Selamat datang di SiPiLis #1!
Pada edisi perdana kali ini, saya berkesempatan mengobrol dengan Bang Sugha, salah satu penulis Divapress, yang bukunya baru-baru ini terbit dan saya resensi bulan lalu. Ayo, tebak judulnya...?! *satu jam kemudian* Yah, nggak ada yang jawab? Baiklah, saya jawab sendiri, judulnya Konstatinopel.
Well, langsung saja, saya beberkan semua obrolan kami berdua, yang telah terekam CCTV 24 jam. *CCTV nggak ngerekam suara, ndes!*
Catatan
F: si Reveter
S: Bang Sugha
F:
|
Halo, Bang Sugha ^^
Saya sudah baca Konstantinopel, lho. Sudah saya resensi juga di sini *langsung sodorin resensi*
|
S:
|
Wah, makasih, ya, nanti saya baca.
|
F:
|
Saya
penasaran, apa yang awalnya bikin Abang ingin menulis novel detektif seperti Konstatinopel ini?
|
S:
|
Awalnya, saya suka nonton serial Detektif Conan di televisi. Saya kagum
dengan kepiawaian Gosho Aoyama membuat jalan cerita seperti itu. Dia membuat
kasus-kasus yang rumit, lalu menggiring penonton untuk ikut berpikir memecahkan
masalah. Mungkin, karena sudah terkontaminasi, saya jadi ingin sekali menulis
novel dengan genre yang serupa. Tidak ada maksud atau motivasi tertentu, sih.
Novel ini saya tulis murni sebagai hiburan. Jadi, saat menulisnya, saya
berharap pembaca tidak berekspektasi terlalu tinggi ketika membaca novel ini.
|
F:
|
(Tenang, Bang, saya tidak berekspektasi apa pun ~~)
Saya jarang menemukan tokoh utama sebuah novel yang berprofesi sebagai intel
BIN. Bagaimana awal mula kepikiran
bikin tokoh utama orang BIN?
|
S:
|
Sebenarnya, saya tidak
menentukan tokoh utama dulu. Yang pertama saya lakukan adalah mencari motif
dan penjahatnya. Baru saya menentukan korban, dan terakhir si
pengungkap. Kebetulan yang rasanya cocok dalam lingkup para tokoh tersebut
adalah orang BIN. Saya mengangkat BIN hanya untuk keperluan cerita; saya tidak menceritakan detail
pekerjaan orang BIN dan tidak dengan berani bersikeras bahwa seperti
itu yang sebenarnya. Ini hanyalah fiksi, bahkan saya memasukkan sedikit
komedi di dalamnya.
|
F:
|
Tolong ceritakan riset yang Abang lakukan untuk menulis Konstatinopel.
|
S:
|
Jujur,
saya tidak begitu pede jika ditanya tentang riset. Karena seharusnya saya melakukan
riset yang gila-gilaan untuk menulis novel ini. Tapi, riset yang saya lakukan
begitu cetek. Saya berterima kasih kepada Larry Page dan Sergey
Brin karena sudah menciptakan Google. Ada banyak koreksi yang
disampaikan ke saya demi kesempurnaan novel ini. Dan itu sebuah pembelajaran yang sangat
berharga bagi saya.
|
F:
|
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk riset + menulis?
Bagaimana siasat yang Abang lakukan untuk menulis di sela-sela aktivitas
pekerjaan?
(FYI, Bang
Sugha ini seorang pekerja keras yang sibuk)
|
S:
|
Saya mulai menulisnya tahun 2011, dan selesai satu
tahun setelahnya. Sampai sekarang pun, membagi waktu
antara menulis dan bekerja rasanya begitu sulit. Tidak ada trik maupun siasat
tertentu. Jika ada waktu luang, maka itu adalah waktunya menulis. Simple. Menulis itu menyenangkan, jika
tidak ada deadline.
|
F:
|
(Bang, kalau tidak ada deadline, novelnya nggak kelar-kelar, atuh >,<)
Mengapa
Turki dipilih? Saya penasaran, jika nama kota Konstatinopel saja dijadikan
judul buku, berarti ia penting, kan?
|
S:
|
Istanbul
kota yang indah dan penuh sejarah. Saya berharap suatu saat bisa mengunjugi
Istanbul, selain Liverpool tentunya. Saya tidak begitu lihai dalam memilih
sebuah judul. Jadi, judul ini saya comot dari nama grup yang dibentuk para
tokoh yang menjadi korban pembunuhan berantai. Saya tidak menemukan judul
lain yang lebih pas untuk novel ini. Adakah saran lain untuk judul novel ini?
|
F:
|
(Misteri Jari
Kelingking yang Hilang, Bang! Kalau ada “misteri”-nya begitu, biasanya
calon pembeli langsung ngeh kalau ini novel detektif, haha)
Mengapa si pembunuh memilih jari kelingking (di antara
jari-jari lainnya) untuk dijadikan sebagai "tanda"? Atau memang
sekadar karena jari kelingking Ine terputus, sehingga pembunuh melakukan hal
yang sama pada korban-korban berikutnya?
|
S:
|
Ada di bab terakhir J
|
F:
|
(Kurang puas baca akhirnya, Bang -.-)
Pernahkah Abang membayangkan diri sendiri sebagai
seseorang yang tidak sengaja terlibat dalam proses pemecahan misteri
pembunuhan? Jika ya, tokoh detektif seperti siapa yang Abang bayangkan?
|
S:
|
Saya justru membayangkan ingin menjadi penjahatnya. Bagi
saya cerita thriller akan terlihat
seksi jika penjahatnya begitu menyebalkan. Saya jadi teringat kata G.K.
Chesterton, “Penjahat adalah seniman
kreatif, sedangkan detektif hanyalah seorang kritikus”. Jika harus memilih
satu tokoh, Kaito Kid sangat menarik bagi saya. Eh, dia bukan detektif yah?
|
F:
|
(Terserah Abang, deh, yang penting seneng, wkwk)
Konstatinopel
ini buku Abang
keberapa yang diterbitkan?
|
S:
|
Ini
adalah novel debut saya. And I’m so
nervous about that.
|
F:
|
Adakah
novel yang ingin sekali Abang tulis tapi belum kesampaian?
|
S:
|
Saya
ingin menulis novel fantasi. Tentang dunia lain, tentang alien, tentang
makluk jadi-jadian. Adegan peperangan. Adu kesaktian. Jurus-jurus pamungkas. Tipu
muslihat. Penghancuran massal. Yah, seperti itu yang ada di otak
saya.
|
F:
|
Sekarang
sedang mengerjakan proyek menulis apa? Atau ada rencana tentang novel
selanjutnya?
|
S:
|
Saya
vakum setelah menulis Konstantinopel. Dan baru bangkit dari kubur tahun ini.
Rasanya begitu sulit untuk kembali menulis. Ngos-ngosan. Tapi saya bertekad
Konstantinopel bukan novel terakhir yang saya tulis.
|
F:
|
(Wah, semangat, Bang!)
Sebutkan
3 buku yang paling berpengaruh bagi hidup Abang dan mengapa?
|
S:
|
Uwoohhh!!!
Saya bukan pembaca yang produktif. Saya yakin buku yang Mbak baca jauh lebih
banyak daripada
buku yang sudah saya baca. Awal saya membaca buku cerita mungkin terbilang
telat, baru mulai saat SMP. Itu pun karena tugas Bahasa Indonesia untuk
membuat resensi. Buku yang pertama saya baca adalah Misteri Hilangnya
Sepeda. Saya boleh pinjam dari perpus
sekolah. Di situ saya menyadari jika membaca itu menyenagkan. Tapi, asal Mbak tahu, sulit mencari
buku cerita di kota saya.
Sampai sekarang pun belum ada toko buku franchise
di sana.
Kemudian saya menyukai Harry Potter. Everybody
loves Harry Potter, ya, kan? Ketika membaca
buku itu rasanya tidak mau berhenti di tengah jalan. Mengundang penasaran.
Lalu, buku terbaik yang pernah saya baca sampai saat ini adalah Angels and Demons. Saya sangat mengagumi
bagaimana
sebuah konspirasi di atas konspirasi disajikan begitu detail dan masuk akal.
|
F:
|
Hehe, memang, Bang, kerjaan saya kan meresensi buku, jadi buku yang saya
baca banyak. Wah, sama seperti di kampung halaman saya, Juwana (sebuah kota
di Pantura Jateng). Di sana juga tidak ada toko buku. Di situ saya merasa
sedih. Makanya, awal-awal hidup di Yogyakarta, saya kalap tiap ke toko buku. Well, terima kasih atas waktu dan
obrolannya, Bang ^^.
|
S:
|
Sama-sama,
|
Demikianlah obrolan singkat saya bersama Bang Sugha, penulis Konstatinopel, yang amat rendah hati dan suka menabung. Bagi teman-teman yang suka membaca novel detektif, boleh, lho, mencoba baca karya penulis lokal. Konstatinopel ini salah satu novel detektif lokal yang cukup bagus *bantuin promosi* (FYI, saya beri buku ini rating 3.5). Akhirnya, sampai jumpa di SiPiLis #2!
Yeaay ... syelamat untuk lahirnya SiPiLis, ditunggu episode berikutnya.
ReplyDeleteFriid sekalian aja ditambahin foto penulisnya, biar tahu ....
Ahaha terima kasih Faj :D
Deletesemoga ini bukan episode terakhir haha
wah kalo itu saya blm berani cos kayaknya bang sugha malu2 kalau dipajang fotonya *ups
Wuah, baca postingan Mba, saya jadi penasaran sama novel Konstantinopel ini. Apalagi Bang Sugha fans Kaito Kid.
ReplyDeleteBuruan beli Konstatinopel-nyaa *bantuin promosi hehe
Deleteatau nantikan kuis di blog ini, akan ada Konstatinopel di dalamnya ;)