Judul Buku : The Hunger Games
Penulis : Suzanne
Collins
Tebal : 408
halaman
Penerbit/cetakan : Gramedia/Cetakan ke-8, Mei 2012
ISBN : 978-979-22-5075-6
Harga : Nggak
tahu, pinjam punya teman
Kali ini, saya
ragu menamai tulisan ini sebagai “resensi” karena tidak terlalu mirip resensi.
Saya sengaja tidak menyertakan sinopsis buku—yang biasanya ada pada tulisan
resensi—tapi langsung mengulas hal-hal menarik dari buku. Saya rasa, pasti juga
sudah banyak pihak lain yang telah meresensi buku ini dan kebanyakan orang
sudah tahu plot ceritanya.
Bagi saya, menonton
film yang diangkat dari novel selalu lebih menyenangkan jika belum pernah
membaca novelnya. Hal ini akan menghindarkan saya dari perasaan kecewa yang
mungkin mendera karena ada beberapa hal di film yang tidak sesuai atau tidak
sekeren di dalam novel (film The Host
adalah film yang tidak membuat saya kecewa setelah membaca novelnya). The Hunger Games inipun saya tonton jauh
sebelum saya punya kesempatan untuk membaca novelnya. Meski begitu, ada
beberapa kerugian jika menonton film tanpa membaca novelnya terlebih dulu,
seperti yang terjadi ketika saya menonton The
Hunger Games ini: ada beberapa hal yang tidak saya mengerti. Tentu saja,
karena novel selalu menyajikan cerita lebih lengkap daripada filmnya. Berikut
ini adalah beberapa pertanyaan saya (setelah menonton The Hunger Games dan Catching
Fire) yang terjawab setelah membaca novel The Hunger Games.
1. Apa
arti gerakan mengangkat tiga jari? Kenapa gerakan itu, oleh Capitol, dianggap
sebagai tindakan pemberontakan? Pertanyaan ini sangat mengusik pikiran saya
ketika saya menonton Catching Fire, pada adegan di mana Katniss dan Peeta
berkunjung ke Distrik 11 dalam Tur Kemenangan. Orang-orang yang mengangkat tiga
jari langsung disergap dan dihukum oleh Peacemaker.
Ø Pada suatu larut malam, ketika sedang
menonton Catching Fire, saya tidak bisa menahan rasa penasaran saya karena
gerakan tiga jari itu. Sampai-sampai saya bertanya pada teman saya yang empunya
novel ini (dia sudah baca trilogi The Hunger Games), apa arti gerakan itu. dia
menjelaskan lewat SMS, tapi saya masih belum mengerti. Akhirnya saya temukan
jawaban untuk pertanyaan pertama pada halaman 32 – 33 dari novel ini. Sementara
itu, pertanyaan kedua, kenapa gerakan itu dianggap pemberontakan, baru bisa
saya jawab setelah membaca novel Catching
Fire.
“...menyentuhkan tiga jemari tengah tangan kiri ke bibir mereka kemudian mengulurkan jemari mereka ke arahku. Gerakan ini adalah gerakan lama dan jarang digunakan di distrik kami, kadang-kadang dilakukan oleh beberapa orang di pemakaman. Gerakan ini artinya terima kasih, penghormatan, salam selamat tinggal pada seseorang yang kaukasihi.” (halaman 32 – 33)
2. Sebenarnya
burung mockingjay ada atau tidak di
dunia nyata—atau itu murni bikinan Suzanne Collins? Mengapa pula burung ini
dikaitkan dengan pemberontakan?
Ø Burung itu murni rekaan si penulis,
merupakan spesies baru yang lahir dari persilangan antara burung jabberjay dan
mockingbird. Mockingjay bisa meniru siulan burung dan melodi manusia.
“Dan burung-burung ini bisa menciptakan ulang lagu. Bukan hanya beberapa nadanya, tapi seluruh lagu dengan berbagai versi berbeda, jika kau punya kesabaran untuk menyanyikannya pada burung-burung itu dan jika mereka menyukai suaramu.” (halaman 53)
Sedangkan mockingbird memang benar-benar ada, berasal dari suku Mimidae, dan terdiri dari 3 kelas, yaitu
Melanotis, Mimus, dan Nesomimus.
Beberapa spesies mockingbird dikenal
memiliki kebiasaan menirukan nyanyian
burung lain, juga suara serangga dan amfibi. Salah satu spesiesnya adalah Northern mockingbird (Mimus
polyglottos), dapat ditemukan di Amerika Utara.
Ø Jawaban dari pertanyaan kedua ternyata
berkaitan erat dengan nenek moyang spesies mockingjay,
jabberjay (burung ini muncul di
Quarell Quell pada sekuel Catching Fire). Pada novel ini, melalui narasi
Katniss, dijelaskan bahwa jabberjay
adalah salah satu mutan ciptaan Capitol, yang diciptakan sebagai senjata pada
masa pemberontakan. Burung ini dibekali kemampuan untuk mengingat dan mengulang
seluruh percakapan manusia (halaman 53), untuk menguping seluruh pembicaraan
musuh-musuh Capitol. Burung-burung ini akan kembali ke sarang dan mengulang
semua yang mereka dengar untuk direkam. Ketika akhirnya para pemberontak itu
menyadari mekanismenya, mereka malah membodohi Capitol dengan membicarakan
kebohongan-kebohongan yang membuat Capitol tertipu. Itulah kenapa mockingjay, sebagai keturunan jabberjay, dianggap lambang
pemberontakan. Btw, nama burung jabberjay ini berasal dari kata
“jabber”, yang artinya “ocehan, obrolan”, dan “jay” yang artinya “semacam
burung”.
3. Mengapa
insiden “buah beri” di bagian akhir Hunger Games dianggap tindakan
pemberontakan? (Pertanyaan ini muncul ketika saya menonton Catching Fire,
lantaran saya menonton Hunger Games beberapa bulan sebelumnya, sehingga sudah
agak lupa bagaimana tepatnya insiden itu terjadi.)
Ø Pada akhir Hunger Games, ketika peraturan
tiba-tiba diubah (dari yang sebelumnya: pasangan peserta dari distrik yang sama
dapat menjadi pemenang bersama-sama, menjadi “hanya satu yang jadi
pemenangnya), Katniss memutuskan untuk mengelabui para juri. Dialah yang
memiliki ide untuk berpura-pura memakan buah beri beracun bersama Peeta, agar
para juri tertipu dan kelabakan. Ini bisa juga diartikan bahwa Katniss sedang
mengancam para juri. Jika mereka berdua mati, maka para juri tidak memiliki
pemenang, dan itu tidak bagus untuk reputasi Hunger Games dan Capitol. Maka
mereka akan terpaksa mengubah peraturan lagi untuk memenangkan Katniss dan
Peeta. Itu lebih baik daripada tidak ada pemenang, kan.
4.
Mengapa
nama-nama tokoh di kisah ini terdengar aneh, ya? Contohnya saja “Katniss”
(kalau di Starving Games, namanya jadi “Kantmiss Evershot” LOL).
Ø Memang orang-orang di negeri Panem
(terutama yang di Capitol, sih), ini aneh-aneh. Mulai dari penampilannya
(make-up tebal kayak badut, pakaian yang terlihat ribet dan aneh). Tapi,
ternyata nama “Katniss” ini berasal dari nama “umbi kecil berwarna
kebiru-biruan yang tumbuh di hutan dengan tampilan tidak menarik tapi bila
direbus atau dipanggang rasanya selezat kentang” (halaman 63). Katniss sering
mengumpulkannya untuk dimakan, menuruti pesan mendiang ayahnya, “Selama kau
bisa menemukan dirimu, kau takkan pernah kelaparan.” (halaman 63). Di samping
itu, bisa dilihat juga di link berikut http://nameberry.com/babyname/Katniss
Selama membaca
novel ini, saya sangat terhanyut dalam alur cerita narasi Katniss yang mampu
menyeret saya untuk benar-benar membayangkan adegan demi adegan dalam cerita.
Untungnya, saya sudah menonton filmnya lebih dulu, sehingga bisa membayangkan
bagaimana sosok tiap-tiap tokoh. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika
aktris lain yang memerankan tokoh Katniss. Akting Jennifer Lawrence sangat
menyatu dengan tokoh Katniss dalam novel (link ini juga bagus untuk dibaca,
dengan judul artikel yang catchy: Is Jennifer Lawrence Katniss-ing Us? http://www.vulture.com/2013/12/jennifer-lawrence-katniss-ing-us.html). Si penulis novelnya pun memuji akting
Jennifer Lawrence, bahwa
“(J. Lawrence) had ‘every essential quality necessary to play Katniss’. She ‘never thought we'd find somebody this amazing for the role,’ and praised Jennifer for being ‘powerful, vulnerable, beautiful, unforgiving and brave’.”
Yang membuat saya
mengagumi tokoh Katniss adalah kecerdasan dan kemampuannya untuk bertahan
hidup, berpikir cepat, keberanian, sifat pemberontaknya (yang terakhir itu agak
mirip saya, hehe).
Kisah Hunger Games
ini sangat menggambarkan dunia nyata saat ini, tentang perpolitikan. Bagaimana
mewahnya kehidupan di Capitol (pusat pemerintahan negara) berbanding terbalik
dengan kehidupan mengenaskan di beberapa distrik. Kemiskinan rakyat
tergambarkan dengan sangat baik melalui kisah perjuangan Katniss untuk
menghidupi keluarganya, membebaskan ibu dan adiknya dari kelaparan. Ketimpangan
kesejahteraan rakyat juga terjadi, dengan adanya distrik yang kaya. Perbedaan
cara berpikir mereka cukup jelas terlihat: anak-anak dari distrik kaya akan
menganggap bahwa terpilih menjadi peserta Hunger Games adalah suatu kehormatan.
Sedangkan, bagi Katniss, menjadi peserta permainan maut itu merupakan bencana.
Bahkan, sekalipun kau memenangkan Hunger Games, bencana itu takkan pernah
selesai. Katniss menyebut keadaan setelah menjadi pemenang sebagai, “jauh lebih
buruk daripada diburu di arena” (halaman 390).
Pada akhirnya, saya merekomendasikan buku ini, khususnya bagi para pecinta novel fantasi yang berlatar dunia nyata. Meskipun sudah nonton filmnya, rasanya tetap beda jika kita membaca bukunya :).
0 komentar:
Post a Comment
Your comment is so valuable for this blog ^^