4 April 2014

Resensi WHITE LIES - "Bohong Bukan Sekadar Bohong"



Judul Buku                      : White Lies
Penulis                           : Riz Amelia
Tebal                              : 316 halaman
Penerbit/cetakan             : Elfbooks/Cetakan pertama, Desember 2012
ISBN                              : 978-602-19335-4-1
Harga                             : Rp 45.000 Rp 24.900 (diskon 40%)

“Pahitnya sebuah kejujuran akan jauh lebih baik daripada manisnya kebohongan yang mengatasnamakan kebaikan. Karena percayalah, ketika kebohongan itu terungkap, semua akan tersakiti.”

Saya pernah mendengar bahwa menyembunyikan sesuatu itu sama saja dengan berbohong. Setujukah kalian?

Kalian pasti setuju bahwa ketika kebohongan terungkap, maka semua akan tersakiti. Ketika masih SMP, saya pernah punya pacar—pacar pertama saya—dan saya menyembunyikan itu dari orangtua saya. Istilah kerennya: backstreet. Pada akhirnya, hubungan saya dengan pacar saya itu ketahuan. Ayah saya marah besar. Sejak kejadian itu, hubungan saya dan ayah saya ternoda. Sudah tak sama seperti dulu. Saya sakit hati karena ayah saya marah besar pada saya. Ayah saya juga sakit hati karena saya berbohong padanya.

Sebenarnya, saya tidak terlalu pandai berbohong. Tapi, bohong itu akan lebih mudah jika dilakukan dengan alasan “demi kebaikan”. Nah, ini yang berbahaya. Seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel ini. Adalah sepasang saudara kembar, Elaine dan Clara Fawne, yang sebelumnya hidup terpisah karena perceraian orang tua mereka sepuluh tahun yang lalu. Elaine hidup bersama ayahnya, Nicolas, di Manhattan, tapi sudah dua tahun ayahnya itu bekerja sebagai duta besar di London. Sementara itu, Clara hidup bersama ibunya, Eriko, di Jepang. Setelah lulus kuliah S1, Clara ingin melanjutkan S2 di Manhattan, sehingga dia bisa tinggal bersama saudara kembarnya.

Elaine yang berkepribadian ceria itu nge-fans pada seorang penyanyi terkenal, Keane Ackley. Awalnya, semua berjalan normal. Clara dan Elaine gembira karena mereka bisa tinggal bersama. Tapi, pertemuan Elaine secara tak sengaja dengan Keane, membuka pintu bagi berbagai bencana yang mengganggu sistem hidup Elaine dan Clara. Apalagi, Eriko menjodohkan Clara dengan anak sahabatnya, Keane Ackley. Keane yang sama dengan idola Elaine. Entah bagaimana, Elaine bisa mencintai Keane, padahal sebelumnya ia kira itu hanya perasaan seorang fans terhadap idolanya.
“.... Namun lambat laun aku tahu, sekalipun aku tak pernah berbicara padamu, tak pernah benar-benar mengenalmu, nyatanya aku mampu mencintaimu. Karena pria itu kau. Bukan orang lain.” – Elaine (halaman 181)
Clara menyembunyikan bahwa orang yang dijodohkan dengannya adalah Keane Ackley. Ketika mengetahuinya, Elaine marah dan sakit hati. Selama ini, ia selalu menjadi yang kedua setelah Clara. Perasaan tidak sukanya membuncah kembali, merusak hubungannya dengan Clara. Kris Russel, sahabat Elaine, berusaha menyadarkan Elaine, bahwa perjodohan itu bukan salah Clara. Elaine ragu, apa yang harus ia lakukan dengan perasaannya terhadap Keane?
“Jika kau mencintai seseorang dengan begitu mudahnya, mungkinkah kau melupakan rasa itu juga dengan mudah?” – Elaine
“Aku akan mempertahankannya. Untuk apa dilupakan? Cinta itu anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan.” – Kris
(halaman 58 – 59)
Di sisi lain, Clara marah pada ibunya, karena ia tahu, Eriko melakukan itu semata-mata untuk menyakiti Elaine. Ia masih tak mengerti mengapa Eriko sangat membenci Elaine. Elaine pun tak tahu. Yang ia tahu, pasti itu ada hubungannya dengan kecelakaan yang pernah menimpa Fawne sekeluarga, saat Elaine dan Clara masih kecil, karena ayah dan ibu mereka bercerai tak lama setelah itu. Sayangnya, Elaine tidak mengingat kejadiannya secara lengkap. Akibat kecelakaan itu, Elaine hilang ingatan parsial.
“Amnesia membuatmu melupakan apa yang kau lakukan... Aku hanya ingin kau mengingat dengan sendirinya. Karena pada saat itulah kau akan menyadari siapa yang seharusnya membenci siapa.” – Eriko (halaman 133)
Sekali lagi, Clara menyembunyikan sesuatu dari Elaine. Ia diterima bekerja sebagai asisten manajer seorang artis. Dan siapakah artis itu? Yaps, Keane Ackley. Clara yakin sekali bahwa ibunya yang mengatur semua ini. Padahal, ia sudah menjaga jarak dengan Keane, karena ia juga sudah menolak perjodohan itu. Ia tak mau jatuh cinta pada Keane, karena sesuatu hal yang ia Hubungannya dengan Elaine yang masih rentan merenggang; rentan putus seperti seuntai mie rebus, harus hancur kembali begitu Elaine mengetahui bahwa Clara bekerja untuk Keane. Pada akhirnya, Clara meminta Elaine untuk bermain peran, bertukar identitas. Ia menyuruh Elaine berpura-pura jadi dirinya sebagai asisten manajer Keane. Ada sesuatu yang ingin ia luruskan, sebelum waktunya habis. Selama masa penyamaran itu, Keane akhirnya tahu siapa yang sebenarnya ia cintai, meski pada awalnya, ia menyukai Clara.

Clara pun akhirnya menyadari, bahwa hatinya bukan terpaut pada Keane, melainkan pria lain. Pertanyaan tentang alasan Eriko membenci Elaine ternyata berkaitan dengan perceraian kedua orang tua mereka, beserta kenyataan yang tersembunyi di baliknya yang sarat dengan kesalahpahaman.

Awalnya, saya tertarik membeli novel ini karena sinopsis di kover belakangnya bikin saya penasaran. Ditambah lagi, kover depannya yang cute, seperti halnya ciri khas kover depan buku lainnya terbitan Elfbooks. Meskipun, saya agak susah menangkap korelasi antara isi cerita novel dengan gambar kover depannya. Yah, setidaknya, saya bisa membayangkan kalau kemeja putih tergantung di dalam lemari itu adalah kemeja milik Clara Fawne yang suka berdandan kasual. Hehe.

Saya penasaran, cerita apa yang kini diangkat dari fenomena manusia kembar? Tidak jarang saya menjumpai cerpen yang mengangkat tema kekacauan akibat ulah saudara kembar. Yah, memang benar, konflik utama dalam novel ini juga terjadi karena ulah saudara kembar. Tapi, hal penting lainnya yang ditekankan penulis adalah masalah kebohongan. Bagaimana kebohongan itu bisa menimbulkan masalah, yang akan menyebabkan kebohongan-kebohongan baru, dengan alasan “demi kebaikan”.

Seperti sudah saya katakan tadi, menyembunyikan sesuatu itu juga bisa diartikan sebagai kebohongan. Beberapa tokoh dalam novel ini melakukan hal itu. Clara yang menyembunyikan pekerjaannya dari Elaine, sebagai asisten manajer Keane. Alasannya mungkin karena Clara tidak mau membuat Elaine salah paham dan marah lagi padanya. Ternyata, akibatnya lebih buruk daripada jika Clara bicara jujur, misalnya. Elaine marah besar begitu mengetahui hal itu.
“Kau yang memulai, Clara.” – Elaine (hal. 114)
Sebelumnya, begitu mengetahui kalau Elaine sangat mengidolakan artis bernama Keane Ackley, Clara juga menyembunyikan pada Elaine, bahwa lelaki yang dijodohkan dengannya juga bernama Keane Ackley. Kali ini Clara melakukannya karena ia tak tahu apakah itu Keane yang sama, atau bukan. Tapi, nyatanya, ketika Elaine mengetahui fakta itu, kebencian dan kemarahan yang selama ini dipendamnya pada Clara, kini mulai menimbulkan ledakan-ledakan.
“Siapa nama pria itu?”
“Namanya—“ Clara terdiam dan Elaine memasang tampang tak sabar. “Aku lupa.” (hal. 19)
Bukan hanya Clara. Alex juga menyembunyikan sesuatu dari Keane. Sesuatu yang membuat Keane marah besar begitu mengetahui kenyataan sebenarnya, berkaitan dengan karirnya di dunia selebriti.
“Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku,” kata Keane tajam…. “Katakan padaku, apa tidak kuketahui dan kau mengetahuinya?” (hal. 163)
Tidak mengatakan kebenaran juga bisa diartikan “berbohong”. Kris tidak mengatakan yang sesungguhnya, ketika Alex menunjukkan padanya foto Clara, yang ia kira adalah Elaine. Kris tidak mengatakan bahwa itu Clara, bukan Elaine; bahwa mereka saudara kembar.
“Bagaimana, aku benar, kan?”
Kris terlonjak kaget, matanya memandang Alex yang kini tengah tersenyum senang. Lalu sedetik kemudian Kris mengangguk ragu, menyembunyikan sesuatu yang seharusnya ia katakan. (hal. 51)
Namun, saya bernapas lega karena penulis tak pernah membiarkan kebohongan itu bertahan terlalu lama. Penulis selalu membuat kebohongan itu terungkap, tak lama setelah diucapkan. Meskipun akan menimbulkan pertengkaran, setidaknya, jika fakta terungkap lebih cepat maka akan lebih baik, bukan? Hanya satu kebenaran besar yang dibiarkan oleh penulis tersimpan lama, yaitu kebenaran di balik kesalahpahaman yang menciptakan perceraian orangtua Elaine dan Clara, juga yang menyebabkan mereka berdua hidup terpisah sebelumnya. Penulis berhasil menyelipkan rasa penasaran di tiap halaman bukunya, dengan menyembunyikan kebenaran ini hingga hampir mencapai akhir.

Ada beberapa hal yang agak aneh dalam novel ini. Pertama, peristiwa di mana Keane melihat Clara untuk pertama kali di sebuah kafe. Suatu kebetulan yang aneh lantaran Keane langsung menduga bahwa gadis itu adalah Clara, hanya dari keterangan yang diberikan oleh Eriko, ibu Clara (hal. 39 – 43). Ada juga beberapa kebetulan lainnya yang terlalu “kebetulan”. Kalian akan menemukan sendiri saat membaca buku ini.  

Kedua, kalimat paragraf pertama hal. 9 cukup membingungkan saya: “Dahi Elaine mengernyit karena tatapan pria itu terasa aneh, seolah-olah dirinya akan menerkam pria itu.” Saya rasa, seharusnya kalimat itu begini: “Dahi Elaine mengernyit karena tatapan pria itu terasa aneh, seolah-olah akan menerkam dirinya.”

Tokoh Clara, yang disukai semua orang, ternyata juga saya sukai. Ia begitu tulus dan rela berkorban. Ia tetap menyayangi Elaine dan bersikap baik padanya meskipun Clara membencinya. Saya juga kagum pada tokoh Elaine, ia mewakili sosok wanita yang tidak akan menyerah menggapai cintanya. Tokoh Elaine menegaskan bahwa hal yang mustahil ini benar-benar bisa terjadi: mencintai orang yang tidak ia kenal secara personal. Bahkan ia juga berani mengungkapkan perasaannya terlebih dulu, meskipun saat itu ia mabuk (hal. 181). Ini sama halnya dengan kerinduan saya terhadap Yesung Super Junior dan Hoya Infinite, yang bahkan tidak pernah tahu bahwa saya ada di dunia ini. Hahaha. Tapi, bagi saya, perasaan cinta itu tetap membutuhkan perkenalan. Saya masih merasa perasaan yang dialami Elaine itu agak mustahil.

Oh iya, ada satu bagian dalam novel ini yang begitu saya setujui: paragraf kelima halaman 31. Ceritanya, Clara mengira Elaine dan Kris pacaran, yang langsung disanggah oleh Elaine. Bagi Elaine, Kris memang tampan, tapi tidak untuk dipacari, karena ia sudah terlanjur melihatnya sebagai seorang “sahabat”, bukan “laki-laki di mata seorang wanita”. Ini persis sekali dengan yang saya alami. Seringkali saya tidak menyadari bahwa sahabat saya cukup tampan, karena saya sudah terlalu mengetahui semua boroknya. Hehehe.

Pada akhirnya, saya ingin berpesan: segeralah katakan hal yang kausembunyikan pada seseorang yang benar-benar memercayaimu. Lebih baik terungkap sekarang, langsung dari bibirmu, daripada ia mengetahuinya dari orang lain dan masalah besar akan terjadi.




0 komentar:

Post a Comment

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets