Mereka orang-orang jahat. Kau lebih berharga daripada mereka semua. (Nick, hlm. 224)
sinopsis
Nick Carraway pindah ke sebuah rumah
kecil di West Egg, diapit dua gedung besar. Salah satunya, yang di sebelah
kanan, adalah puri Mr. Gatsby. Setiap akhir pekan, rumah itu penuh sesak dan
berdentam-dentam meriah. Pesta-pesta besar Gatsby terkenal sampai ke mana-mana.
Nick belum merasakan sendiri bagaimana rasanya berada di antara lautan manusia
yang tengah berpesta itu, sampai suatu kali undangan pesta datang kepadanya,
ditandatangani sendiri oleh Gatsby.
Sebelumnya, Nick mengunjungi
sepupunya, Daisy, dan suaminya, Tom, di rumah indah mereka di East Egg
(kembaran West Egg tapi lebih mengilap). Di sana dia bertemu dengan Jordan
Baker, seorang atlet, yang juga teman Daisy. Nah, di pesta Gatsby yang meriah
itu, saat Nick nyaris putus asa karena tidak mengenal siapa pun, akhirnya ia
bisa bernapas lega setelah melihat Jordan.
Di pesta itulah, pertama kalinya
Nick mendengar berbagai gosip mengenai siapa sebenarnya Gatsby. Ada yang bilang
dia pernah membunuh seseorang; atau terlibat bisnis berbahaya; dan semacamnya.
Tampaknya tidak ada yang benar-benar mengenal Gatsby, padahal mereka sering
datang ke pestanya.
Pertemuan dengan Gatsby secara
langsung malam itu membuka pintu bagi Nick menuju pengenalan akan masa lalu dan
sisi lain Gatsby dari apa yang selama ini terlihat dari puri megahnya dan
pesta-pesta meriahnya. Termasuk, bahwa selama ini Gatsby menyimpan obsesi akan
Daisy, yang dulu pernah menjadi kekasihnya. Secara malu-malu, Gatsby meminta
tolong kepada Nick untuk mempertemukannya dengan Daisy. Nick tak akan menyangka
bahwa pertemuan itu akan berujung pada tragedi.
karakter & sudut pandang—si narator yang bukan tokoh utama
Saya lebih dulu menonton film The
Great Gatsby daripada membaca bukunya, jadi sangat sulit untuk mengenyahkan
bayangan Leonardo di Caprio dari kepala saat membaca buku ini. Uniknya, di film
ini dan The Wolf of Wall Street, Leonardo di Caprio memerankan karakter yang
sama-sama miskin awalnya, lalu jadi kaya-raya setelah menjalankan sebuah
bisnis.
Meski dari judul bisa langsung
ketahuan kalau buku ini akan mengisahkan tentang Gatsby, tapi sudut pandang
penceritanya adalah “aku”-nya Nick. Ini menarik, karena seolah-olah Gatsby akan
tetap jadi sosok yang berjarak dengan pembaca, sekaligus cukup dekat untuk
mengenalnya. Mungkin seperti yang dikiaskan oleh rumah Nick dengan rumah
Gatsby. Sangat berdekatan, sangat berbeda secara fisik; Nick bisa mengintip ke
pekarangan rumah itu, bisa melihat puncak-puncak menaranya, tapi tak pernah
mengetahui dalamnya. Awalnya begitu. Lalu, setelah Nick akhirnya masuk dan
berkeliling rumah itu, akhirnya pula ia berkenalan secara langsung dengan si
empunya rumah.
Nick
Karena memakai sudut pandang
“aku”-nya Nick, secara otomatis kita lebih dulu mengenal Nick daripada si tokoh
utama, Gatsby. Nick berasal dari keluarga terpandang dan berada (seperti yang
ia ceritakan di hlm. 11) di kota daerah Barat-Tengah. Nick lalu pindah ke
daerah Timur dan mempelajari bisnis obligasi. Menurut dirinya sendiri, Nick
adalah orang yang jujur (hlm. 90).
Menurut pemahaman saya, Nick adalah
orang yang tidak terlalu suka berada di tengah keramaian. Ia adalah orang yang relatif lebih bermoral ketimbang para social climber itu, tak heran karena Nick berasal dari keluarga terhormat. Nick adalah pribadi yang mampu bersikap
tenang, seperti saya rasakan dari gaya penuturannya, juga sikapnya saat Daisy,
Tom, dan Gatsby terlibat percekcokan. Lucunya, Nick sering terlibat di dalam
hubungan dan situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin karena ia dianggap orang
yang easy-going. Pertama, pertemuan Tom dengan
selingkuhannya, Myrtle. Kedua, pertemuan pertama Gatsby dengan Daisy. Lalu hang-out yang berisi ketegangan dan berakhir
tidak menyenangkan dengan Gatsby, Daisy, Jordan, dan Tom. Yang sabar, ya, Nick.
Mengenai Gatsby, Nick kadang
bersikap tidak percaya (terlebih karena gosip-gosip yang beredar dan memang
awalnya Gatsby tidak jujur padanya), tapi lama-lama kekaguman dan
kepercayaannya tumbuh. Meski kadang dia masih ragu, sih. Wajar, Gatsby memang
sosok yang misterius.
Gatsby
Nah, mari beralih ke Gatsby. Sosoknya
beraromakan kontradiksi dan ironi. Semua orang yang datang ke pestanya merasa
mengenalnya tapi tidak pernah benar-benar mengenalnya. Julukannya
(mungkin yang diberikan oleh Nick, seperti yang jadi judul buku) adalah “The Great Gatsby”, tapi sesungguhnya ia
juga lelaki biasa. Oke, dia memang
hebat dalam hal kekayaannya, terlebih ia benar-benar memulai dari minus (bukan
nol lagi), dan bodoh amat lah, apa sebenarnya bisnis yang ia jalankan
(koneksinya dengan Wolfshiem mengindikasikan adanya kejahatan terorganisasi).
Meski begitu, ia tidak lantas melupakan orang tuanya (yang secara tidak
langsung telah menyebabkan kemiskinan keluarganya). Di bagian akhir, pembaca
akan tahu bahwa selama ini ia memperhatikan ayahnya (ibunya entah sudah
meninggal atau bagaimana).
Sehebat apa pun Gatsby, dia tetaplah
seorang lelaki biasa, yang bisa sedemikian mencintai seorang gadis, dan tetap
mencintainya meski selama lima tahun tak pernah berinteraksi. Namun dalam hal
ini pun, dia bisa dikatakan hebat. Obsesinya akan Daisy tetap besar, dan bisa
dibilang obsesi itulah yang memampukan dia berjuang untuk lepas dari
kemiskinan. Di sisi lain, obsesi ini memerangkapnya dalam masa lalu. Dengan
kata lain, Gatsby ini susah move
on. Lihatlah, bagaimana ia membeli rumah itu hanya agar bisa memandangi
cahaya lampu dermaga rumah Daisy di seberang.
Gatsby berbicara banyak tentang masa lalu dan aku mengerti bahwa dia ingin mendapatkan sesuatu kembali, mungkin sosok dari dirinya sendiri yang lenyap karena mencintai Daisy. Kehidupannya membingungkan dan berantakan sejak saat itu, tetapi jika sekali lagi dia bisa kembali ke titik awal tertentu dan menjalaninya lagi dengan perlahan, dia bisa menemukan apa yang dicarinya… (hlm. 163)
Adalah ironi bahwa dalam
pesta-pestanya, Gatsby dikelilingi oleh keramaian, tetapi ia terlihat tenggelam
dalam kesendirian (seperti digambarkan Nick, saat Gatsby berdiri sendirian di
puncak tangga terasnya). Banyak orang datang ke pestanya dan mengenalnya, tapi
cuma sebatas apa yang tampak dari kekayaannya. Selebihnya, tak ada yang
benar-benar mengenalnya. Yang bikin lebih miris lagi adalah, dari sekian orang
yang mengenal Gatsby di masa kejayaannya, hanya satu (selain Nick, ayah Gatsby,
para pelayan, sopir, tukang kebun, dan pendeta) yang datang saat akhir yang
penuh tragedi.
Ironi lain, yang nyaris lucu, adalah
yang diungkapkan Mr. Wolfshiem tentang Gatsby,
Yeah, Gatsby sangat berhati-hati dengan kaum perempuan. Dia tidak akan pernah melirik istri seorang teman. (hlm. 107)
Well,
kenyataannya Gatsby mencintai istri seorang teman. Oh, tidak tepat begitu, sih,
karena Tom tak bisa dibilang teman Gatsby.
daisy
Tidak seperti Gatsby yang demikian
mencintai Daisy, saya malah sama sekali tidak bisa jatuh cinta akan tokoh ini. Daisy
adalah tokoh yang impulsif, seperti bisa dilihat jelas saat ia mengatakan ia
mencintai Gatsby, padahal di situ ada Tom (hlm. 174). Di adegan-adegan
selanjutnya, sifat impulsif dan egoisnya tampak jelas. Tragedi di akhir, meski
secara tidak langsung adalah akibat dari obsesi Gatsby akan Daisy, secara
langsung itu disebabkan oleh tingkah impulsif nan ceroboh Daisy. Setelah itu,
dengan mudahnya ia (dan Tom) lepas tangan.
Namun, dalam hal perasaannya yang bercabang kepada Tom dan Gatsby, itu bisa
saya mengerti dan maklumi.
tom buchanan
Tom adalah karakter yang negatif. Dari
cara bicara dan sikapnya, pembaca bisa langsung tahu kalau dia orang yang
arogan. Dia juga munafik, contohnya tentang perselingkuhannya. Ia dengan sangat
kasual dan terbuka mengajak Nick bertemu dengan selingkuhannya. Pun ia tampak
tak khawatir dengan kenyataan bahwa Daisy sudah mengetahui perihal tersebut. Tapi
anehnya, di dalam kereta, Tom sok-sokan merasa nggak enak kalau nanti ada orang
East Egg yang menangkap basah ia segerbong dengan selingkuhannya.
latar tempat
Sudah lama sejak saya menonton film
The Great Gatsby, jadi saya tak bisa mengingat bagaimana indahnya Pantai Long
Island, Pulau West Egg, dan East Egg. Maka, saya ingin mengingat kembali latar
tempat tersebut.
Sumber: Shmoop |
Fitzgerald menggunakan dua daratan yang terpisah ini, West Egg dan East Egg, untuk menggambarkan dikotomi antara
para keluarga ningrat dan orang kaya baru. West Egg dihuni oleh, seperti
Gatsby, orang kaya baru yang mendapatkan kekayaannya dari kerja keras (meski
mungkin bisnis ilegal). Sementara itu, East Egg dihuni oleh keluarga ningrat
atau orang kaya lama, yang kaya memang “sudah dari sononya”, seperti Daisy dan
Tom. Dari sudut pandang orang East Egg, seperti diwakili oleh Tom, orang kaya
baru seperti Gatsby dianggap “norak”. Misalnya, bagaimana Tom memandang jijik
terhadap setelan pink yang dipakai Gatsby. Atau saat Gatsby tidak memahami
ajakan basa-basi Sloane, dan mengira itu ajakan sungguhan.
isu sosial di Amerika Serikat tahun 1920-an
Pesta gila-gilaan di rumah Gatsby. Sumber: Bfi |
Setelah mengarungi rimba informasi
di internet, saya mendapati bahwa tahun 1920-an di Amerika Serikat dijuluki “Jazz
Age” atau “Roaring Twenties”, ditandai dengan meledaknya perekonomian, musik
Jazz yang ngetren, perubahan perilaku para perempuan, dan menurunnya moral. Uang
dan konsumerisme merupakan bagian dari mimpi banyak orang. Tak heran, banyak social climber bermunculan di
pesta-pesta, berharap mendapat koneksi atau sekadar sok kaya, seperti para
hadirin pesta Gatsby.
Kemudian tentang hubungan orang
kulit hitam dan kulit putih di masa itu. Di halaman 102, saat berkendara ke kota bersama
Gatsby, di jalan Nick melihat sebuah limosin yang dikemudikan oleh seorang
kulit putih. Penumpangnya adalah “tiga orang kulit hitam yang bergaya”. Mungkin ledakan ekonomi saat itu telah melahirkan juga orang kaya baru dari kalangan minoritas kulit hitam.
pesan moral
“I am afraid you don’t quite see the moral of the story,” remarked the Linnet.“The what?” screamed the Water-rat.“The moral.”“Do you mean to say that the story has a moral?”“Certainly,” said the Linnet.“Well, really,” said the Water-rat, in a very angry manner, “I think you should have told me that before you began. If you had done so, I certainly would not have listened to you; in fact, I should have said ‘Pooh’, like the critic…”
(The Devoted Friend by
Oscar Wilde)
Melalui The Great Gatsby,
Fitzgerald mengkritisi kondisi sosial-ekonomi AS pada masa itu. Ia
menggambarkan adanya “karma”, seperti yang dialami Gatsby. Gatsby memperoleh
kekayaannya dengan cara-cara yang tidak jujur, yang memang membuatnya sangat
berkilau, tapi hanya untuk sejenak. Setelah itu, ia kehilangan Daisy (harusnya
ia sudah menyadari kalau ia memang sudah kehilangan Daisy sejak lima tahun
lalu) dan meninggal karena dibunuh Wilson, yang lalu bunuh diri. Fitzgerald
juga menyampaikan ironi bahwa orang yang berhati baik belum tentu akan berakhir
baik. Gatsby, yang berhati baik, rela menanggung tuduhan bahwa ia yang menabrak
Myrtle. Sementara itu, Tom dan Daisy, yang sama sekali tidak menunjukkan
iktikad untuk bertanggung jawab, bisa dengan mudah kabur dan “memulai hidup
baru”.
lebih lanjut
Banyak referensi seputar analisis
novel ini. Saya menyarankan satu, yaitu dari Cliffsnotes, yang mengupas secara
detail dan menyeluruh bab per bab.
rating saya
identitas buku
Judul: The Great Gatsby
Penulis: F. Scott Fitzgerald
Penerjemah: Maria Masniari Lubis
Editor: M. Imelda Kusumastuty
Desain
sampul: Resatio Adi Putra
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2014
Tebal: 264 halaman
ISBN: 978-602-03-0880-7
Harga: Rp 42.000,00
0 komentar:
Post a Comment
Your comment is so valuable for this blog ^^