Kala
Dia membawa Edward pergi, aku berteriak dan menerjang
pagar kubikel dengan moncongku. Lenguhan napas dan jeritan ributku membuatnya
menoleh, tapi tidak Edward.
Pandanganku ngilu.
"Hei, Bella, kau ingin pergi juga? Saatmu belum tiba, masih beberapa bulan lagi."
Aku
tetap berteriak-teriak, kaki pendekku dengan tak bergunanya
menggelepar-gelepar. Moncongku mengendus-endus keras ke arah Edward.
"Apa lagi, Bella? Idul Adha sebentar lagi, Edward harus pergi."
Edward
harus pergi. Tiga kata itu bagai tiga lecut pisau yang menguliti impian
gemilangku sampai luruh seluruhnya dan terjatuh berdebam di atas ranah seluas
pagar pembatas tempatku tersekap dengan sukarela, bercampur aduk dengan tanah
lembek bercampur kotoran, makanan yang tertumpah, dan butir-butir air mata.
Bisa kudengar betapa sumbangnya
teriakan-teriakan yang lolos dari leher pendekku, yang saking pendeknya
membuatku terlihat seperti makhluk dari kelas Arachnida yang badannya terdiri
dari kepala-leher tergabung alias cephalothorax
dan abdomen. Tahukah kalian, bahwa aku sering merasa buruk rupa setiap melihat
bayanganku terpantul dari genangan air? Tubuh gempalku berwarna merah muda lengkap
dengan empat kaki pendek. Leher pendek menyulitkan gerakanku untuk menoleh, apalagi
mendongak. Sepanjang hidup aku tak pernah melihat bulan yang kata sesama hewan
cantik itu. Namun, Edward pernah berkata, “Kau pasti tak pernah mengira bahwa
aku juga sering merasa buruk rupa dengan jembut daguku* yang terus memanjang
kewer-kewer ini. Yang mau kukatakan adalah, kita semua tidak sempurna. Pun kita
berbeda, tapi jika bersatu, aku yakin kita berdua akan bisa saling menguatkan.”
Apakah Edward tak ingat akan janji yang
tersemat di antara pagar pembatas kandang kami? Yang tersulam dalam sentuhan antara
moncongku dan moncongnya—bahwa kami akan selalu bersama? Tak kusangka, demikian
tak berdayanya kami di tangan manusia. Tak cukup bagi mereka untuk sekadar
mengotak-ngotakkan kami dalam dua kandang berbeda, ternyata.
Edward
harus pergi. Karena dia kambing dan aku babi. Karena aku menguik dan dia
mengembik. Karena ia dikorbankan saat Idul Adha dan aku disembelih saat Imlek
tiba. Karena keduanya tak pernah terjadi bersama-sama.[]
*Istilah "jembut dagu" saya pinjam dari novel Tiger on My Bed karya Christian Simamora.
[Flash fiction ini diikutkan tantangan #NulisBarengAlumni Kampus Fiksi dengan tema "babi". ]
Haha. Bisa gitu. Cinta antara Babi dan Kambing. Tapi, selalu aja ada pihak ketiga, ya, mbak? Eh gimana.
ReplyDeleteHehe, bisa dong, krn itu simbol :D
DeleteKeren...
ReplyDelete*Lagi bayangin Robert Pattinson dan Kristen Stewart jadi pengisi suaranya.. hehe (-:
Ntar kalo dibikin animasi, muka si kambing sama si babi dibikin mirip mereka berdua :((
Delete