15 February 2015

The Most "Quotable" Quotes from "Sabtu Bersama Bapak"

Akhir-akhir ini saya mengidentifikasi diri saya sebagai sejenis makhluk paradoksal. Di satu sisi, saya orang yang cukup mudah mengikuti arus, terlebih jika orang terdekat saya yang meyakinkan saya. Misalnya, jika seorang teman saya yang gemar mengoleksi novel (seperti saya) dan penggemar karya Ika Natassa mengiming-imingi saya, "Kamu harus baca Twivortiare 2, Frid! Bagus!", maka tanpa lama-lama, saya akan langsung meminjam dan membaca Twivortiare 2 miliknya. Tapi, di sisi lain, saya bukan tipe orang yang mudah tercebur dalam arus bacaan-bacaan yang sedang menjadi trending topic dan dianggap bagus oleh banyak orang. Saya agak skeptis, jangan-jangan ribuan orang yang memberi rating tinggi di Goodreads akan buku-buku yang sedang booming itu cuma ikut-ikutan dan terlalu subjektif. Maka, saya cenderung melewatkan banyak buku yang sedang booming, dan memilih membaca buku yang memang ingin saya baca. Nah, itulah mengapa, saya baru baca Sabtu Bersama Bapak saat novel itu sudah kelewat jauh masa booming-nya. Dengan begitu, saya tidak terseret oleh penilaian orang lain akan buku itu, dan bisa membaca dengan tenang. Dan...., saya dapat menemukan sendiri mengapa banyak orang bilang bahwa buku ini bagus.

Mengapa?

Mungkin karena ketika membaca novel ini, orang melihat berbagai pelajaran hidup yang diajarkan sang Bapak kepada Satya dan Cakra itu sesuai untuk hidup mereka sendiri. Bahkan mungkin jauh lebih sesuai untuk hidup pembacanya, dibandingkan untuk tokoh dalam novel itu sendiri.

Saya menemukan beberapa quotes yang bagus, tapi ada dua yang paling menyentuh perasaan dan hidup saya.

#First



#Second


Yang kedua bikin saya bertekad untuk menjadi orang tua yang pantas menjadi panutan bagi anak-anak saya kelak. Dari sini, saya juga menyadari bahwa orang tua saya tidak pernah menuntut kakak saya untuk menjadi panutan bagi saya dan adik saya. Mereka juga tidak pernah menuntut saya seperti itu. Betapa saya bersyukur karena telah menyadari hal ini.

(Terima kasih, @halimluthfi , karena telah meminjami saya buku ini ^^.)

2 comments:

  1. Sampai sekarang, buku ini masih saya baca bolak-balik karena memang menyentuh dan mangajari sekali. Saya sampai harus menunda meresensinya demi memahami betul isi bukunya. Keren banget pokoknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, benar sekali, buku ini dengan mudahnya menjelma jadi semacam panduan hidup... Saya juga dari awal membaca buku ini tak punya intensi untuk meresensi, karena saya ingin fokus menikmati. Hehehe, salam ^^

      Delete

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets