13 January 2016

[Resensi Dae-Ho's Delivery Service] Harga Sebuah Rekonsiliasi

Judul: Dae-Ho's Delivery Service
Penulis: Pretty Angelia
Editor: Cicilia Prima
Penerbit: Grasindo
Cetakan: I, Agustus 2015
Tebal: vi + 226 halaman
ISBN: 978-602-375-164-8
Harga: Rp 48.000,00
Rating saya: 4/5

Han Dae-Ho, memutuskan tinggal sendiri di Seoul setelah ia mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung dari kedua orang tua yang ia sayangi. Dua bulan setelah menetap di Seoul, Dae-Ho mendapatkan pekerjaan sebagai pengantar surat. Dae-Ho akhirnya tahu ia bukanlah pengantar surat biasa. Choi Hyun-Ki, bosnya, menyuruhnya menjamin bahwa si penerima surat membaca surat itu. Karena surat-surat itu adalah surat yang tidak pernah disangka akan didapatkan si penerima.

Dae-Ho sangat menikmati pekerjaannya. Meski begitu, ia tetap sulit melupakan keluarganya yang selama ini menemani hari-harinya. Termasuk Hana, gadis blasteran Korea dan Amerika Serikat yang sangat disukainya. Semakin Dae-Ho lari dari masa lalunya, masa lalu itu justru tiba-tiba datang di hadapannya. Dae-Ho pun bertanya-tanya, mengapa ia memerankan sebuah drama yang tidak pernah ingin dilakoninya itu?


"..kau harus mengantar pesan berupa surat langsung ke penerimanya dan memastikan si penerima membaca pesan yang kaubawa. Kalau si penerima tidak sudi membaca pesan yang kaubawa, kau harus memikirkan berbagai macam cara agar si penerima mau membacanya." (hlm. 16)

SETELAH Jung-Hwa, ibu Dae-Ho meninggal, dan ia kecewa pada ayahnya, Dae-Ho meninggalkan rumah dan merantau ke Seoul. Dae-Ho, yang suka berjalan-jalan dan membahagiakan orang, diterima dengan mudah oleh Choi Hyun-Ki, ketika pemuda itu melamar kerja sebagai pengantar surat. Oleh karena Dae-Ho adalah satu-satunya kurir di sana, maka nama proyek pengantaran surat, yang sebelumnya Wings Express, diganti oleh Harabeoji Choi Hyun-Ki menjadi Dae-Ho's Delivery Service. Pada tugas perdananya, Dae-Ho telah menerima penolakan dari si penerima surat, dengan bonus guyuran air. Itulah salah satu alasan Harabeoji memperingatkannya untuk tahan banting. Setelah itu, Dae-Ho kena marah oleh seorang guru, kemudian akhirnya ia mendapat respon gembira dari penerima terakhir di hari pertama. Hari berikutnya lebih menantang, ternyata, ketika Dae-Ho harus mengantarkan surat untuk seorang gadis penderita Alzheimer. Namun, meski itu bukan tugas yang mudah, Dae-Ho berhasil membantu  Sang-Min, si pengirim surat, dan bahkan berteman dengannya.


Petualangan demi petualangan disambut oleh Dae-Ho dengan penuh semangat. Berkelana ke Busan, demi membacakan surat untuk seekor anjing bernama Nico, yang sedang terkena rabies. Man-Young, bocah laki-laki pemiliki anjing itu, adalah si pengirim surat. Sejak menolong Sang-Min, Dae-Ho terlibat makin jauh dalam kehidupan tiap kliennya. Termasuk membantu Man-Young untuk merelakan Nico.

"Baginya, meski kebohongan dilakukan demi kebaikan, kebohongan tetaplah kebohongan. Kebohongan akan membuat pedih hati yang dibohongi." (hlm. 70)

Surat keenam membawa Dae-Ho pulang ke kampung halamannya, Daegu. Di sana, ia menjadi saksi akan peristiwa mengharukan: rujuknya kembali dua orang sahabat yang telah terpisah selama 15 tahun. Surat ketujuh mengantarnya jadi saksi pertemuan kembali seorang anak dengan ibunya.

"Tidak akan ada anak yang melupakan ibu yang melahirkannya." (hlm. 115)

Dae-Ho juga sempat terlibat dengan boyband 6 Kings, membantu tertangkapnya pembunuh seorang pengirim surat, hingga surat yang ditulis Hyun-Ki sendiri, yang mengguncang dunia masa kini Dae-Ho. Makin jauh, petualangan-petualangan itu selalu punya cara untuk mengingatkan Dae-Ho akan permasalahannya sendiri, yang belum ia selesaikan. Ayahnya, yang membuatnya kecewa. Cho-Hee, adiknya, Hana, gadis yang disukainya, dan... ibu kandungnya, yang tak pernah ia sayangi.

***

NOVEL pemenang pertama #PSA3 yang diadakan oleh Grasindo ini saya dapatkan secara gratis dari memenangkan sebuah giveaway. Waktu itu, saya benar-benar ingin menang giveaway tersebut, karena saya penasaran akan isi cerita novel ini, seperti apa, sih, karya yang menjadi pemenang pertama #PSA3? Pasalnya, (menelan ludah pahit) mungkin saya sudah pernah menyinggung di postingan yang lain, saya juga ikut #PSA3 dan naskah saya nggak terpilih. (Padahal saya sudah sangat percaya diri. Well, saya memang selalu percaya diri, sih.)
Setelah membaca karya Kak Pretty ini, (saya membacanya saat tubuh saya lemas terserang diare dan menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran sambil baca buku--kalau untungnya lagi nggak pengin ke toilet), saya tahu mengapa novel ini menang #PSA3.

1. IDE CERITA yang unik. Ketika disuruh menulis novel bertema "Korea", saya nggak terpikir sama sekali akan mengulik kisah seorang pengantar surat, lho. Mungkin karena di zaman modern ini, surat konvensional sudah kalah pamor dibandingkan surat elektronik, aplikasi chat Android, dan sebagainya, jadi profesi pengantar surat mudah terabaikan dan terlupakan. Nah, melalui novel ini, penulis mengangkat kembali kisah pengantar surat, tapi dengan sentuhan yang unik. Keunikannya adalah terletak di "Dae-Ho harus memastikan surat dibaca oleh penerima" dan kombinasinya dengan teknologi modern. Hyun-Ki, sebagai penggagas proyek tersebut, mengelola juga website proyek, di mana para klien bisa menuliskan testimoni.

2. GAYA BERCERITA yang unik. Novel ini menjadi unik karena ia seolah terdiri dari beberapa flashfiction, masing-masing menceritakan latar belakang tiap klien, baik penerima, maupun pemberi surat, dan surat itu sendiri. Setiap flashfiction memiliki kisah menyentuh tersendiri. Namun, penulis tetap berhasil menjalin benang merah cerita secara keseluruhan.

3. TEMA & KISAH YANG INSPIRATIF. Kalau boleh, saya ingin menyebut tema utama novel ini sebagai "rekonsiliasi". Detailnya, rekonsiliasi dengan masa lalu demi masa depan yang lebih cerah. Klien-klien yang suratnya diantarkan oleh Dae-Ho, memiliki masalah dengan masa lalu. Rekonsiliasi juga mewujud dari "eksploitasi surat" demi membantu rekonsiliasi antara si pemberi dengan penerima surat. Seperti para kliennya, Dae-Ho juga bermasalah dengan masa lalu, dan dengan orang-orang terdekatnya dulu. Nah, tiap flashfiction memiliki subtema tersendiri. Misalnya, dalam kisah "Dia yang Dilupakan", subtemanya adalah percintaan dan kesetiaan.

Sementara itu, kisah "Kasih Anak Sepanjang Jalan" juga berbicara tentang kesetiaan--kesetiaan anak kepada orang tuanya. Dalam kisah ini, penulis juga menyampaikan kritik sosial. Kisah seorang nenek tua yang dipenjara karena didakwa mencuri bambu, barangkali mengingatkan kita akan serentetan berita serupa di media massa dalam negeri. Betapa kasihan orang setua itu harus mendekam di penjara! Kemudian, "6 Kings Forever" mengisahkan tentang persahabatan antaranggota boyband, yang ternodai oleh keegoisan dan berakhir mengharukan. Nah, ketiga cerita yang saya sebutkan itu adalah favorit saya ^^.

Surat dari seorang suami yang sudah meninggal kepada istrinya (dalam "Cinta Datang Terlambat") mengingatkan saya akan novel P.S.: I Love You karya Cecilia Ahern. Kemudian, kisah "The Next South Korean's Writer" menggelitik saya akan dunia akademis Korea Selatan, dan mungkin juga di Indonesia. Sering, seorang murid kurang dihargai oleh para gurunya karena ia hanya punya nilai bagus di satu mata pelajaran. Terlebih kalau mata pelajaran itu adalah Bahasa Korea (atau Bahasa Indonesia). Orang-orang akan lebih silau jika seorang anak punya nilai bagus dalam Fisika, Matematika, Kimia.... Bahkan, mahasiswa jurusan Sastra pun sering dipandang sebelah mata. (Kalau saya, sih, tetap bangga menjadi mahasiswi Teknik yang sebentar lagi wisuda *yakin banget*.)


4. PLOT. Plot yang digunakan pembaca maju-mundur, serta merupakan pertalian antara plot mayor dan plot minor yang beriringan secara harmonis.Jadi, pembaca bisa menikmati tiap flashfiction, seolah ia cerita terpisah, tapi juga tetap bisa mengikuti alur utama dengan baik. Plot mayor, tentu saja kisah Dae-Ho selama menjadi pengantar surat. Plot minor adalah alur yang dimiliki tiap kisah dari para klien. Meski begitu, agak disayangkan, karena cerita menjadi berpusat pada tiap kisah klien, dan menyudutkan Dae-Ho ke balik bayang-bayang. Pembaca mungkin akan lebih mendalami kisah para klien ketimbang kisah Dae-Ho sendiri.

Bisa dibilang, penulis menggunakan pola alur yang tertebak untuk setiap kisah klien. Namun, untungnya, penulis menyelipkan surprise, yang dipandu oleh teka-teki, yang membuat pembaca bertanya-tanya, sehingga terus membaca hingga akhir. Salah satunya adalah teka-teki yang disuratkan adegan ketika Hyun-Ki menatap foto bayi laki-laki "yang belakangan menjadi sumber kebahagiaannya" (hlm.101). Siapakah bayi laki-laki itu? Meski, bagi saya, teka-teki ini mudah sekali ditebak, hehe.

5. KARAKTER. Karakter utama novel ini memang Dae-Ho, ditambah Hyun-Ki, tapi pembaca mungkin akan lebih "mengenal" karakter para klien ketimbang si tokoh utama. Dae-Ho, digambarkan sebagai pemuda yang cerdas, suka berjalan-jalan, periang, suka membantu orang lain, tapi belum bisa berdamai dengan masa lalu. Sementara itu, susah untuk tidak menyukai tokoh Hyun-Ki. Berkat ia-lah, proyek pengantaran surat yang unik itu ada. Sosoknya, yang lebih seperti kakek sendiri ketimbang bos, selalu terlihat ceria.
6. SETTING TEMPAT. Oleh karena bertema "Korea", maka setting tempatnya tentu saja di Korea Selatan. Aktivitas pengantaran surat yang dilakukan Dae-Ho memberi keuntungan bagi penulis, yaitu bisa mengajak pembaca berkeliling kota-kota lain selain Seoul. Jangan harap kalian akan menemukan deskripsi tempat-tempat terkenal di Korea Selatan (seperti kecenderungan novel lokal berlatar Korea Selatan yang lain), karena ini bukan buku panduan wisata, wkwk.Alih-alih, penulis cukup menuangkan nuansa Korea Selatan melalui interaksi para tokohnya, sedikit penyebutan tempat, dan jalur-jalur subway yang diambil Dae-Ho ketika akan ke suatu tempat. Well, novel ini terasa Korea. Namun, saya merasa ada beberapa percakapan yang sepertinya lebih cocok ada di novel teenlit berlatarkan Indonesia. Kurang berasa "terjemahan". begitu. Berikut contohnya:

"Apa saya bilang, lebih baik dititipkan sama saya saja suratnya." (hlm. 21)

Kalimat tersebut akan lebih terasa "terjemahan" kalau seperti ini: "Apa kubilang, lebih baik kautitipkan padaku saja suratnya." Iya, nggak? Eh, nggak, ya? Ya, udah deh *ngambek*.

*Meski ngambek, tetep lanjut* Ada penggunaan kata yang menurut saya kurang pas.

"...karena sifat pemaluku yang akut." (hlm. 85)

Mungkin lebih tepat kalau kata "akut" diganti "kronis".

***

KEMBALI ke pertanyaan awal. Mengapa novel ini menang #PSA3? Barangkali, (karena pasti tiap orang punya pendapat tersendiri) karena kisah-kisah dalam novel ini bicara lantang tentang manusia. Tiap kisahnya mungkin mengingatkan kita akan permasalahan kita sendiri. Saya sering mengalami, betapa sulitnya berbicara jujur dan berdamai dengan seseorang. Betapa sulit mengakui kesalahan. Nah, betapa beruntungnya jika kita dibantu oleh pengantar surat seperti Dae-Ho ^^. Pada akhirnya, seperti Dae-Ho, kita harus berani berjumpa lagi dengan masa lalu yang pernah kita tinggalkan (kabur), dan berdamai dengannya. Sebuah novel yang manis dan inspiratif :).


Catatan nggak penting:
Resensi adalah salah satu pembayaran utang saya atas buku-buku yang sudah dibaca di tahun 2015 dan belum diresensi. Saya akan berusaha menebusnya!

1 comment:

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets