6 January 2015

Review "Membagi Rindu" - Saat Persahabatan Ternodai Cinta


Judul Buku              : Membagi Rindu
Penulis                   : Koko Ferdie
Tebal                     : 220 halaman
Penerbit/cetakan   : PING!!!/Cetakan I, 2014
ISBN                     : 978-602-255-640-4
Harga                   : Rp 38.000,00
Genre                    : Teenlit, romance
Rating                    :



Rain, bukanlah jenis gadis supel, tidak seperti sahabatnya Nadia. Ia adalah jenis orang yang tidak akan bercerita tentang dirinya sendiri secara panjang-lebar pada orang yang baru dikenalnya. Tapi, suatu saat, tanpa ia duga, seorang cowok membuatnya menceritakan mengapa namanya Rain. Awan, teman sekelasnya itu, meski baru dikenalnya, tapi ia merasa seperti sudah mengenalnya jauh sebelumnya. Pernahkah kau merasakan hal semacam ini juga? Saat di mana entah bagaimana, kau merasa klop dengan seseorang yang baru kaukenal. Kau seolah bisa melihat bahwa nantinya hubunganmu dengannya akan makin dekat.
***

Kisah dibuka dengan latar kota Berlin. Kala itu, Rain sedang berlibur di rumah Omanya. Sendirian. Setelah mamanya meninggal, papanya berubah menjadi teramat sibuk dan tak punya waktu untuknya. Apalagi kehadiran seorang mama tiri, yang juga tak punya waktu untuknya. Seperti Omanya, sesungguhnya Rain juga kesepian. Maka ia berubah menjadi anak pendiam. Beruntung, saat masuk SMA, ia bertemu dengan Nadia, gadis supel dan cerewet. Sifatnya itu melengkapi sifat pendiam Rain. Lantas muncul Awan dalam persahabatan itu. Rain pertama kali bertemu Awan saat menerima hukuman dari panitia MOS. Lucunya, Rain dan Awan ternyata bertetangga, dan mereka baru tahu setelah mereka kenal di sekolah. Semenjak itu, Awan selalu menjemput Rain untuk pergi ke sekolah bersama-sama.

Awan, adalah anak konglomerat yang merasa hidupnya terkungkung oleh para bodyguard. Ia mengasuh sebuah taman baca untuk anak jalanan, kegiatan yang sangat dilarang oleh mamanya. Dan sebenarnya, ia punya perasaan lebih pada Rain, lebih daripada sekadar sahabat.

Nadia, gadis cerewet itu sesungguhnya juga menyimpan sesuatu. Ketika ditembak oleh Evan, sahabat Awan, ia tahu seharusnya ia menolaknya. Bukannya malah menerimanya dan menjalani hubungan itu dengan tidak tulus. Mengapa? Karena ia tahu siapa yang dicintainya. Orang yang sama sekali tak menganggapnya lebih daripada sahabat.

Samudera, alias Seam, hidupnya seakan adalah sebatang magnet yang terus ditempeli oleh Pric, gadis centil, manja, dan angkuh. Seakan belum cukup menderita ia, yang ditinggal pacarnya pergi ke luar negeri dan patah hati. Ia belum bisa sepenuhnya move on, sebelum kenal Rain.

***

Mungkin, sekarang masalah cinta segitiga udah basi. Gimana kalau cinta yang grafiknya macam flowchart algoritma? Ada start, tapi bagian end saya rahasiakan. Hehehe.


Setelah memandangi flowchart tersebut, mungkin kau akan merasa kasihan pada Evan, Nadia, dan Awan. Kalau Pric, sih, nggak perlu dikasihani, karena di cerita, ia memang berperan jadi antagonis yang menyebalkan.

Pertama lihat sampul depannya dan baca blurb, mungkin kau teringat kisah karangan Winna Efendi, Remember When. Tokoh Rain yang pendiam mengingatkan akan tokoh Freya, dan tokoh Nadia yang supel dan ceria mengingatkan akan tokoh Gia. Lalu, persahabatan empat orang itu ternodai oleh cinta. Dan memang harus ada yang tersakiti. Tokoh-tokoh yang diciptakan penulis kurang memiliki karakter yang kuat. Mari kita ulas satu-persatu.

Tokoh Rain, hendak diciptakan sebagai sosok yang pendiam. Tapi, menurut saya, dia kurang pendiam. Atau mungkin karena memang dia aslinya nggak pendiam? Ia juga tokoh yang plin-plan. Gampang suka sama cowok pada pandangan pertama. Mungkin karena memang cowok-cowok itu terlalu memesona. Hehehe.
“Pandangannya sedikit teralihkan pada cowok bermata sipit yang menghalau suara itu untuk tak dilanjutkan. Mendadak, hati Rain bergetar melihatnya.” (hal. 36)
Oke, awalnya saya mengira Rain akan jatuh cinta pada Awan. Tapi, setelah membaca kembali blurb novel, kok Rain sama Seam? Berarti asumsi terlalu-awal saya salah.
“Rain tak tahu, tiap kali melihat Samudra, dadanya berdegup tak keruan.” (hal. 89)
Nah, setelah “bergetar melihat Awan”, kini Rain juga deg-degan tiap kali melihat Samudra. Aduh, Rain memang sedemikan polosnya (dan menyebalkan karena tidak sadar juga kalau Awan suka sama dia). Mungkin memang karena usianya masih sangat muda, sikapnya terlihat sangat kekanak-kanakkan jika berkaitan dengan papa dan mama tirinya. Meski begitu, dari ucapan motivasinya pada Awan, akhirnya Rain menyadari bahwa ia juga harus mencoba menerima mama tirinya.
“Benar. Nggak ada Mama yang seratus persen jahat di dunia ini.” (hal. 175)
Kemudian, tokoh Nadia, adalah salah satu yang tersakiti. Tapi, saya kagum dengannya. Ia tetap bisa menjaga persahabatannya dengan Rain, meski ia tahu bahwa orang yang dicintainya malah mencintai Rain.  Ia juga dengan besar hati menerima saran Rain untuk mengungkapkan perasaan pada Awan. Setelah itu, Nadia memang menjauh. Ia butuh waktu untuk menata kembali perasaannya. Tapi, tak lama, Nadia sudah kembali seperti dia yang dulu. Saya salut padanya. Mungkin di antara mereka, Nadia adalah yang paling dewasa.

Mari beralih ke tokoh Awan. Sepanjang hidupnya, ia selalu dibanding-bandingkan. Oleh mamanya, selalu dibandingkan dengan kakaknya yang tak tertandingi. Mungkin karena itulah, ia jadi terbiasa membandingkan diri dengan orang lain. Dengan Seam, ia juga merasa kalah, terlebih setelah ia kalah cepat menembak Rain. Tapi, jiwa sosial Awan sangat bagus, dengan merintis taman baca buat anak jalanan itu. Bahkan, sampai ia harus melawan mamanya sendiri, yang berakhir dengan diseret oleh para bodyguard.

Samudra. Ia tokoh yang berjuang keras untuk mencapai mimpinya. Meski hidupnya juga tak mudah, ditinggal pergi papanya yang kemudian meninggal. Ia tetap bersemangat, terlebih karena keberadaan Yuna, adiknya, selalu membuat nuansa ceria, ditambah lagi dengan kehadiran Rain. Ia tetap ngotot ikut pertandingan futsal, padahal ia sedang sakit. Akhirnya, ia memang berhasil menciptakan satu gol, yang ia persembahkan untuk almarhum papanya.

Secara keseuluruhan, alur yang dibangun penulis mengalir lancar dan mudah diikuti. Beberapa kesalahan penulisan juga tidak terlalu mengurangi kenyamanan membaca. (Misalnya, mikrofon ditulis mike, yang seharusnya mic). Dengan penggunaan sudut pandang orang ketiga terbatas, yang berganti-ganti antara sudut pandang Rain, Awan, Samudra, dan Nadia, pembaca dapat memahami cerita dengan lebih mudah dan lengkap. Tapi, saya bertanya-tanya, mengapa bagian Nadia tidak proporsional dengan yang lain? Saya ingin mengetahui lebih banyak tentang kehidupan pribadi Nadia sebelumnya, yang tidak diceritakan sebagaimana penulis menceritakan tentang ketiga tokoh lainnya.

Saya percaya, bagian klimaks akan lebih seru jika masalah yang disajikan penulis tidak klise seperti itu. Namun, saya cukup puas dengan solusi permasalahan di bagian ending. Oh iya, penggunaan lirik-lirik lagu yang diselipkan penulis juga mendukung terbangunnya suasana cerita. Secara keseluruhan, novel teenlit ini cukup menghibur. Cocok untuk pembaca remaja, karena dunia yang dibangun penulis sangat umum dialami oleh para remaja di kehidupan nyata.
(Tapi, itu tidak akan sederhana jika sahabat itu menganggapmu lebih dari sahabat. Dan sahabatmu yang lain mencintai sahabatmu itu.)

(Menurut saya, nggak selalu butuh hati yang baru....)



3 comments:

  1. Keren reviewnya.

    Detail.

    Makasih sudah meriview MR ya. ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Terima kasih, Bang, saya senang penulisnya sudah baca resensi saya :)

      Delete

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets