbersit juga pemikiran kalau Coelho ini kedengeran arogan... Tapi, mungkin hanya perbedaan persepsi aja yg membuat jadi terasa gitu, hahaha.
DeleteNggak bisa dibilang 'suka' juga sih, soalnya ak baru baca 3 bukunya... Bibbi Bokken itu aku suka <3
Terima kasih Mba buat resensinya.. Saya baru nengok buku ini langsung kepincut. Salam kenal :)
ReplyDeleteSalam kenal, Rizal! Terima kasih sudah mampir :)
DeleteSudah baca Dunia Anna?
Makasih mba frida, buat resensinya:)saya udah baca buku ini emang isinya keren, dan aku juga sama ngga beres membaca dunia shopie, karena emang seperti yg mba frida bilang. Hhe
ReplyDeleteSama-sama, terima kasih udah berkunjung :D
DeleteMakasih mba frida, buat resensinya:)saya udah baca buku ini emang isinya keren, dan aku juga sama ngga beres membaca dunia shopie, karena emang seperti yg mba frida bilang. Hhe
ReplyDeleteBerkesan dan menarik ceritanya
ReplyDeleteAnyway thanks yah buat resensinya
Terima kasih juga sudah berkunjung :D
DeleteMbak Frid, gara - gara "Dunia Anna", aku jadi suka buang sampah pada tempatnya. Emang, sih, aku merasa konyol karena kesadaranku akan bumi yang semakin tua ini sangatlah baru - baru ini. ): Tapi, semenjak selesai "mberesi" buku ini, aku semakin tergerak untuk menjaga bumi.
ReplyDeleteDan lagi, pernah suatu hari, aku "nongki" bareng "kengkawan" -- salah satu diantara mereka adalah perempuan. Ketika mereka sibuk membahas suatu hal, aku iseng "ngumpulin" sampah - sampah yang ada di sekitar meja. Lalu, perempuan itu bilang bahwa dia suka orang yang suka "ngumpulin" sampah. Terus, akunya "baper" sendiri, masa.
Eh, kok jadi kemana - mana, ya ? Intinya, aku adalah bagian dari bumi. Dan resiprositas vertikal dan horizontal itu penting. "Perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukannya." Lagi, semoga, bukan aku saja yang berpikir seperti ini.
Selamat malam. Eh, sebentar. Mbak Frid sudah baca "Dunia Sophie" sampai habis ? Bagaimana ? Kalau aku, selesai baca novel itu, teman - temanku selalu bertanya ,"Gimana ? Masih lurus ?", wkwkwk.
Aku selalu senang mendengar cerita orang-orang yang melakukan perubahan dalam hidupnya setelah membaca buku. Yang kamu lakukan itu bagus sekali. Tidak ada kata terlambat untuk usaha "menjaga" bumi. Dan tidak ada usaha yang terlalu "kecil" untuk itu. Semua usaha akan berdampak :D
DeleteWajar, sih, karena begitu melihat orang lain yang punya prinsip serupa dengan kita, kita bakal lebih mudah merasa terkoneksi... Dan mungkin jadi baper haha.
Akhir tahun 2016 kemarin aku udah selesai baca Dunia Sophie. Masih lurus? Dari awal aku emang nggak lurus, sih. Sekarang makin "mbulet". Haha. Tapi kalau semuanya "lurus", apakah hidup ini akan menyenangkan?