29 June 2015

[Resensi MARRY NOW, SORRY LATER] Perlukah Jatuh Cinta Dulu untuk Bahagia?

Judul: Marry Now, Sorry Later
Penulis : Christian Simamora
Editor: Alit Palupi
Penerbit: Twigora
Cetakan: I, 2015
Tebal: x + 438 halaman
ISBN: 978-602-70362-2-2
Harga: Rp 77.700 (Non-tanda-tangan)
Rating saya : 4/5




First, this is the first Chrismor's books I've ever read, and I've already planned to read more of his books. Hahaha.
Second, I got this book from winning a blog tour giveaway, and I'm very glad of it.

Third, this book got me being very delusional of its romance!



Premis novel ini adalah Jao Lee is the Beast and Reina is the Beauty, yang menikah bukan karena cinta. Ya, Bang Chrismor mengambil cerita Beauty and The Beast untuk direkacipta. Tapi, nggak seperti Beast yang buruk rupa, Jao adalah seorang monster dengan fisik sempurna! Monster-nya dia adalah sikap dingin, arogan, bossy, dan menyebalkan, hingga membuat Reina langsung ilfil dan perlahan berubah jadi takut. Thanks to her mom, Jao tumbuh menjadi seorang laki-laki yang tidak percaya cinta. Kepergian mamanya dari rumah, demi mengejar cinta barunya, membuat hati Jao jadi keras dan dingin.
"Love isn’t a sure thing—never was and never will. Dan ketika cinta sudah nggak ada lagi di hati, buat apa juga dipertahankan?"
(Jao’s Mom, hal. 96)
Reina, putri tunggal pemilik Hardiansyah Electronics, harus menanggung warisan utang yang besar, yang dipinjam perusahaan itu dari Shylock Indonesia yang dipimpin Jao. Untuk membayar itu, Reina menemui Jao dan memohon kelonggaran, yang ditanggapi dengan sangat dingin dan tak berperasaan. 

"Reina, this is business. Perasaan sentimentil nggak terlibat di dalamnya." 
(Jao, hal. 84-5)


Akhirnya, Reina bersedia untuk "tidur" bersama Jao (padahal tawaran yang diajukan Jao waktu itu hanya bercanda) agar Jao bersedia mengundur tenggat waktu pembayaran utang. Namun, kelar tidur bersama, Jao menawarkan penawaran lain, yang akan menghapus seluruh utang itu, bahkan ia bersedia membantu membenahi perusahaan yang tengah terpuruk itu. Apa syaratnya? 
"Jadi istri gue." 
(Jao, hal. 127)
Awalnya, jelas Reina menolak. Bagaimana bisa menjadi istri dari orang yang amat dibencinya?
"Lo sadar nggak arrangement kita ini seperti apa? Siti Nurbaya—dengan gue sebagai Siti dan lo, obviously, adalah Datuk Meringgih-nya!"
(Reina, hal. 44)
Tapi, setelah mengalami sendiri bagaimana dijauhi dan di-bully oleh teman-teman dekatnya dulu (Alluna, Diadora, Haci, Tommy) karena ia sudah jatuh miskin, Reina menyadari bahwa ia tak siap hidup miskin. Bayangan menjadi miskin sangat mengerikan: tak diundang lagi dalam Pamela Ang's fashion show, tak bisa lagi membeli barang-barang ber-merk favoritnya kecuali ada diskon besar-besaran, dll semacam itu. Akhirnya, Reina menyetujui tawaran itu. (Yeah, this book's kinda full of characters from high class society and don't get bothered if there is hedonism there and there.)
Kemudian, Reina menghilang di hari resepsi pernikahannya. Selama enam bulan berikutnya ia hidup bersembunyi di Bali, menjadi volunteer di sebuah panti asuhan bernama Lotus. Bagian pembuka novel menyajikan bagaimana akhirnya Jao berhasil menemukannya dan membawanya 'pulang'.


Bu Gayatri: Jaga Reina baik-baik, ya.
Jao: She is my wife. It’s my duty to keep her safe by my side. 
(hal. 26)
Kesepakatan yang mereka buat memaksa Reina menjalani peran sebagai Mrs. Lee sampai enam bulan ke depan. Pertengkaran-pertengkaran mewarnai hari-hari mereka. Tibalah saat Reina menyesali keputusannya itu, mengapa ia bermain-main dg kesepakatan demi kesepakatan itu?

Sementara itu, Jao yang tidak pernah tidak mendapat apa yang ia inginkan, telah bertekad akan membuat Reina menjadi miliknya. Ia berusaha melakukan banyak cara untuk menaklukkan kekeraskepalaan Reina beserta segenap aturannya itu (no sex, physical interactions, etc.). Menuruti saran Michael--yg awalnya ia anggap terlalu cheesy--Jao akhirnya menerapkan mantra boyfriend experience:
Treat her like a person, then like a princess, then like a greek goddess, then a person again.
Cewek-cewek itu mencari connection, Jao. Mereka butuh dicintai dan dinomorsatukan oleh pasangannya. 
(Michael, hal. 189) 
Akankah berhasil?

***
"Hey, we’re husband and wife. We’re automatically a team." 
(Jao, hal. 336)
Ini adalah novel kedelapan dari seri #JBoyfriend. Tapi, seperti sudah saya singgung tadi, ini adalah yang pertama saya baca, sehingga saya belum tahu seperti apa gaya menulis Bang Chrismor sebelumnya. Ada beberapa orang di Goodreads yang bilang bahwa benang merah cerita yang nyaris sama di kedelapan seri ini bikin mereka bosan. Tapi, yah, karena memori baca saya masih steril dari para #JBoyfriends, maka buku ini bagus-bagus aja buat saya. Mungkin juga karena dibandingkan seri-seri #JBoyfriend sebelumnya, buku ini yang paling ramah, dalam artian nggak banyak dialog dan istilah kebarat-baratan dan/ atau aneh yang suka dijungkir-balikkan oleh penulis.



Cerita romansa yang berawal dari hate relationship berubah jadi love one rasanya tak akan pernah habis dibikin, ya! Dan ajaibnya, di tangan Bang Chrismor, cerita yang klise itu jadi mendebarkan (terlebih untuk adegan-adegan seksinya yang eksplisit, huh-hah!) dan bikin gila (terlebih karena keasyikan ngebayangin sosok Jao)! Penuturannya yang ringan merengkuh pembaca untuk masuk ke alurnya dengan sukarela dan cukup mudah, bahkan sampai nagih. Jarang, lho, ada buku yang bisa bikin saya terikat dengan ceritanya, jika meletakkan buku itu pasti ada sesuatu yg terasa kurang. Kemudian, untuk novel pertama bertema pernikahan yang ditulis oleh Bang Chrismor, hawa kehidupan pernikahannya terasa hidup dan penuh drama, tentu saja.

Nggak ada bagian yang bikin saya bosan. All about this book is alright. Meski kadang saya nyinyir membaca gaya hidup kelas atas para tokohnya. Para tokoh dalam buku ini, dilihat dari namanya saja sudah terasa bahwa mereka bagian dari high-class society. Nama belakang mereka beraura keluarga besar yang kekayaannya nggak habis sampai tujuh turunan, kayak Diega Gabaldi, mungkin, dan Jao Lee tentunya. Hahaha. Kembali lagi, yang bikin saya nyinyir adalah betapa hedonisnya mereka itu (melirik kehidupan sendiri yang sederhana sebagai anak kosan wkwk)!

"Ironis, di belahan bumi ini, ada orang yang kelebihan uang hingga merasa tak apa-apa kalau menyia-nyiakannya. Sedangkan di belahan bumi lain, ada orang yang uring-uringan dengan utang warisan." 
(hal. 101)


Dan, yah, sebagai anak kosan yang sederhana (lagi, penting banget ditegasin terus), saya nggak mengerti berbagai istilah fashion, berbagai merk, dan lain-lain yang berbau mahal atau istilah tertentu karangan Bang Chrismor (atau nggak? seperti puh-leez). Crème de la crème, gaun berpotongan empire, two-pieced tweed-nya Chanel, flats Tory Burch, nail art decoden, merk Monika Csutak, kerah halter, drapery, et cetera et cetera. Maafkan saya yang agak malas mencarinya di internet, huahaha.


Nggak seperti sinetron yang biasa tayang di TV nasional, tokoh-tokoh dalam novel ini benar-benar abu-abu! Si monster sering jahat, tapi nggak jarang ia menunjukkan sisi baiknya, sisi romantisnya yang bikin saya ngiler. Perubahan sikap Jao dari yang awalnya dingin dan tak mau kalah menjadi lebih perhatian dan bersedia mengalah (thanks to Michael's advices!) terlihat secara perlahan dan manis sekali. Salah satu favorit saya adalah trik Jao yang mengajukan syarat atas suatu keinginan Reina, yaitu cewek itu wajib memberitahunya sepuluh hal personal tentang dirinya ke Jao. Dari situlah, Jao kemudian memiliki catatan khusus berjudul "Fun Facts About My Wife" (hal. 284-6), yang menurut saya sangat manis >,<. Kemudian, dalam belajar menjadi pacar yang baik, Jao sering membaca artikel-artikel di internet. Open Letter to Our Future Boyfriends (192-3) adalah salah satunya, yang saya rasa cocok banget jadi tips untuk para cowok yang membaca buku ini (kayaknya dikit, deh, cowok yang baca buku romance so sweet begini). Salah satu quote dari artikel itu yang saya sukai adalah:
“Don’t be an asshole. Just because you have one, it doesn’t mean it’s okay to act like it.”

Muahahaha!!
Dan, yang paling sweet yet heart-breaking adalah bagian di hari-hari terakhir jatah enam bulan hidup bersama mereka, Jao selalu mengatakan "I love you" pada Reina.
“Gue mengatakannya supaya lo selalu tahu isi hati gue sebenarnya.” 
(Jao, hal. 398)
Kemudian, si Reina yang keras kepala, dan kadang sangat menyebalkan, tapi juga sangat nggak tegaan dan baik hati. Bahkan, si Alluna, Reina's ex-bestfriend, yang awalnya jadi antagonis menjelang akhir malah termaafkan dengan mudah, karena kemurah-hatian Reina. Namun, saya agak gemas sama tokoh ini, deh. Ia suka dan ngotot menyangkal perasaannya sendiri terhadap Jao demi gengsinya. Untungnya, ada dua sahabatnya, Char si gay dan Sari si pemilik nail art salon, yang selalu bersedia menyadarkan dan membantunya. Persahabatan mereka bertiga sangat tulus dan menyenangkan dibaca. Terlebih bagian Char yang menyadarkan Reina dengan kata-kata pedas yang tak bisa disangkal kebenarannya.
Lebih baik pisah dengan Jao sekarang-sekarang ini ketimbang lo menyakiti dia seperti pas Boston ninggalin gue dulu. Karena Jao berhak mendapatkan yang lebih baik. Seseorang yang yakin betul dengan perasaannya, bukan yang terus-terusan meragu dan mempertanyakan isi hatinya kayak yang lo lakukan saat ini. […] Dan bukannya menunjukkan kesalahan secara terang-terangan adalah salah satu tugas sahabat? 
(Char, hal. 384)
"Kasih tau ke gue, apa yang bikin lo ngerasa segitu sombongnya sampai nggak mau mengakui kalau lo sebenarnya jatuh cinta sama Jao? Jawab, Rei!" 
(Char, hal. 423) 
Dari kejadian yang menimpa Reina itu juga, Char berani membuka hatinya kembali untuk cinta baru.

Alurnya yang kadang flashback sama sekali nggak bikin bingung (perbedaan jenis font sangat berpengaruh). Bahkan, ada flashback di dalam flashbackIlustrasi-ilustrasi pengawal babnya juga bagus, dan judul babnya sangat menggambarkan isi bab itu, dan hmm, makjleb deh.


Selain itu, 'word of the day' yang jadi mengawali tiap bab itu, memang kata-katanya bikinan Bang Chrismor sendiri, atau...? (Contohnya yang di foto itu, 'cavoli riscaldati'.) Sangat menarik, menurutku, seorang penulis yang dengan kreatifnya membuat kata-kata baru. Oh iya, ada juga bonus paperdoll.


Istilah yang sering dipakai penulis, dan sepertinya bikinannya sendiri adalah "munafuck". Hahaha. Bahkan penulis juga memlesetkan judul sinetron jadi Ganteng-ganteng Simamora (hal. 60). Lalu, sinetron Michael dan Anita judulnya "Siang Jadi Kenangan, Malam Jadi Impian" (hal. 189) Mwahahaha. Bisa aja, deh, si Abang! Lucunya, si penulis juga sempat menyelipkan hal tradisional "begu ganjang" (makhluk mistis dalam budaya Batak (hal. 60)).

Salah satu kutipan yang sebenarnya miris, tapi malah bikin saya ketawa adalah ini.


"Aku tidur di kamarku, kamu tidur di kamarmu. Salah satu dari kita jelas ada yang salah tempat malam ini." 
(hal. 228) 


Well, I give this book 4 stars, for making me delusional and emotional all this time! :D




0 komentar:

Post a Comment

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets