“Supernova yang sebenarnya adalah potensi ledakan. Meneruskan Supernova berarti menebarkan potensi ledakan itu ke orang-orang. Ledakan pikiran.” (Re, hlm. 227)
Memahami Supernova
Membaca buku terakhir Supernova membuat
saya menelusuri kembali jejak historis seri buku termasif ledakannya di Indonesia
ini. Saya menulis ini sembari saya sendiri mencoba memahami Supernova, memahami
jalan pikiran Dee. Sejak awal, Dee memaksudkan Supernova menjadi sebuah
trilogi, dengan KPBJ sebagai prekuel. Itulah kenapa di bagian akhirnya tertulis
“the beginning” (Dee bilang begitu di kata penutup Inteligensi Embun Pagi). Buku kedua dipecah jadi empat bagian: Akar, Petir, Partikel, dan Gelombang. Keempatnya memiliki pola alur
hero’s journey. Di empat buku pecahan inilah, Dee mengenalkan satu per satu
tokoh protagonis utamanya.
Ditulis berjarak 8 tahun setelah Petir, tak heran, Partikel memiliki ruh yang terasa berbeda. Hal ini tak bisa
dipungkiri, karena Dee pun turut berkembang selama prosesnya. Sebagai pembaca
yang mengikuti serial ini sejak awal, saya memang kehilangan gaya penulisan Dee
dengan bahasanya yang nyeleneh dan mengajak saya mengupas lapis demi lapis
kulitnya di KPBJ. Apalagi di Gelombang,
saya harus membaca gaya menulis multilingual yang bikin muak. Namun, Gelombang menggetarkan saya karena ia
memberi petunjuk akan banyak hal, sekaligus memberikan banyak teka-teki baru.
Saya merinding, lho, baca bagian akhir, ketika Alfa sedang di dalam pesawat
terbang, dan Kell duduk di sebelahnya mendendangkan lagu "Fly Me to the Moon"
(padahal di Akar, Kell sudah
meninggal).
Gelombang menimbulkan gegar intelektual. Di
buku-buku sebelumnya sama sekali tidak disinggung adanya klasifikasi karakter
(Peretas, Infiltran, Sarvara). Tiba-tiba, di Gelombang, Dee menjejalkan ke mulut pembaca tentang itu. Lah, kok?
Dee memang sengaja, atau dia baru kepikiran tentang Peretas, dll. pasca Petir? “Jawabannya adalah ya dan tidak.”
(IEP, hlm. 702). Yah, saya belum puas
dengan jawaban Dee itu. Udah, telen dulu aja (mungkin begitu kata Dee kemudian).
Peretas, Infiltran, Sarvara
Premis Supernova
adalah segala sesuatu telah direncanakan, yang dinamakan sekuens. Di sini, kita bertemu makhluk-makhluk dengan misi khusus, Peretas, yang rela lahir, amnesia, dan
mati berkali-kali dalam wujud manusia demi mencapai enlightment. Dalam setiap
siklus, para Peretas ini berenam
membentuk gugus. Masing-masing
memiliki fungsi yang berbeda-beda
sesuai siklus, tapi nama kodenya
selalu sama (Gio, IEP, hlm. 27). Bersama-sama, mereka berusaha memenuhi misi:
membebaskan semua makhluk superior “dari penjara tubuh manusia, dari jerat
samsara” (IEP, hlm. 619); untuk menyadarkan para Peretas siapa mereka 2500
tahun yang lalu.
"Kebenaran yang tak bernama tak pernah terputus." (Surat S kepada Akar)
Nama Peretas
|
Fungsi
|
Nama Kode
|
Bodhi
|
Peretas Kisi
|
Akar
|
Elektra Wijaya
|
Peretas Memori
|
Petir
|
Zarah Amala
|
Peretas Gerbang
|
Partikel
|
Alfa Sagala
|
Peretas Mimpi (sang Arsitek, Peretas pertama)
|
Gelombang
|
Gio
|
Peretas Kunci
|
Kabut
|
“Peretas tersebar di seluruh dunia, mengikuti jadwal dan rencana khusus yang mereka rencanakan dari sebelum mereka lahir. Satu faktor yang paling dipedulikan oleh Infiltran adalah magnet Bumi. Itu tolok ukur mereka untuk segala hal.” (Toni, hlm. 322).
Selain Peretas, ada Infiltran/Pembebas dan
Sarvara/Penjaga.
“Pembebas dan Penjaga berbagi unsur yang serupa, tapi dengan kutub yang bertolak belakang. Bagi Penjaga, para Pembebas tak lebih dari perusak. Infiltran, begitu akhirnya mereka dijuluki karena strategi menyusup yang mereka terapkan. Bagi para Infiltran, para Penjaga adalah pemelihara penjara, memperlambat laju evolusi demi stabilitas dan status quo. Kaum yang kemudian oleh para Infiltran dijuluki sebagai Sarvara. Anjing penjaga.” (IEP, hlm. 619)
Cerberus (Sumber di sini.)
[Anjing
penjaga yang dimaksud adalah Cerberus.]
Ketiga pihak ini bertemu, tumpek blek di IEP. Peretas dan Infiltran di satu pihak, Sarvara di pihak lainnya.
Kedua pihak berperang, yang melibatkan para pembantu Infiltran yang disebut
Umbra. Pihak pertama menginginkan evolusi kesadaran, pihak kedua tidak ingin
itu terjadi.
Di IEP,
kelima Peretas kita (bersama Infiltran) berjuang menggenapkan Hari Terobosan
agar Peretas Puncak dengan nama kode Permata bisa turun untuk menggenapi gugus
mereka.
Menggugat Inteligensi Embun Pagi (IEP)
Saat
membaca halaman-halaman awal IEP,
saya geregetan sekali. Di situ, proses penyadaran yang dialami Gio dengan
dibantu oleh Luca diiringi dialog-dialog tidak penting. Kayak novel teenlit. Saya jadi merasa sedang baca
Harry Potter, saat dia berumur sebelas tahun, dijemput oleh Hagrid dan dikasih
tahu bahwa dia penyihir
istimewa.
Terlalu banyak plot device yang terjadi tiba-tiba tanpa pernah disinggung atau
diberikan petunjuk sebelumnya adalah hal yang paling mencolok di IEP. Contohnya:
·
Ternyata
Peretas bisa dikonversi jadi Sarvara (penjelasan Alfa di hlm. 484).
·
Ternyata
ada kisah antara Alfa dan Ishtar yang melibatkan mitologi Sumeria (di Keping 92).
· Yang
paling menyakitkan: surat dari S untuk Zarah (di Partikel),
ternyata cuma tipuan Simon. Anjir,
padahal selama ini saya benar-benar menganggap surat dari S itu adalah petunjuk
untuk menyingkap segalanya. Mungkin ini efek dari perubahan rencana Dee yang
tiba-tiba terhadap akhir serial Supernova. Efek samping dari dijadikannya Diva
hanya sebagai bayang-bayang di IEP.
Di sini, Dee terlihat malas dan ambil jalan mudah, dengan menjadikan surat itu
hanya tipuan. Lalu surat untuk Akar juga tipuan?
Ishtar (Sumber di sini.) |
Gio, yang dulunya
seolah hanya figuran, ternyata... Saya merasa tertipu, mengingat
ada 4 tokoh yang dieksplor oleh Dee dalam 4 buku (untuk membangun latar
belakang mereka masing-masing, sebelum bergabung di IEP); mengingat
isi surat S kepada Akar ("Salam saya untuk tiga teman kamu") dan
Partikel ("Tiga teman yang paling utama sudah menunggu"), seharusnya
cuma ada 4 karakter protagonis utama ini di IEP. Dan ternyata, protagonis utama di IEP adalah Alfa. Oleh karena kebanyakan tokoh, saya jadi merasa kepribadian
para tokoh ini nyaris tak punya ciri khas. Kecuali Kell, Ishtar, Elektra,
Reuben...
Saya juga ingin menggugat Zarah, betapa
dia egois sekali ketika ia lebih mementingkan untuk mencari ayahnya “yang ia
lihat keluar dari portal” daripada menyelesaikan urusan para Peretas (hlm. 483).
IEP sangat kompleks, karena melibatkan
pembahasan tentang spiritualisme Barat dan Timur, berbagai mitologi kuno, dan
sains, sehingga saya sering tidak paham. Dee menggunakan teknik dialog (ada
yang berperan sebagai Sang Penjelas) dan narasi tokoh untuk menjelaskan
berbagai hal ini. Meski begitu, tetap saja, banyak dialog yang isinya
kurang bisa saya pahami. Ditambah lagi, Dee masih menggunakan gaya
multilingual-nya itu (sekarang bonus bahasa Sumeria).
Dee terkesan malas menunjukkan
adegan pada pembaca. Contohnya, ketika Gio bertemu dengan Madre Aya (hlm.
22-24), tidak jelas apa yang dilihat oleh Gio saat itu. Pengalaman itu hanya
“diceritakan” secara abstrak. Di hlm. 29, Gio mengatakan bahwa tujuan
selanjutnya, Gio harus pergi ke Indonesia. “Madre Aya menunjukkanku Pulau
Jawa.” Oh, jadi Madre Aya nunjukin Pulau Jawa?!
Selain itu, ada
beberapa salah penulisan, seperti:
·
“Ada empat orang tersisa di puncak. Tiga
Peretas. Kita. Dan, satu orang yang keluar dari portal. Sarvara.” (Bodhi, hlm.
487) -> bukannya harusnya empat Peretas? Alfa dikemanain?
·
“Cara-cara Peretas
itu aneh-aneh.” (Alfa, hlm. 557) -> mungkin seharusnya “Infiltran”, ya.
Pelajaran Penting dari IEP
“Sejarah yang satu ini… ah, seperti melukis di air. Sulit dikenang. Sulit dipegang. Rasanya satu dunia ini tersihir mantra untuk lupa. Lagi dan lagi.” (Chaska, hlm. 5)
Terlepas dari
semua gugatan saya itu, saya mendapat beberapa pelajaran penting dari IEP.
1. Apa
yang bagi persepsi satu pihak "salah", ternyata di pihak lain
"benar". Contohnya, sudut
pandang Ishtar terhadap Infiltran. Ternyata Sarvara tidak sejahat yang selama
ini diindoktrinasikan ke pikiran pembaca melalui sudut pandang Peretas dan
Infiltran. Menurut sudut pandang Ishtar, “Daging yang membungkusmu (-mu = Alfa)
adalah penjaramu. Memenjarakanmu dalam ilusi keterbatasan. Kamu yang
sesungguhnya jauh lebih besar daripada yang kamu tahu. Mereka (Infiltran)
memutarmu untuk lahir dan mati. Mereka tidak ingin kamu bebas. Tidak ada kejahatan yang lebih keji
daripada pengelabuan jati diri.” (hlm. 618)
2. Tentang
evolusi kesadaran. “Evolusi kesadaran, Bodhi. Evolusi adalah
sifat alami semesta ini. Cuma itu kekuatan yang tidak bisa dihentikan siapa
pun. Tidak oleh Sarvara, dan juga tidak oleh kita. Bahkan, dalam bungkusan
jerat ini sekalipun, evolusi tidak berhenti. Hanya melambat. Evolusi secara
alamiah membawa kesadaran kolektif untuk akhirnya mencapai ambang batas kritis
yang kita sebut dhyana.
Saat jejaring kita berhasil menciptakan celah, mereka yang sudah tiba di batas dhyana akan mengalami lompatan kesadaran. Melampaui jerat
ini. Lepas.” (Kell, hlm. 197)
3. Tentang
awareness. “Awareness. Kesadaran menentukan segalanya. Kamu bisa dikelilingi
benda-benda berkekuatan luar biasa, tapi tanpa kesadaran, kamu bakal menganggap
mereka benda biasa.” (Kell, hlm. 240). Belakangan ini, awareness jadi
bahan renungan favorit saya, hingga saya sampai pada kesimpulan, bahwa bagi
saya, hal paling esensial di dunia ini adalah kesadaran. Sadar siapa saya. Sadar untuk apa saya hidup di dunia
ini. Sadar dalam melakukan segala hal.
4. “Manusia
itu ngomong A, padahal B. mukanya bikin C, padahal di hatinya D. Tujuannya E,
tapi mutar-mutar dulu sampai Z. Bahasa itu, kan, gunanya buat jadi topeng.
Manusia belum sanggup transparan. Itulah, efek kelamaan pikun. Ndilalahnya,
manusia jadi ndak mudeng sama efek perbuatannya sendiri. Makanya karma di sini
jelimet banget. […] Kita itu bergerak
seperti satu tubuh, Le. Kalau ada di antara kita yang keminter, bikin rencana
sendiri, semua kena getahnya.” (Kas, hlm. 415-416)
5. Pembahasan Liong tentang “Belajar dari Semut”. “Kalian
injak satu semut, kalian pikir semut yang lain bakal berhenti untuk berduka
gara-gara mereka bersaudara? Mereka akan terus bekerja sampai misi mereka
selesai. Fokus pada tugas kalian sebagai Peretas, bukan drama kalian sebagai manusia. Drama
adalah komplikasi. Drama membuat kalian egois, berpikir kepentingan pribadi
kalianlah yang paling penting.” (Liong, hlm. 467)
Jadi, saya tidak menganggap IEP adalah penutup yang bagus bagi seri
Supernova. Tapi saya memberikan rating 2,5 atas usaha keras Dee untuk
melahirkan seri yang dahsyat ini dengan konsistensi dan kreativitas tinggi. Dee
tetap jadi salah satu penulis Indonesia yang saya segani. Saya juga kagum akan
gaya penulisan Dee, yang di satu sisi terkesan sangat ilmiah, tapi di sisi lain
tak kehilangan humornya. Misalnya, saat Toni memanggil Dimas–Reuben
dengan sebutan “Paklik–Bulik”. Di Goodreads, saya bulatkan rating ini jadi
3, karena saya mendapat beberapa pelajaran penting yang terkait dengan hal-hal
yang belakangan ini jadi bahan renungan saya. (Selain itu juga karena IEP memantik saya untuk mempelajari
spiritualisme.) Betapa ini bukan suatu kebetulan, kan?
“Carilah, Nak. Cari bukan untuk sampai ketemu. Cari sampai kamu merasa sudah tidak perlu lagi mencari.” (Aisyah, hlm. 105)
“Pasti ada alasan mengapa kamu memilih lahir dalam fisikmu yang sekarang. Kamu menjadi yang terkecil supaya kamu bisa belajar untuk tidak takut pada kekuatanmu sendiri.” (Liong kepada Elektra, hlm. 653)
Pembahasan cerita IEP yang lengkap dan membuat saya kembali mundur mengikuti ceritanya. Saya hanya mampu membaca serial Supernova ini sampai "Partikel". Kelanjutannya saya tidak menaruh minat lantaran membacanya membuat saya pusing dengan banyaknya hal-hal tidak biasa yang diceritakan. Dan dari beberapa judul serial ini yang saya baca, favorit saya tetap "Petir" lantaran ada karakter cowok yang aneh, kalo tidak salah Mpret alias Toni (kalau tidak keliru begitu, sudah lama saya membaca bukunya dan waktu itu belum ngeblog)
ReplyDeleteWah, sama, Petir juga masih jadi favoritku karena di situ aku pertama kali mengenal sisi komedian Dee. Cerita Elektra seru diikuti dan sangat membumi, ya.
Deletesaya menghabiskan 2 tahun hanya untuk baca KPBJ karena terlalu ilmiah semacem kamus sains yang di kemas secara fiksi, sampai ke ending gak ngerti sama sekali, selanjutnya maraton sisa bukunya, yang paling disuka buku Akar Bodhi dengan perjalanan sebagai Backpacker, mulai dari cerita enak sampai menjijikkan, narkoba dllnya lengkap disini. senjutnya partikel yang saya gak suka ketika ada adegan freesex dan di perjelas ketika pacarnya harus mencuci sisa darah di seprei. dan itelegensi embun pagi yang saya rasa menceritakannya terlalu terburu-buru memaksakan agar tidak terlalu panjang bukunya, mungkin kalau dibuat sempurna dan tidak terkesan diburu-buru akan jadi dua buku lagi.. postingan ini full spoiler dan mendalam menggugatnya dan keren bangat, bahkan awalnya ada beberapa yang gak saya paham, ketiba baca postingan ini lumayan terbuka dan mulai tersambung kisi-kisinya..
ReplyDeleteIya, memang Dee terlihat sekali mengubah gaya menulisnya dari KPBJ, yang terasa sangat ilmiah, menjadi lebih ringan dibaca sejak di buku kedua, ya. Benar sekali. Memang Dee mungkin dikejar waktu ketika menulis IEP ini, sehingga hasilnya kurang maksimal. Terima kasih atas apresiasi Anda terhadap tulisan saya ini :)
Delete