Judul: Malam-malam Terang
Penulis: Tasniem Fauzia Rais & Ridho Rahmadi
Editor: Donna Widjajanto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Desember 2015
Tebal: 246 halaman
ISBN: 978-602-032-454-8
Harga: Rp 65.000,00
Rating saya: 3/5
PLOT SUMMARY
Lulus dari SMP 5 Yogyakarta dengan NEM hanya 44,73 benar-benar menghancurkan hati Tasniem. Remaja perempuan yang akrab dipanggil Ninim itu berharap NEM-nya minimal 48, karena itulah tiketnya untuk bisa mencapai mimpi jangka pendeknya, yaitu masuk ke SMA 3 Yogyakarta. Beberapa hari tak keluar kamar, Ninim meratapi NEM yang ia peroleh.
"Aku tidak terima. Perjuanganku selama tiga tahun di sekolah, berbulan-bulan khusus untuk persiapan ujian, hanya ditentukan oleh angka desimal yang didapat dari beberapa jam saja mengerjakan soal ujian. Di mana keadilan?" (hlm. 11)
Namun, Tuhan ternyata telah menuliskan rencana tersendiri mengapa Ia hanya menganugerahkan NEM sebesar 44,73 pada Ninim. Beberapa rangkaian kejadian merujuk pada kata "Singapura", seolah memberikan Ninim petunjuk, ketika ia sedemikian galau memikirkan di mana ia akan melanjutkan sekolah. Awalnya, Ibu tak menyetujui karena alasan biaya. Namun, akhirnya, bermodalkan biaya dari menjual sepetak tanah, Bapak dan Ibu mengabulkan keinginan Ninim untuk melanjutkan sekolah ke Globe College of Singapore alias GC.
"Sesuai namanya, sekolah ini benar-benar internasional. Siswanya berasal dari sekitar 70 negara yang berbeda." (hlm. 34)
Berbagai tantangan harus Ninim taklukkan, mulai dari kemampuan bahasa Inggrisnya yang masih pas-pasan, mendapatkan nilai jelek saat evaluasi kelas komputer (padahal ia yakin nilainya akan bagus), hingga pekerjaan paruh waktu pertama. Sungguh beruntung, Ninim dikelilingi tiga orang teman sekamar yang tak butuh waktu lama untuk menjadi sahabat yang senantiasa mendukungnya. Aarin Mohanty dari India, yang sudah lama tinggal di Inggris. Cecilia Ng dari China. Angelina Soemantri dari Jakarta.
Pada liburan sekolah, dua pekerjaan paruh waktu berhasil Ninim kerjakan selama sebulan, demi membiayai sendiri tiket perjalanan pergi-pulang Singapura-Jakarta, untuk menebus kerinduan mendalam terhadap keluarganya. Namun, saat mimpi untuk pulang ke rumah itu hampir ia gapai, datanglah kabar dari Angelina. Semenjak bercerai, ayah Angelina tinggal di Malaysia bersama keluarga baru, sedangkan Angelina tinggal dengan sang ibu. Sudah lama sekali Angelina tidak bertemu ayahnya. Waktu itu, ayahnya terserang suatu penyakit yang membuatnya melupakan segalanya, sedikit demi sedikit. Namun, nama Angelina sering terlepas dari bibirnya. Sebelum terlambat, Angelina ingin sekali saja bertemu ayahnya. Masalahnya, satu-satunya bahasa yang masih diingat sang ayah adalah Jawa krama inggil, yang tidak dipahami Angelina. Oleh karena itu, ia membutuhkan bantuan Ninim untuk menerjemahkan. Ia butuh Ninim menemaninya ke Malaysia.
Mendadak Ninim dihadapkan pada dua pilihan sulit: menunda kepulangan demi menemani Angelina ke Malaysia, atau tetap pulang ke Yogyakarta, sementara Cecilia dan Aarin saja rela memutus masa liburannya demi menemani Angelina?
Pada liburan sekolah, dua pekerjaan paruh waktu berhasil Ninim kerjakan selama sebulan, demi membiayai sendiri tiket perjalanan pergi-pulang Singapura-Jakarta, untuk menebus kerinduan mendalam terhadap keluarganya. Namun, saat mimpi untuk pulang ke rumah itu hampir ia gapai, datanglah kabar dari Angelina. Semenjak bercerai, ayah Angelina tinggal di Malaysia bersama keluarga baru, sedangkan Angelina tinggal dengan sang ibu. Sudah lama sekali Angelina tidak bertemu ayahnya. Waktu itu, ayahnya terserang suatu penyakit yang membuatnya melupakan segalanya, sedikit demi sedikit. Namun, nama Angelina sering terlepas dari bibirnya. Sebelum terlambat, Angelina ingin sekali saja bertemu ayahnya. Masalahnya, satu-satunya bahasa yang masih diingat sang ayah adalah Jawa krama inggil, yang tidak dipahami Angelina. Oleh karena itu, ia membutuhkan bantuan Ninim untuk menerjemahkan. Ia butuh Ninim menemaninya ke Malaysia.
Mendadak Ninim dihadapkan pada dua pilihan sulit: menunda kepulangan demi menemani Angelina ke Malaysia, atau tetap pulang ke Yogyakarta, sementara Cecilia dan Aarin saja rela memutus masa liburannya demi menemani Angelina?
"Waktu adalah bagian penting dari hidupmu yang rela kaukorbankan untuknya." (hlm. 76).
Kemudian, saat akhirnya Ninim pulang ke rumah, Tuhan mempertemukan kembali dia dengan Ridho alias Edo, kakak kelasnya waktu SMP, yang dulu sempat ia taksir. Mereka bertemu di chatting room mIRC, bertukar alamat e-mail, dan berjanji untuk bertemu selepas pengajian hari Sabtu di masjid di depan rumah Ninim. Ninim sempat heran, sebelumnya selama bersekolah di SMP yang sama, mereka tak pernah berinteraksi lebih lama daripada satu kali percakapan. Lantas, ketika pada akhirnya Ninim mengucap salam perpisahan pada Edo, karena ia harus pergi lagi untuk melanjutkan studi di Jepang, mengapa terlihat sendu raut Edo?
"Setinggi apa pun engkau terbang, dan ke belahan bumi mana pun kelak engkau bertualang, suatu saat kembalilah, negeri ini membutuhkanmu." (hlm. 33)
"Orang paling cerdas adalah dia yang paling sering mengingat kematian." (hlm. 54)
REVIEW
"Jadilah bintang yang paling terang kelak, jangan menyerah." (hlm. 9)
"[...] teruslah berjuang dan jadi bintang yang paling terang di gelapnya malam." (hlm. 7)
Malam-malam Terang, yang ditulis berdasarkan pengalaman nyata Tasniem ini, merupakan torehan tahun-tahun kehidupannya yang penuh tantangan dan kerja keras. (Tapi ada yang berbeda antara Tasniem dalam novel dan Tasniem yang sebenarnya. Di dalam novel, sekolah Tasniem di Singapura bernama GC, sedangkan sebenarnya Tasniem bersekolah di United World College of South East Asia, Singapura.)
Buku ini adalah memoar, yang mencatat berbagai perubahan yang terjadi pada pribadi Tasniem. Dari yang awalnya seorang gadis yang kalah dan merasa dipecundangi oleh NEM, hingga menjadi gadis yang berani menaklukkan berbagai tantangan. Awalnya, Tasniem adalah gadis yang sepertinya terbiasa berhasil (dalam skop akademik) sehingga sekalinya jatuh (NEM yang di bawah harapan), ia sangat terpuruk. Meski sudah pernah sekali gagal saat SMP itu, ketika di GC pun ia pernah terpuruk lagi karena nilai ujian kelas komputernya sangat jauh di bawah ekspektasi. Dari dua kegagalan itu, Ninim belajar untuk tetap tenang saat ujian dan membaca soal dengan baik, dan memastikan kegagalan itu tak terulang lagi. Meski tak jarang, ia merasa gagal, berkat wejangan bapaknya, ia menjadi terbiasa.
Buku ini adalah memoar, yang mencatat berbagai perubahan yang terjadi pada pribadi Tasniem. Dari yang awalnya seorang gadis yang kalah dan merasa dipecundangi oleh NEM, hingga menjadi gadis yang berani menaklukkan berbagai tantangan. Awalnya, Tasniem adalah gadis yang sepertinya terbiasa berhasil (dalam skop akademik) sehingga sekalinya jatuh (NEM yang di bawah harapan), ia sangat terpuruk. Meski sudah pernah sekali gagal saat SMP itu, ketika di GC pun ia pernah terpuruk lagi karena nilai ujian kelas komputernya sangat jauh di bawah ekspektasi. Dari dua kegagalan itu, Ninim belajar untuk tetap tenang saat ujian dan membaca soal dengan baik, dan memastikan kegagalan itu tak terulang lagi. Meski tak jarang, ia merasa gagal, berkat wejangan bapaknya, ia menjadi terbiasa.
"Jadikan kegagalan sahabat terbaikmu, karena hanya dialah yang setia dalam mengingatkan untuk selalu berusaha yang lebih baik. Tanpanya, kamu tidak akan pernah maju." (hlm. 65)
Tidak seperti dulu, yang satu kegagalan saja bisa membuatnya porak poranda. Tiga tahun setelah NEM yang 48 tak sampai itu, terlihat sekali perbedaan sikap Ninim dalam menghadapi kegagalan. Lihat saja, sikapnya yang jauh lebih tenang dan dewasa saat salah satu aplikasi beasiswa S-1-nya gagal. Saya bisa membaca betapa Ninim adalah tokoh yang perfeksionis, introspektif, religius, pantang menyerah, selalu berusaha berjuang lebih keras daripada orang lain. Yang terakhir ini terlihat jelas dari persiapannya jelang ujian semester dan ujian akhir di GC. Tiap hari ia bangun dini hari untuk belajar, kemudian setelah pulang sekolah pun belajar lagi. Ia belajar saat orang lain belajar; ia juga belajar saat orang lain terlelap. Inilah yang mengantarnya menjadi peraih nilai terbaik saat lulus GC dan berhasil mendapatkan beasiswa S-1 di Ritsumeikan Asia Pacific University.
Sifat Ninim yang introspektif dan religius ini menjadikannya melankolis. Salah satu contohnya adalah Bab 10: Eskapisme, yang berisi perenungannya ketika memandang pohon dan burung pelatuk dari jendela kamarnya di suatu pagi. Tasniem juga sering kedatangan pikiran-pikiran negatif, terlihat jelas di hlm. 61, reaksi atas kegagalannya dalam ujian kelas komputer. Namun, kualitas positif pribadinya dan dukungan teman-temannya mampu membuatnya bangkit lagi.
Persahabatan Ninim dengan tiga teman sekamarnya sungguh indah diselami. Mereka berasal dari bangsa, budaya, dan agama yang berbeda, tapi bisa saling memahami dan mendukung, tak ubahnya saudara kandung (bahkan mungkin lebih). Kesamaan nasib, yaitu jauh dari keluarga, mungkin salah satu katalis yang memperkental rasa persaudaraan di antara mereka.
Di antara novel-novel lain yang mengambil tema anak sekolah, novel ini jadi salah satu yang berbeda. Drama anak sekolah pun biasanya malah menekankan kisah romansa; aktivitas sekolahnya sendiri hanya tempelan atau bahkan absen. Di novel ini, aktivitas sekolah mendominasi. Untunglah, diselingi sedikit kisah petualangan dan serunya pekerjaan paruh waktu Ninim (pelayan restoran dan pembuka pintu hotel--saya baru tahu, lho, kalau pekerjaan itu namanya pembuka pintu hotel). Kalau tidak, mungkin ini akan jadi novel yang membosankan.
Ditulis oleh dua orang, betapa mulusnya kata demi kata terajut. Saya tak menemukan petunjuk secuil pun di mana letak pembeda, dari segi gaya bahasa, dari dua orang penulisnya ini. Malah, seluruh bagian novel ini seperti tulisan Tasniem saja, lantaran semuanya berpusat pada tokoh Tasniem. Mungkin juga ini kesan dari penggunaan sudut pandang orang pertama Tasniem. Padahal, awalnya saya mengira akan mendapati dua porsi seimbang kisah Tasniem dan Ridho. Oh, ternyata memang ini cerita tentang Tasniem.
Kisah perjuangan Tasniem ditulis dengan alur progresif secara umum. Di beberapa bagian, alur flashback mengambil alih, misalnya di Bab 3: Dan Layar Pun Terkembang. Di akhir Bab 2, ibu tidak menyetujui Tasniem sekolah di Singapura. Namun, di awal Bab 3, Tasniem sudah berangkat ke Singapura. Ada plot hole yang (mungkin) sengaja diciptakan penulis untuk membuat pembaca bertanya-tanya, "Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa?" Nah, di bagian akhir Bab 3, barulah pertanyaan itu terjawab. Strategi ini bisa menyedot rasa bosan yang mungkin timbul di benak pembaca.
Sifat Ninim yang introspektif dan religius ini menjadikannya melankolis. Salah satu contohnya adalah Bab 10: Eskapisme, yang berisi perenungannya ketika memandang pohon dan burung pelatuk dari jendela kamarnya di suatu pagi. Tasniem juga sering kedatangan pikiran-pikiran negatif, terlihat jelas di hlm. 61, reaksi atas kegagalannya dalam ujian kelas komputer. Namun, kualitas positif pribadinya dan dukungan teman-temannya mampu membuatnya bangkit lagi.
Persahabatan Ninim dengan tiga teman sekamarnya sungguh indah diselami. Mereka berasal dari bangsa, budaya, dan agama yang berbeda, tapi bisa saling memahami dan mendukung, tak ubahnya saudara kandung (bahkan mungkin lebih). Kesamaan nasib, yaitu jauh dari keluarga, mungkin salah satu katalis yang memperkental rasa persaudaraan di antara mereka.
Di antara novel-novel lain yang mengambil tema anak sekolah, novel ini jadi salah satu yang berbeda. Drama anak sekolah pun biasanya malah menekankan kisah romansa; aktivitas sekolahnya sendiri hanya tempelan atau bahkan absen. Di novel ini, aktivitas sekolah mendominasi. Untunglah, diselingi sedikit kisah petualangan dan serunya pekerjaan paruh waktu Ninim (pelayan restoran dan pembuka pintu hotel--saya baru tahu, lho, kalau pekerjaan itu namanya pembuka pintu hotel). Kalau tidak, mungkin ini akan jadi novel yang membosankan.
Ditulis oleh dua orang, betapa mulusnya kata demi kata terajut. Saya tak menemukan petunjuk secuil pun di mana letak pembeda, dari segi gaya bahasa, dari dua orang penulisnya ini. Malah, seluruh bagian novel ini seperti tulisan Tasniem saja, lantaran semuanya berpusat pada tokoh Tasniem. Mungkin juga ini kesan dari penggunaan sudut pandang orang pertama Tasniem. Padahal, awalnya saya mengira akan mendapati dua porsi seimbang kisah Tasniem dan Ridho. Oh, ternyata memang ini cerita tentang Tasniem.
Kisah perjuangan Tasniem ditulis dengan alur progresif secara umum. Di beberapa bagian, alur flashback mengambil alih, misalnya di Bab 3: Dan Layar Pun Terkembang. Di akhir Bab 2, ibu tidak menyetujui Tasniem sekolah di Singapura. Namun, di awal Bab 3, Tasniem sudah berangkat ke Singapura. Ada plot hole yang (mungkin) sengaja diciptakan penulis untuk membuat pembaca bertanya-tanya, "Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa?" Nah, di bagian akhir Bab 3, barulah pertanyaan itu terjawab. Strategi ini bisa menyedot rasa bosan yang mungkin timbul di benak pembaca.
Rasa bosan yang mungkin timbul bisa disebabkan oleh sudut pandang "aku" yang sangat egosentris, aktivitas akademis yang rutin, gaya bahasa si "aku" yang kadang sok akademis, atau penyebab lain. Gaya bahasa yang sok akademis ini tampak pada penggunaan istilah-istilah ilmiah, tapi untung tak separah yang digunakan Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi. Di satu sisi, gaya bahasa seperti ini menunjukkan kreativitas penulis dan memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya (meski tak ada footnote yang menjelaskan istilah-istilah ilmiah itu, jadi ya sama saja pengetahuan saya tak bertambah kalau saya malas Gugling apa artinya :-q). Setidaknya ada dua cara memandang kecenderungan sok ilmiah ini: arogansi penulis atau intensi mulia penulis untuk merangsang rasa ingin tahu pembaca. Contohnya adalah kalimat-kalimat berikut:
- Huruf "S" menjadi Squamata melata yang berancang-ancang menerkamku agresif. (hlm. 6)
- Akar tunggang pohon belimbing tua di depan kelasku tiba-tiba menjadi raksasa, mirip kaki Cephalopoda. (hlm. 11)
- Pelajaran moral hari itu, kucatat kuat dalam Cerebrum-ku: jangan berkawan dengan prasangka burukmu! (hlm. 30)
- Ini seperti proyeksi kubus tesseract pada ruang tiga dimensi, aku dapat melihat suatu hal dari sisi yang lain, multifaset. (hlm. 36)
- Tak heran, otot flexor pollicis longus-ku membengkak. (hlm. 43)
- Saat si "aku" berlagak bak Sherlock Holmes (fight scene di Sherlock Holmes the movie 1): menghitung massa tiap bagian tubuh orang yang menabraknya waktu main basket (hlm. 93).
Tesseract, sumber di sini. |
Selain itu, penulis juga sering mengulang-ulang fakta yang sudah dibeberkan sebelumnya. Misalnya, penulis menjelaskan bahwa kelas 10 di GC setara dengan kelas satu SMA (hlm. 37), padahal di hlm. 36 sudah tertera penjelasan serupa. Sepanjang membaca buku ini, saya menemukan beberapa kesalahan EYD yang seharusnya bisa diminimalisasi oleh kerja sang editor. Misalnya, kata "syaraf" (hlm. 18), yang seharusnya "saraf". Saya juga menemukan beberapa kalimat yang janggal (atau memang saya yang terlalu tolol untuk bisa memahaminya).
- "Seekor kerbau berkubang, semua kena lututnya." (hlm. 72) -> lututnya? Mungkin lumpurnya.
- "Karena aku ingin menyelesaikan apa yang harus selesaikan." (hlm. 98) -> kuselesaikan
- Ketika Tasniem berdiri membelakangi Siska di antrian loket stasiun dan ia pun memaksa Erika juga berbalik badan (karena enggan bertemu dengan teman SMP-nya yang menyebalkan itu) Tasniem menuliskan demikian:
"Kubalikkan badan Erika, menghadap ke arah yang sama denganku. Kami berdua, mirip petugas upacara saat itu. Bagian paduan suara tepatnya. Erika semakin bingung." (hlm. 17)
Dan saya bingung. Mirip petugas upacara? Hmm, oke, karena mereka berdua berdiri berjajar dan menatap ke arah yang sama, seperti petugas pengibar bendera sebelum "langkah tegap maju jalan", ya? Lalu, seperti bagian paduan suara? Maksud kalimat ini kurang bisa saya tangkap seutuhnya.
Salah satu elemen teknis yang saya sayangkan adalah layout buku ini, dengan margin yang terbilang mepet dengan pinggiran kertas. Hal ini membuat saya tidak nyaman waktu membaca, sehingga mata saya cepat lelah. Terlepas dari semua itu, saya suka kovernya :D
Salah satu elemen teknis yang saya sayangkan adalah layout buku ini, dengan margin yang terbilang mepet dengan pinggiran kertas. Hal ini membuat saya tidak nyaman waktu membaca, sehingga mata saya cepat lelah. Terlepas dari semua itu, saya suka kovernya :D
Baru-baru ini, saya dengar bahwa Malam-malam Terang akan difilmkan. Semoga filmnya nanti akan sebagus bukunya!
GIVEAWAY!!!
Nah, sekarang saat yang ditunggu-tunggu, yaitu giveaway time! Yeay! Akan ada satu (1) pemenang dengan jawaban paling menarik yang nantinya berhak mendapatkan satu (1) eksemplar novel Malam-malam Terang gratis. Mari, simak persyaratan berikut:
- Domisili di Indonesia.
- Follow akun Twitter @tasniemrais , @ridhorahmadi09 , @kimfricung.
- Share link blog tour ini di Twitter dengan hestek #MalamMalamTerang dan mention ketiga akun di atas.
- Jawab pertanyaan ini di kolom komentar dengan menuliskan nama, akun twitter, e-mail:
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kaualami dan bagaimana kau mengatasinya?"
- Event giveaway ini berlangsung selama 1 minggu, yaitu 1 - 7 April 2016.
- Pemenang akan diumumkan pada tanggal 9 April 2016.
1. CHECK
ReplyDelete2. DONE
3. Nama : Heni Susanti
Akun twitter : @hensus91
e-mail: henis_minozz@yahoo.com
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kaualami dan bagaimana kau mengatasinya?"
Jawaban : Kegagalan terbesar yang kualami selama ini adalah gagal masuk jalur beasiswa ITS waktu lulus SMA. Waktu itu aku sudah begitu bahagia waktu ada salah satu staf dari ITS yang datang ke rumah. Meninjau gitulah. Tapi sayangnya belum rejekiku. Karena satu kabupaten yang dipilih hanya satu orang dan aku kalah dengan siswa SMA lain yang emang lebih favorit sekolahnya. Ibarat aku yang sedang mendaki, tapi saat tinggal selangkah menuju justru ada orang yang mendahului dan menjegalku. Membuatku jatuh berguling kembali ke dasar.Sedih sekali saat itu, apalagi itu satu-satunya jalan aku bisa kuliah tanpa membebani orang tua. Kondisi keluarga memang tidak memungkinkan aku untuk lanjut kuliah dengan biaya sendiri. Beruntung saat itu orangtua dan kakakku menjadi penopang. Mereka memberikan nasehat yang menguatkanku, menghibur dan kembali membuatku tertawa walaupun aku tahu mereka juga sama kecewanya denganku. Akhirnya aku hanya bisa ikut program profesi selama 1 tahun dengan biaya yang bisa dicicil 6 bulan. Beruntung setelah itu, bahkan sebelum kelulusan aku sudah dipanggil kerja di salah satu sekolah di desaku. Jadi, kegagalan yang pernah kualami tidak lagi terasa menyakitkan dan justru menjadi penyemangat untuk mendapat lebih walaupun sampai sekarang aku tetap belum bisa melanjutkan kuliah. Semoga suatu hari bisa. Aamiiin
Begitulah kisahku. :)
Khoyul
ReplyDelete@JKhoyul
jukhoyul@gmail.com
Waktu diselingkuhi, terus mau tidak mau harus putus. Cuma butuh move on. Lagipula move on dari mantan pacar lebih mudah daripada move on dari tindakan bullying teman saat di sekolah dulu.
Nama : Humaira
ReplyDeleteAkun Twitter : @RaaChoco
E-mail : humairabalfas5@gmail.com
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kaualami dan bagaimana kau mengatasinya?"
Saat mau lulus SMA ada beasiswa dari PTN terkemuka di Jakarta, setelah seleksi alhamdulillah aku mendapatkannya, PTN itu tempat impian aku untuk kuliah. Beasiswa itu akan berlaku jika aku lulus masuk tes baik yang diadakan oleh PTN itu sendiri, atau bekerja sama dengan yang lain.
Belajar terus ga pernah nyerah. Pagi, siang, malem, ga berenti, meski saat itu aku lagi sibuk-sibuknya persiapan UN, dan pendaftaran masuk PTN. Tapi Allah berkata lain. Aku udah ikutan 3 kali tes dengan tujuan PTN yang sama tapi gagal. Rasanya kecewa banget, udah belajar terus, ditambah tes dilakukan di kota besar, jadi aku harus ke luar kota. Cape iya, belum ditambah biaya tes dan ongkosnya. Udah komplit semua rasanya, kayak nano-nano. Tapi ayahku bilang, "jangan nyerah, taun depan nanti coba lagi". Setahun berlalu dan hal yang aku lakukan masih sama, belajar tanpa lelah. Diiming-imingi akan kuliah tahun depan siapa yang tidak mau. Semua pelajaran aku makan, soal yang kemarin tes aku pelajari lagi, soal bayangan untuk tes PTN tahun berikutnya, aku juga makan. Sampai soal-soal 4 tahun lalu saat kakak aku tes juga aku pelajari.
Alhamdulillah tahun berikutnya aku diterima di PTN Bandung, ga sia-sia rasanya belajar 1 tahun penuh.
Tahun pertama lulus SMA aku ga bisa kuliah itu karena kehendak Allah, bukan jodohnya kuliah di Jakarta. Dan Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik untuk semua kegagalan yang aku terima, selama aku berusaha, pantang menyerah dan bisa menerima kehendak-Nya.
Holaa, ikutan ya kak :D
ReplyDeleteNama : Intan Novriza Kamala Sari
Akun Twitter : @inokari_
Email : intankamala@gmail.com
Jawaban :
Kegagalan terbesar yang aku alami adalah “belum bisa mandiri di usia aku yang udah 22 tahun sekarang”.
Duh sedih. Udah tamat kuliah, masih dikirimin uang bulanan sama orangtua :(
Sebenarnya aku dah terjun ke dunia kerja sejak 2 tahun lalu. Emang sih gaji aku masih unyil, lewat dikit dari UMR, tapi tetep aja sedih pas nyadar 2 tahun kerja tapi belum bisa nyelengin uang. Seakan uang yang masuk, ga pernah cukup. Daaaan, aku masih ngekost. Masih dikirimin uang pula sama orangtua, meski emang jumlahnya udah ga segede zaman kuliah kemarin.
Pengennya, kalo dah kelar kuliah gini, udah ga minta sama orangtua, bisa ngirimin malah walo jumlahnya kecil, mulai nyicil beli perumnas plus mikirin printilan rumah. Tapi akuuuu.. masih sibuk jajan buku sama bedak tiap gajian. Hiks. Gagal gagal gagaaaal!
Terus gimana dong ini?
Aku bertekad buat mengatasinya dong. Kalo ga dimulai dari hari ini. Selamanya aku bakal jadi pekerja kere yang ga punya rumah, plus masih minta jajan sama orangtua.
Caranya?
1. Banyak bersyukur dan menyuplai pemikiran-pemikiran positif di otak. Cara kecilnya seperti sering-sering baca dan melihat kalimat motivasi, seperti “Sukses 98% dibentuk oleh kegagalan dan kesalahan. — Seichiro Honda”
Karena Tuhan janji kan, kalo hambanya banyak bersyukur, rezeki bakal ditambah. Pemikiran positif juga jadi semacam fondasi awal. Biar semangat kerja. Biar makin giat berusaha.
2. Coba lagi dengan kekuatan lebih besar
Kalo istilah princess Syahrini, “hempas, datang lagi, hempas, datang lagi.” Haha.
Jadi aku ga mau berpangku tangan kek gini aja. Aku harus usaha lebih. Usaha biar rezekinya makin mengalir. Dari mulai berburu rezeki via media sosial, sampe berencana buat mulai bikin usaha. Apa pun deh selagi halal. Kek jualan pulsa, jualan camilan, dll.
Semoga kegagalan yang aku rasakan segera tuntas. Aamiin :)
Arie Pradianita | @APradianita | ariepradianita@gmail.com
ReplyDeleteKegagalan itu adalah GAGAL MEMANDANG HIDUP. Gagal memandang hidup artinya saya gagal memandang bahwa diri saya berasal dari mana, untuk apa hidup saya dan mau kemana hidup saya? Ssya salah menjawab pertanyaan ini maka disinilah kegagalan besar hidup saya sehingga terjadi seperti masa kini.. :-(
Cara saya mengatasi kegagalan memandang hidup:
1. Bersikap Sabar.
Bagi orang yang memegang teguh agama, setiap kegagalan bisa jadi sebagai musibah, bisa juga berarti cobaan atau ujian. Dalam menghadapinya membutuhkan kesabaran dan pengakuan bahwa hanya kepada Allahlah semuanya dikembalikan dan kita meminta jalan keluar.
2. Belajar dari Kesalahan dan Segera Bangkit.
Bila saya menganggap kegagalan sebagai sebuah masalah dan masalah dipandang sebagai beban, saya mungkin akan menghindarinya. Bila saya menganggap masalah sebagai tantangan, saya mungkin akan menghadapinya. Namun masalah merupakan hadiah yang dapat saya terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, saya melihat keberhasilan di balik setiap masalah. Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapi dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses saya. Tanpa masalah, saya tak layak memasuki jalur keberhasilan. Bila saya tak berani mengatasi masalah, saya tak akan menjadi seseorang yang sejati.
3. Melihat Kelemahan Diri, Tidak Berburuk Sangka.
Tetapi terkadang manusia aneh, ketika mendapat kemenangan, kesuksesan dan kejayaan, ingin seiisi dunia mengetahuinya. Namun manakala kegagalan menghampirinya, tak jarang ia mencari kambing hitam, menyalahkan karyawan, staf, guru, murid, orangtua, anak, tetangga, masyarakat, menyalahkan keadaan dan nasib. Bahkan tak jarang masalah itu dibawa ke rumah hingga keluarga pun menjadi ajang pelampiasan yang akhirnya istri/suami/anak disalahkan. Sekalipun mungkin orang lain pernah berbuat kesalahan atau merugikan, namun betapa sering manusia merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu, cara mengatasi kekecewaan dari suatu kegagalan, pandanglah diri sendiri, apakah mempunyai kelemahan yang tidak terlihat sebelumnya. Mengingat begitu banyak yang terbiasa memandang kehebatan dirinya sendiri sehingga lalai melihat kelemahan diri sendiri. Hilangkan sikap berburuk sangka (su'udzan) kepada orang lain dan hindari mencari-cari kesalahan orang lain.
4. Tumbuhkan Sikap Optimisme.
Memandang kehidupan mesti dengan sikap optimisme. Optimisme adalah memandang hidup ini sebagai persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu yang terjadi begitu saja dan mengalir sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Allah SWT menciptakan hidup dan mati mempunyai tujuan tersendiri. Mungkin saja saya mengalami pengalaman buruk yang tak mengenakkan, maka keburukan itu hanya karena saya melihat dari salah satu sisi mata uang saja. Bila saya berani menengok ke sisi yang lain, saya akan menemukan pemandangan yang jauh berbeda. Saya tidak harus menjadi orang tersenyum terus atau menampakkan wajah yang ceria. Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya terpampang di muka. Jadilah orang yang optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk dipandang dengan mengerutkan alis. Setiap tetes air yang keluar dari mata air akan mengetahui bahwa mereka mengalir menuju laut. Meski harus melalui anak sungai, selokan, kali keruh, danau dan muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan.. Bahkan ketika menunggu di samudra, setiap tetes air tahu bahwa suatu saat panas dan angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan dan menurunkan hujan. Sebagian menyuburkan rerumputan, sebagian tertampung dalam sumur-sumur, sebagian kembali ke laut. Menjalani kehidupan tak perlu bersusah hati. Bila kita mampu menjalani kehidupan dengah bersemangat, maka beban seberat apapun akan terasa ringan. Bila kita tak pernah kehilangan harapan dan selalu optimis, kita akan selalu menemukan jalan keluar dari suatu masalah.
Nama : Dera Devalina
ReplyDeleteAkun Twitter : @deradevalina
E-mail : deradevalina@gmail.com
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kaualami dan bagaimana kau mengatasinya?"
Kegagalan terbesarku adalah tidak bisa bangkit dari kegagalan itu sendiri, di dunia ini ngak ada orang yang selalu berhasil, terkadang perlu gagal untuk mencapai keberhasilan, sifat buruk ku kalau yang namanya gagal selalu susah untuk bangkit kembali, tapi karena tekad dari diri sendiri dan dukungan keluarga serta sahabat dan Tuhan tentunya, aku bisa bangkit dari keterpurukan. Mereka yang memberi tali selanjutnya aku yang harus berusaha untuk mendaki. itu semua adalah kemauan dari diri serta selalu berusaha dan berdo’a , bersabar dan yakinkan diri semuanya akan bisa dilewati dan dicapai suatu hari nanti.
Nama: Wika Agustina
ReplyDeleteTwitter: @agstnwika
Email: wikaagustina22@yahoo.com
Kegagalan terbesar yang pernah saya alami adalah saya dua kali gagal masuk kedalam PTN favorit yang saya idam idamkan sejak sekolah. Saya gagal masuk dengan jalur SNMPTN namun tidak mengecilkan hati saya untuk terus berusaha, kemudian saya mencoba jalur ekstensi berharap keberuntungan saya ada disitu, namun saya masih belum beruntung. Saya sedikit sedih karena begitu banyak orang yg mendukung saya untuk bisa masuk ke universitas negeri yang ada di kota saya dengan jurusan yang bagus, seperti kedua orang tua, teman dan guru saya. Saya merasa mengecewakan beliau karena perhatian beliau kepada saya begitu besar dengan memberikan saya sebuah buku panduan SNMPTN yang beliau berikan kepada saya saat pelajaran berlangsung di depan teman-teman saya. Tentu itu menjadi satu kejutan bagi saya, sungguh saya tidak pernah menyangka beliau sungguh sangat perhatian dengan saya yang sangat antusias untuk bisa masuk ke PTN dan mengambil jurusan Bahasa Inggris. Namun rasa kecewa itu saya bayar dengan masuk ke PTS terkemuka dan tak kalah bagusnya dengan PTN incaran saya dan mengambil jurusan Bahasa Inggris. Saya bertekad untuk tetap belajar dan terus belahar dimanapun saya menimba ilmu. Dan Alhamdulillah, tepat tanggal 28 Maret 2016 lalu saya sah menyandang gelar S.Pd dan itu semua berkat bantuan dan doa orang tua dan juga semangat yg telah diberikan oleh sosok yg sangat saya sayangi dan saya rindukan hingga saat ini, beliau Miss Lis, guru Bahasa Inggris saya saat duduk di bangku SMK dulu. Tinggal menunggu hari bagi saya untuk bisa merasakan rasanya memakai toga, dan itu akan membuktikan bahwa terkadang kegagalan tidak selalu mematikan mimpi, justru kegagalan adalah bahan bakar bagi kita untuk terus meraih mimpi.
Nama: Farikhatun Nisa
ReplyDeleteTwitter: @Littlepaper93
Email: farikhanisa14@gmail.com
Jawaban: Gagal mengikuti tes BIDIKMISI. Padahal aku ingin sekali bisa kuliah di perguruan tinggi negeri tanpa harus membebankan biaya kepada orangtua. Meskipun aku sadar dengan kemampuan akademikku. Namun kegagalan itu tak kujadikan alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Walau awalnya aku merasa kecewa dan putus asa, aku berusaha untuk terus meyakinkan diri sendiri bahwa perjuangan tidak berhenti sampai di sini. Selain dengan keyakinan, aku juga terus berusaha memperbaiki apa saja yang harus aku perbaiki dalam diriku. Dan mengusahakan apa yang harus aku usahakan. Salah satunya, aku memutuskan untuk kuliah di perguruan tinggi swasta sambil menjadi seorang pengajar. Tidak mudah memang, tapi setidaknya, hal itu adalah buah dari kegagalanku sebelumnya. Karena aku selalu yakin, keberhasilan tidak akan pernah ada tanpa adanya sebuah kegagalan.
Nama: Famia Kamilia
ReplyDeleteTwitter: @amifamia
email: amifamia@gmail.com
jawaban:
Kegagalan trbesar saya adalah saat orang tua saya kecewa terhadap keputusan saya dalam memilih pasangan hidup. Saat itu, saat melihat orang tua kecewa saya merasa menjadi orang yang paling tidak berguna dan telah gagal dalam hidup saya.. meski pada akhirnya saya mengalah tapi tetap saja hari itu masih tringat jelas di benak saya.
Nama: Tatyana AC
ReplyDeleteTwitter: @bluesky1319
Email: myungjin1319@gmail.com
Jawaban :
Kegagalan terbesar yang pernah saya alami adalah ketika saya gagal masuk sekolah yang begitu saya dambakan pada saat itu mental saya benar-benar down dab saya merasa jadi orang paling gagal tapi kedua orang tua saya terus mensupport saya supaya bangkit dan jadi lebih baik walaupun saya tidak sekolah di sekolahan terbaik. Dan saya berpikir mungkin ada benarnya perkataan kedua orang tua saya dengan begitu saya bisa bangkit dan menunjukkan kepada orang lain bahwa saya bisa menjadi lebih baik walaupun saya tidak dari sekolah terbaik
Nama: Tatyana AC
ReplyDeleteTwitter: @bluesky1319
Email: myungjin1319@gmail.com
Jawaban :
Kegagalan terbesar yang pernah saya alami adalah ketika saya gagal masuk sekolah yang begitu saya dambakan pada saat itu mental saya benar-benar down dab saya merasa jadi orang paling gagal tapi kedua orang tua saya terus mensupport saya supaya bangkit dan jadi lebih baik walaupun saya tidak sekolah di sekolahan terbaik. Dan saya berpikir mungkin ada benarnya perkataan kedua orang tua saya dengan begitu saya bisa bangkit dan menunjukkan kepada orang lain bahwa saya bisa menjadi lebih baik walaupun saya tidak dari sekolah terbaik
Rini Cipta Rahayu
ReplyDelete@rinicipta
rinspiration95@gmail.com
Kegagalan untuk membentuk kebiasaan. Kalau nggak salah, aku pernah baca kalau suatu kebiasaan itu terbentuk jika kita melakukannya terus menerus selama minimal 60 hari. Melakukan hal yang sama dalam waktu yang cukup panjang itu punya banyak tantangan ya. Dan seringnya aku masih gagal membentuk kebiasaan baru atau memperbaiki kebiasaanku yang salah. Penyebabnya ya macem-macem, kadang karena males, gak sempet, suka nunda-nunda dan sebagainya. Rasana tuh susah banget komitmen sama niat yang ku buat.
Untuk membiasakan kebiasaan itu, sekarang aku mencoba untuk nggak hanya meniatkannya tapi juga melaksanakannya. Aku akan mulai ketika mulai benar-benar siap dan kalau sudah dijalankan ya berusaha untuk menepatinya sebagai janji dan pembuktian bagi diri sendiri. Aku juga sering mengingatkan ke diri sendiri tentang budaya malu, masa sepik doang nggak ada hasilnya sih? Yaa, pokoknya sampai sekarang aku mencoba membentuk kebiasaan dan memperbaiki kebiasaan yang aku tau bahwa itu adalah kesalahan dengan terus mencoba dan fokus!
nama: Aulia
ReplyDeletetwitter: @nunaalia
e-mail: auliyati.online@gmail.com
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kau alami dan bagaimana kau mengatasinya?"
Dapat nilai merah di raport waktu SMP kelas 1. Itu nilai terburuk yg pernah aku dapat. Walaupun cuma satu mata pelajaran, aku kaget dan nggak percaya banget! Dan yg bikin menyesal adalah aku telah membuat orangtuaku kecewa. Sedih dan malu juga. Tapi hal itu jadi titik balik buat aku untuk memperbaiki diri, sebagai anak juga sebagai pelajar. Dari kejadian buruk itu aku memacu diriku untuk belajar lebih giat lagi, dan bertekad untuk meraih nilai yg lebih baik. Alhasil, di semester selanjutnya aku berhasil meraih peringkat rangking ke 3. Dan di kelas 2 dan 3, aku selalu menjadi rangking 3 besar. Alhamdulillah, sampai kuliah nilai-nilaiku selalu baik, bahkan beberapa kali sempat mendapat beasiswa. Aku bersyukur karena dengan begitu aku bisa membuat orangtuaku senang dan meringankan sedikit beban mereka.
Aku mendapatkan pelajaran bahwa di setiap kegagalan yg menimpa akan ada hikmahnya, dan akan membuat aku lebih berusaha untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNama : Rinita
ReplyDeleteAkun twitter : @rinitAvyy
E-mail : rinivir90@gmail.com
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kau alami dan bagaimana kau mengatasinya?"
Kegagalan itu merupakan kunci dari keberhasilan. tiap-tiap orang pasti akan menemui titik kegagalan dalam perjalanan hidupnya. Aku sendiri tentu pernah mengalami masa sulit itu. Walau kegagalanku ini memang enggak terlalu besar. Yaitu aku pernah gagal terpilih menjadi Kandidat Pengurus Osis 5 inti di sekolah. Aku tahu mungkin memang belum beruntung saja, dan cara mengatasi ketidak terpilihnya diriku adalah dengan menambah semangat bekerjaku di organisasi sekolahku. Mungkin aku belum beruntung disitu, tapi siapa tahu dilain waktu ketika aku telah berada di bangku perkuliahan aku bisa beruntung menjadi Pengurus Organisasi disana. Yang terpenting disetiap kegagalan yang terjadi jangan mudah putus asa hanya dengan sekali mencoba, Tetapi mencobalah berulang kali. Thomas Alva Edison saja pernah gagal 10083 kali dalam percobaannya untuk menciptakan lampu pijar. Semangat Thomas Alva Edison itulah yang selalu menginspirasi hidupku, sebanyak apapun kegagalan yang datang janganlah kau menyerah, hilangkan kata gagal dalam hidup mu seperti apa yang diucapkannya ”tidak ada kata gagal, yang ada hanyalah kurang tepatnya cara dalam belajar".
Putri Prama, @putripramaa, anantaprama@yahoo.co.id
ReplyDeleteApa kegagalan terbesar yang pernah kaualami dan bagaimana kau mengatasinya?
Mungkin kegagalanku ini bukanlah kegagalan yang besar bagi sebagian orang, tapi bagiku kegagalanku ini membuatku sangat hancur saat itu. Jadi, saat itu aku kelas delapan SMP. Pada saat pengambilan rapor aku sangat takut, mungkin resah saat orang tua mengambil rapor sudah biasa. Tapi bagiku tidak, aku benar-benar takut.
Aku heran kenapa ayahku nggak senyum sama sekali, dia juga tidak menyurukkan raporku padaku, hanya mengempitnya dan membiarkanku mengikutinya. Baru saat sudah di parkiran, ayahku ngomong dengan dingin, "Masuk." Setelah masuk, ayahku menyurukkan raporku dan akhirnya mengomel tentang peringkatku yang turun. Ayahku marah besar dan menyalahkanku. Ini memang salahku. Amarah ayah berlanjut hingga di rumah. Padahal, jarakku dengan peringkat di atasku hanya 1 dan ayahku marah besar.
Aku marah pada semuanya--ayah, ibu, teman, diriku sendiri. Aku mengurung diri selama tujuh hari liburan. Aku menutup pintu kamar hingga rasanya kamarku pengap sekali. Aku hanya keluar dari kamar saat tidak ada orang di rumah untuk makan. Aku bangun lebih pagi untuk mandi lalu menangis. Setelah mengurung diri, aku menginap di rumah teman selama empat hari dan mencoba untuk sejenak lupa. itu pertama kalinya aku se-down itu, bahkan hingga liburan berakhir aku sadar bahwa berat badanku turun selama liburan itu. Aku terlihat menyedihkan.
Akan tetapi, dari kegagalanku mendapat satu angka saja, aku belajar banyak hal. Aku lebih bertekad untuk meningkatkan nilaiku. Aku lebih merencanakan segala hal yang kulakukan. Hanya itu yang bisa kulakukan setelah kegagalanku. Berusaha-berusaha-berusaha!
Memang, untuk mengatasi kegagalanku aku sempat melarikan diri. Melarikan diri tersebut menjernihkan pikiranku, melebarkan pikiranku dan aku harus mengambil keputusan yang baik. Dari hal tersebut aku belajar banyak hal tentang 'bangkit' dan 'bangkit' lagi.
Hm, begitulah ceritaku. Semoga menginspirasi dan terima kasih untuk kesempatannya. Sukses selalu, Kak Tasniem, Kak Ridho, Kak Frida! ^_^
Nama : Daivara Rezuki Wijaya
ReplyDeleteTwitter : @dairezuki
Email : dairezuki@gmail.com
"Apa kegagalan terbesar yang pernah kaualami dan bagaimana kau mengatasinya?"
Kegagalan terbesarku itu waktu aku tidak bisa menghentikan aksi bunuh diri seorang teman. Aku hanya bisa diam melihat ia terus di bully, di lecehkan, bahkan di jadikan budak. Padahal aku mengenalnya sejak SMP namun karena dia merupakan orang yang tertutup, aku tidak begitu memahami dirinya.
Aku sempat mengurung diri hingga berhari-hari, menangis. Aku merasa jika yang terjadi padanya merupakan kesalahanku. Aku merasa gagal menjadi temannya. Aku merasa sangat bersalah, hingga aku terus mengalami mimpi buruk. Andaikan aku mengenalnya lebih dekat, merangkulnya seperti teman-temanku yang lain, membuatnya tertawa bukan membuat dia makin merasa di jauhi.
Kadang di kala malam, aku selalu memikirkan kegagalanku sebagai seorang teman. Aku merasa seseorang yang paling berdosa, dan aku tak sanggup jika mengingatnya. Menurutku, kejadian ini merupakan sesuatu yang paling berharga. Dan seharusnya setiap orang sadar, jika bullying dapat membuat seseorang kehilangan hidupnya. Tekanan yang di alaminya merupakan mimpi buruk di hidupnya. Seharusnya jika ada teman kita yang sedikit berbeda, rangkul lah mereka dan berikan mereka kenangan yang indah, bukannya yang menyakitkan.
Dan cara aku mengatasinya adalah dengan menjadikan kegagalan itu sebagai pelajaran untuk di masa depan. Aku mencoba menjadi pribadi yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Aku mencoba menjadi sosok yang tidak membedakan seseorang dalam hal pertemanan. Kegagalanku menjadi seorang teman akan ku jadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga.
Sukses selalu kak!
Sekian, terima kasih:)
April Silalah / @aprlboanarges
ReplyDeletehilda.silalahi92@gmail.com
Kegagalan terbesar dalam hidupku adalah tidak lulus UN saat SMA di tahun 2010. Aku gagal di satu pelajaran geografi karena seminggu sebelumnya ayahku meninggal yang membuat persiapan belajarku kacau balau.
Tapi aku harus bangkit walau seluruh mata murid di sekolahku menampakkan wajah kasian terhadapku.
Aku tetap mengikuti bimbingan belajar ulang dari guru di sekolah. Waktu itu UN ada remedialnya, aku tetap mengikuti remedial itu walau memalukan sekali. Akhirnya usahaku tidak sia-sia, aku dapat lulus UN dan diterima di perguruan tinggu Negri sesudahnya :D
Selalu ada keberhasilan yang datang setelah kegagalan, percayalah :)
Nama: Fetreiscia Frida
ReplyDeleteTwitter: @fetreisciafrida
Email: fetreisciafrida@gmail.com
Kegagalan terbesar dalam hidupku yang sampai saat ini masih kepikiran dalam ingatanku adalah meyalahkan diri sendiri atas kematian seseorang. Waktu itu aku masih berada diambang umur yang bisa dikatakan sedang dalam masa pencarian jati diri. Dan pada masa itu aku dihadapkan oleh suatu situasi yang menurutku sangat menakutkan. Yaitu kehilangan dalam artian kematian. Waktu itu ayah ku sakit, dan sehari sebelum beliau meninggal ia tampak sangat rapuh dan sangat kesakitan. Saat itu aku berdoa dan meminta kepada Tuhan. Lalu sampai akhirnya keesokkan harinya beliau harus benar2 pergi meninggalkan kami. Dan selama hampir satu minggu aku ga bisa berhenti menyalahlan diri sendiri yang aku pikir saat itu papa meninggal karena doa dan permintaanku dalam doa itu. Aku merasa terpuruk karena belum siap ditinggal papa. Pada saat itu aku bisa bangkit karena orang2 diaekitarku, dan karena firman. Aku orang kristiani, jadi pada saat2 rapuhnya itu aku coba untuk lebih mencari jawaban atas semua hal ini dari dalam alkitab. Dan seperti mendapat jawaban hidupku kembali dibentuk. Kembali disadarkan bahwa hidup dan mati seseorang sudah diatur oleh Tuhan. Karena ga ada yang abadi didunia ini. Semua orang akhirnya akan kembali 'pulang'. Hanya waktunya saja yang kita ga tau. Orang2 disekitarku juga memberi bayak masukan dan semangat serta motivasi. Dan dari sana saya mulai berlapang dada dan sedikit demi sedikit mulai berhnti merasa bersalah. Dan dari keterpurukan ini saya menjadi sedikit lebih dewasa dan lebih positif lagi menjalani hidup.
Nama: Cahya
ReplyDeleteTwitter: @chynrm
Email: cahyasptm@gmail.com
Gagal sidang dan wisuda.
File skripsi yang kusimpan semua dalam flashdisk khusus, suatu hari flashdisk itu hilang gitu aja. Biasanya kutaruh di dekat meja komputer di sebelah ruang tengah di rumah. Salahnya adalah aku tidak mem-backup seluruh datanya ke komputer atau laptop. Sudah dicari ke seantereo rumah tapi tidak ketemu flashdisk-nya. Sudah tanya teman yang mungkin minjam tanpa kasih tahu dulu atau ada ketinggalan di tempat mereka, tak ada satu pun yang menjawab "ya, punyamu ada di sini."
Bingsal maksimal karena banyak yang belum sempat di-print. Sempat mencurigai teman-temannya saudaraku yang waktu itu pernah main ke rumah untuk bikin tugas. Bukan nuduh, hanya curiga, mungkin terbawa atau tertukar. Saudaraku sudah menanyakan ke semua temannya yang datang hari itu, mereka berani sumpah mereka tidak mengambil barang apa pun atau ada flashdisk yang tertukar dengan punyaku.
Ya Tuhan... sempat pesimis dan pasrah. Rasa malu dan kecewa pada keluarga di rumah karena kehilangan modal penting untuk menuju hari bersejarah itu. Tapi akhirnya disemangati lagi oleh keluarga, teman-teman, dan dospem bahwa aku bisa coba dari awal. Masih bisa coba daftar di sidang dan wisuda periode selanjutnya. Meski rasanya berat karena semua data statistik sebagai dasar perhitungannya ada di flashdisk itu semua. Rasanya nggak terima kenapa itu harus terjadi padaku. Selama beberapa waktu aku belum bisa deal dengan keadaan yang kualami. Denial tak berkesudahan.
Setelah beberapa waktu berlalu, flashdisk itu tetap tidak ketemu. Tapi aku sudah mulai 'kalem', deal dengan keadaan, nggak denial lagi, dan memulai lagi project itu dari awal. Lalu iseng buka email di kolom sent. Aku baru sadar kalau aku pernah kirim attachment data skripsiku ke seorang alumni yang kumintai tolong untuk ikut mengoreksi hasil revisiku sebelum diserahkan ke dospem. File-nya masih ada di sana. Memang sih tidak selengkap dan serapi seperti file yang ada di flashdisk, tapi setidaknya melalui file di attachment itu aku tidak perlu mengulang semuanya dari awal. Aku bisa tinggal touch up di sana-sini untuk menyempurnakannya. Aaahhhh dodolnya kenapa baru ingat? Kenapa nggak dari sebelum-sebelumnya?
Ini semacam keteledoran yang berujung ujian mental. Mental breakdown! Dalam situasi seperti itu aku tidak bisa berpikir jernih bahkan mengingat kalau aku sempat kirim email attachment itu. Pasca kejadian nahas itu rasanya masih shock dan aku sangat enggan menyentuh komputer, laptop, hape, apalagi buka-buka email. Setelah bisa 'kalem' barulah semuanya jadi lebih terang benderang.
Intinya aku harus bisa bersikap tenang dan berpikir jernih di tiap keadaan, seburuk apa pun itu.
Nama: Fitriscia Jacilia
ReplyDeleteTwitter: @jacilpo
Email: fitrisciajacilia@gmail.com
Hal yang membuat aku jatuh adalah saat aku gagal lolos beasiswa PPA BCA. Saat itu, aku akan lulus dari SMK dan sedang memikirkan kelanjutan hidupku. Aku sangat ingin melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi, yaitu kuliah. Tapi kondisi keuangan keluargaku yg tidak memungkinkan, apalagi mamaku harus membayar langsung 2 orang sekaligus, tanpa ada bantuan keuangan lain, karena aku dan saudara kembarku adalah anak satu2nya dalam keluarga, sehingga tidak ada kakak yg sudah bekerja dan membantu keuangan keluarga. Saat itu aku mencari-cari beasiswa yg cocok untukku, sampai aku mengikuti beasiswa PPA BCA ini. Aku dan kembaranku mengirimkan lamaran, dan kami lolos untuk masuk seleksi selanjutnya. Singkat cerita, hasil tes menyatakan hanya aku yg lolos untuk masuk tahap selanjutnya. Maka dengan semangat aku mengambil kesempatan itu, dan Puji Tuhan lolos sampai tahap wawancara. Aku udh pede banget diterima, karena kata senior yg lulus dan diterima disana, kalau sudah sampai tahap ini, udh pasti diterima. Namun sayang sekali, mungkin bukan jodohnya disana, aku gagal di tahap wawancara 2, selangkah lagi menuju tahap tes kesehatan yg menjadi tahap terakhir. Aku sedih banget, sampai2 nangis waktu mendengar beritanya. Aku merasa jatuh dan gagal banget saat itu. Sampai guruku datang dan menasihati aku, disitu aku mendapatkan motivasi baru. Kalau jalan satu tertutup, masih ada jalan 2, 3, 4 dst.
Maka dengan motivasi itu, aku bangkit dan mencoba mencari beasiswa lain.
Singkat cerita lagi, aku dan kembaranku mengikuti tes beasiswa yg diadakan salah satu perguruan tinggi. Mengambil pelajaran dari sebelumnya, aku mencoba mencari kesalahanku, intropeksi diri kenapa di tes sebelumnya aku bisa gagal, maka kujadikan hal itu untuk lebih memperbaiki diri, dan tidak menjadikannya kesedihan yg berlalu-lalu.
Aku mengikuti tes demi tes lebih serius, dan Puji Tuhan ternyata aku dan kembaranku lolos dan diterima. Senangnya bukan main. Ternyata benar kata guruku, jalan 1 tertutup, lihatlah, masih ada jalan 2, 3, 4, dst yg masih terbuka untukmu. Dan motivasi ini kujadikan kekuatan disetiap kali aku merasa jalan bagiku tertutup.
Nama: Ari
ReplyDeleteTwitter: @tiarizee
Email: muthia_batari@yahoo.com
Kegagalan terbesar yang pernah aku alami adalah mengecewakan keluargaku. Aku tidak bisa menceritakan detailnya, tapi yang jelas pada saat itu keluargaku kaget dan ibuku menangis. Hasil yang kudapat dari hal ini? Kehilangan kepercayaan orang tuaku. Boleh jadi kejadian itu sudah lama dan tidak pernah diungkit kembali. Namun seperti ada lonceng tersendiri didalam otakku. Saat menghabiskan waktu bersama mereka, tertawa bersama mereka, lonceng tersebut dengan kejamnya berbunyi, seakan ingin mengingatkanku atas apa yang pernah kulakukan. Mengecewakan mereka. Sungguh, aku pernah merasa sangat bodoh sudah mengecewakan mereka. Sempat terbersit untuk melakukan hal yang tidak seharusnya kulakukan sebagai pelampiasan atas apa yang telah terjadi. Namun terimakasih kepada perkataan menusuk dari percakapan dengan sahabatku tentang masalah ini. Kembali aku mengingat saat pikiran kotor itu pernah ada dibenakku, rasanya ingin kutampar saja wajahku saat itu hingga aku sadar sepenuhnya.
Kalau ditanya apakah ini kegagalan terbesar yang pernah aku alami? Tentu saja jawabannya iya, karena aku sebagai anak sudah mengecewakan kedua orangtuaku. Dan harga mahal yang harus kubayar adalah kehilangan kepercayaan mereka.
Kalau ditanya bagaimana aku mengatasinya, mungkin dalam konteks masalahku adalah 'bagaimana caraku memperbaikinya'. Tidak banyak yang bisa kuperbuat setelah mengecewakan orang tersayang. Aku juga tidak berharap mereka dengan cepat akan menaruh kepercayaannya lagi kepadaku. Hal pertama yang kulakukan adalah mencoba belajar untuk ikhlas. Sungguh, mencoba untuk ikhlas berat sekali rasanya. Mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, tanpa harus kembali menyesalinya.
Aku pun mencoba mulai menjadi diriku yang dulu, setidaknya sebagai tanda bahwa aku baik-baik saja. Aku tidak ingin mengkhawatirkan mereka dengan melihatku terpuruk.
Selain itu aku sekarang sedang mencoba untuk selalu patuh kepada orang tuaku. Apa pun itu, selalu kuiyakan. Membantu ibuku di dapur, memijat ayah setelah pulang bekerja, mengurus rumah, belajar yang rajin, semua kulakukan. Bukan untuk memperoleh kepercayaan mereka kembali, ini semua aku lakukan sebagai salah satu caraku untuk menebus rasa bersalahku atas apa yang telah aku lakukan sehingga membuat mereka kecewa. Membuat mereka kecewa adalah hal yang tidak akan pernah aku lakukan lagi, sekali pun tidak akan pernah.
1. Cek
ReplyDelete2. Selesai
3. Finish
Nama : Pida Alandrian
Twitter : @PidaAlandrian92
Email : shafrida.alandrian@gmail.com
Setuju banget dengan kutipan yang ada di dalam novel ini:
"Aku tidak terima. Perjuanganku selama tiga tahun di sekolah, berbulan-bulan khusus untuk persiapan ujian, hanya ditentukan oleh angka desimal yang didapat dari beberapa jam saja mengerjakan soal ujian. Di mana keadilan?" (hlm. 11)
Kadang2 kita di buat kesal dngan peraturan pendidikan, apa dasarnya sehingga kelulusan itu hanya di tentukan dari nilai UN aja, padahal slama di sekolah kita disuruh jungkir balik dengan materi2 puluhan pelajaran yg ada.
Oke.. back to topic
Kadang2 org berpikir bahwa kegagalan terbesar yg di alami selama hidup itu adalah cobaan wajib bagi setiap umat manusia. Kl belum mengalaminya berarti belum mapan/bijak dalam mengambil suatu keputusan.
Bagaimana denganku?
Bagiku kegagalan terbesar yg pernah aku alami adalah aku belum berani mengambil keputusan sendiri. Padahal keputusan yg harus aku putuskan itu adalah untuk masa depanku sendiri. Kadang aku merasa kurang percaya diri akan keputusan yg aku ambil nantinya, takutnya keputusan yg aku ambil itu salah yg malah dpt merugikan diriku sendiri. Sehingga setiap aku harus mengambil keputusan aku pasti akan berkonsultasi dengan ibuku dulu, meminta solusi dan pendapat darinya akan keputusan tersebut.
Tapi sampai kapan aku harus terus meminta solusi kpd ibuku? Tidak selamanya aku akan selalu merepotkan ibuku, krn anak ibu bukan aku saja, masih ada adik2ku yg lain yg lebih memerlukan ibu krn mereka masih kecil. Sedangkan aku? Aku sudah besar, aku kuliah, aku sekolah, sudah waktunya aku untuk bangkit dari ketidakberanianku terhadap pengambilan keputusan.
(cara mengatasinya)
Sejak saat itulah, aku bertekad pada diriku sendiri, untuk yakin akan kemampuan diriku dlm mengambil suatu keputusan. Memutuskan sesuatu itu butuh keyakinan yg kuat akan dampak yg kita ambil nantinya. Adakalanya keputusan yg aku ambil sesuai dgn yg kita harapkan, tp adakalanya tidak, malah ada juga yg merugikan diri sendiri.
Aku belajar dari ibuku, cara beliau dlm menyikapi suatu keputusan. Tidak langsung membuat keputusan, tp pelajari dulu dampak dr keputusan itu,.
Selalu berpikiran positif terhadap keputusan yg aku ambil. Tidak memperdulika org2 yg meremehkan keputusanku > yakin pd diri sendiri.
Yg paling penting berserah kepada Tuhan atas keputusan yg akan aku ambil, meminta petunjuk dari-Nya.
Itu saja kegagalan terbesar yg pernah aku alami dan cara aku mengatasinya.
Salam Pida Alandrian
Nama : Ratih
ReplyDeleteTwitter: Jju_naa
Email : ratihmulyati02@gmail.com
Gagal masuk SMAN.
Dulu itu, bingung mau milih SMA/SMK. Semisal aku ngambil SMA, positif aku bawa motor sendiri, karena lokasinya ga terlalu rame kendaraan. Dan semisal aku ngambil SMK, positif naik angkot, karena lokasinya di tengah kota. Yg bikin baper, aku itu minat ke SMA tapi trauma berat naik motor. Ayah aku juga nyaranin SMA, tapi apa kabar sama motor?. Hal sepele berujung bencana .
Jadi sewaktu di kasih F1 sama sekolah, aku ga tulis mau kemana. Cuma minta TTD ayah, ditanya "Kok blm di isi? ". Aku cuma bilang "Nanti aja di sekolah, bareng temen. Perhotelan kok" disitulah letak kebodohan aku waktu itu, bukannya dapet pencerahan malah tambah riweh.
Milih SMK, malah brasa salah dan ga nyaman. Dan sewaktu daftar ke SMKnya ternyata kurang tinggi :'( dan tulisan perhotelan itu langsung di coret spidol *F1 aku ternoda . Disaranin milih tata boga. Ayah aku bilang, di pikir2 dululah, dan berkasnya di tinggal di situ.
Aku minta di anter ke SMP, alesan mau main & nanya2. Padahal asli galau -FYI, Ayah aku jelas ga bakal ngasih izin masuk tata boga, dan aku sadar slama perjalanan pulang ayahku itu kesel. Untungnya ga di muntahin saat itu juga.
Jadi slama di smp itu denger kbr kalau form anak2 udah di stor ke SMA tujuan -syok, karena niatnya mau banting stir ke SMA. Jadi aku & temen ke SMA itu buat stalking dan ternyata masih bisa daftar, tapi quota tambahan, ga bareng anak2 lain.
Dgn semanget 45 aku bilang ke ayah "Kakak masih bisa masuk SMA A, tinggal ngumpul berkas tadi siang" jadi besoknya ayah aku ke SMK buat ngambil berkas dan langsung ke SMA (bareng aku).
Tapi, pas tes ga sebanding bgt. Parah. Entah panitianya yg keliru ngasih nomor atau apa. Di ruangan aku itu, ga ada satupun yg ngerjain, sibuk ngobrol dan sesuatu terjadi, pengawasnya keliling nyebarin kopelan. Dan cuma aku yg ga dapet.
Emezingnya, pas pengumuman, seruangan itu cuma aku yg ga lulus -_-. Nangislah, itu tiket terakhir. Sejujurnya, aku itu ga pernah nyusahin ayah aku kaya gini, sewaktu daftar SMP pun aku daftar sendiri. Merasa bersalah, sedih, dan kesel dalam satu waktu.
Well, keselnya ayah aku -karena aku plin plan- itu terbukti. Kalau enggak ibu aku usaha nyari pinjeman buat pendaftaran masuk SMAS, positif aku putus sekolah. Karena ayah bener2 ga open. (aku sama ayah jd agak renggang)
Karena ga niat. Selama awal2 semester di SMAS aku itu makan hati sendiri, masih ga terima gitu. apalagi liat temen pakai pakaian negeri -down dan rada minder.
Tapi pas lama2 aku mencoba menerima keadaan dan berusaha mencintai SMA ku ini. Berusaha ubtuk giat belajar dan say hi ke temen2 . Brusaha jadi anak baik biar ayah aku ga dapet surat pangila. selama sekolah, pertama klinya ayah dtg pas pengumuman kelulusan -mulai pendaftaran, aku ngurus sendiri.
Tapi, alhamdulillah aku bisa masuk PTN - bidik misi. Selama ngurus berkas dan tes aku berusaha ga ngasih tau ayah -takut keulang lagi. Nah pas pegumuman baru ak brani ngasih kbr, dan mata ayahku berkaca2 terus meluk aku.
Yakin semisal aku masuk negeri, blm tentu bisa bljr segiat itu dan bisa kaya sekrang . Punya banyak temen.
Karena di balik sebuah kegagalan, ada sebuah skenario keberhasilan yg jauh lebih manis saat dikenang nantinya (krna proses yg panjang & melelahkan, jd kita bisa lebih menghargai itu)
*Maaf curcol, intinya jgn labil dlm mengambil keputusan.
Nama: Agnes
ReplyDeleteTwitter: @its_nessie
Email: Bookieslicious@gmail.com
Kegagalan terbesar yg pernah ku alami? Jujur dibilang besar bgt mungkin belum ya, krn aku masih anak sekolah yg sebentar lg akan lulus yayyy, ya intinya blm banyak sih. Tp ada nih satu yg menurutku besar tp pasti menurut orang lain lebayyy dan biasa aja.
Yahhhh yauda aku mau share kegagalanku ini sama kalian yg bersedia membacanya saja.
Gagal mendapatkan cowok yg saya sukakkk!!! Lah trs besarnya dimana? Iyaaaa krn dia cowok yg saya suka pertama kalinya dan gagal mendapatkannya maka saya merasaaaa besar bgt kegagalannya ini. Jadi, entah bbrp tahun yg lalu ketika baru masuk SMP nih ada kakak kelas yg menarik perhatianku, ganteng sih enggak cuma humoris bgt mungkin krn itu aku jd suka dengannya. Tapi baru mengenalnya bbrp bulan dia memutuskan untuk pindah ke Malang, syedihhh enggak sih ditinggal sama orang yg kalian suka dan belum mendapatkannya? Bangettt. Walaupun saya tahu itu mah cuma cinta monyet, tp sampe sekarang pun saya masih mengaguminya padahal itu makhluk tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Yg membuat saya gagal adalah bukan krn tdk mendapatkan cintanya tapi saya gagal mengetahui alasan dibalik ia membenci saya? Sempat saya dengar isu-isu ia pun menyukai saya lantas mengapa selama didekat saya ia seolah-olah menganggap saya adalah musuh terbesarnya? Saya heran dan teka-teki itulah yg membuat saya sampai skrg merasa gagal, krn tdk kunjung menemukan jawabannya.
Cara menghadapinya? Ala-ala move on nih ya
1. Berusaha untuk tidak iseng. Iseng stalk sosial medianya. Yang ada gak akan bisa melupakannya deh.
2. Cari pacar baru. Tp cara ini enggak cukup ampuh buat digunakan, krn lupanya cuma saat lagi berdua saja kalau lagi sendirian akan kembali menggilai yg lama deh.
3. Mencari kesenangan lain. Misal nih saya suka baca maka dari itu saya akan membaca banyak buku untuk melupakannya dan kalau perlu cari buku yg benar-benar bisa membuat Anda terkena book hangover sehingga secara perlahan Anda akan melupakannya terlebih kalau menemukan sesosok karakter pria yg keren bgt walaupun kita tahu ia hanyalah tokoh fiksi tp percaya deh seseorang yg suka membaca akan menganggapnya sebagai tokoh sungguhan yg hidup. Nah kalau cara ketiga ini ampuh bgt untuk diterapkan loh :)