29 April 2015

[GAME OF THRONES] Kutipan Favorit Saya



Ada 7 kutipan yang paling berkesan bagi saya, dan empat di antaranya adalah kata-kata Tyrion Lannister. Yang lainnya ada dari Eddard Stark, Arya Stark, dan Syrio Forel.
(Catatan: urutan berikut ini bukanlah menyatakan urutan tingkat kefavoritan saya.)

#1
Kalimat berikut ini Tyrion tujukan untuk Jon Snow, saat mereka bertemu pertama kali. Tyrion tahu bahwa Jon merasa minder karena dia anak haram, sehingga dia menasihatinya dengan mengumpamakan dengan keadaan dirinya sendiri yang meskipun bukan anak haram, tapi tidak normal.
"Di mata ayahnya, semua orang cebol adalah anak haram," begitu kira-kira yang ia katakan.

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.

 #2
Kalimat Tyrion yang ini ditujukan pada Jaime Lannister. Bagi saya, kalimat ini menunjukkan bahwa Tyrion adalah orang yang optimis menghadapi kehidupan, terlepas dari segala kecacatan fisiknya.

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.
#3
Nah, yang ini juga bagian dari nasihat Tyrion kepada Jon Snow.

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.

#4 


Hei, sebagai manusia, seringkali kita bersedia dibutakan oleh perasaan ketimbang memperhatikan fakta yang bisa kita lihat melalui panca indera. Hal ini membuat apa yang kita terima sangat melenceng jauh dari keadaan sebenarnya.

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.

#5

Ingatkah saat pertama kali belajar naik sepeda? (Contohnya klise banget, ya >,<)
Adakah yang sama sekali tidak pernah jatuh atau kecelakaan saat belajar naik sepeda?
Atau bagi yang suka fitness, nih. Pertama kali fitness pasti otot-otot sakit semua, kan?
Tapi, bukankah otot yang terbentuk itu sebenarnya adalah otot yang rusak akibat kita fitness?
Perut kotak-kotak milik Taecyeon 2PM pasti tak akan terbentuk tanpa latihan keras dan diet yang bagus. Latihan keras berarti rasa sakit yang lebih keras.

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.
#6
Kita pasti sering mendengar (atau melakukan) bahwa bohong untuk hal baik itu tidak salah.
Sementara itu, menyembunyikan sesuatu juga termasuk "bohong".
Setujukah Anda?

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.

#7
Hayo, siapa yang sering menyangkal kebenaran?
Berpura-pura seolah masih punya pacar, padahal si doi pergi karena menemukan tambatan hati yang lain T.T


Demikianlah beberapa kutipan favorit saya dari buku pertama serial A Song of Ice and Fire, Game of Thrones. Yang mana kutipan favoritmu? ^^

[Resensi GAME OF THRONES] Perebutan Kekuasaan




Penulis: George R.R. Martin
Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh:
Barokah Ruziati
Editor: Lulu Fitri Rahman
Penerbit: Fantasious
Cetakan: I, Maret 2015
Tebal: XVI + 948 halaman
ISBN: 978-602-0900-29-2
Harga: Rp 110.000,00 (Bukupedia)

Setelah Raja Aerys Targaryen—raja Tujuh Kerajaan—dibantai oleh Jaime Lannister di King’s Landing, dan Pangeran Rhaegar Targaryen dibantai Robert Baratheon di Sungai Trident, tahta kerajaan diduduki oleh Robert. Sementara itu, Eddard Stark, sahabat Robert, menjadi Lord Winterfell di Utara. Sejauh ini, kondisi Tujuh Kerajaan cukup damai, sebelum Robert bersama rombongannya datang ke Winterfell. Ia hendak meminta Eddard menjadi Tangan Kanan Raja menggantikan Jon Arryn yang baru saja meninggal. Tak ada yang mencurigakan awalnya, sampai Catelyn, istri Eddard, menerima surat dari adiknya, yang adalah istri Jon Arryn, yang mengatakan bahwa Jon diduga dibunuh oleh keluarga Lannister. Ditambah lagi kecelakaan yang dialami oleh Bran, putra Eddard, setelah ia tak sengaja memergoki rahasia Cersei Lannister, istri Robert Baratheon. Keadaan di Winterfell belum pulih ketika Eddard mau tak mau ikut ke Selatan untuk menjadi Tangan Kanan Raja.

Bran selamat, meski kakinya lumpuh, dan ternyata itu membuat satu pihak mencoba membunuhnya. Beruntung, Catelyn berhasil menghalanginya dan memperoleh barang bukti belati sang pelaku. Belati itu diduga milik Tyrion Lannister, adik sang ratu yang cebol dan buruk rupa, sehingga Catelyn menyanderanya. Inilah salah satu alasan mulainya peperangan Klan Lannister dengan Klan Stark.

Meski ada Robert, keberadaan Eddard di tengah-tengah keluarga Lannister di King’s Landing tidak aman bagi dirinya sendiri. Robert tak sekuat kelihatannya. Anggota majelis raja tak ada yang bisa dipercaya, begitu pula dengan para pengawalnya. Bila keluarga ratu tahu bahwa Eddard sudah mengetahui rahasianya, sangat mudah bagi Lannister untuk menghabisi Eddard.

“Kalau satu Tangan Kanan bisa mati, kenapa yang kedua tidak?” (halaman 379)

Sementara itu, Viserys Targaryen, adik Rhaegar, sangat percaya bahwa dirinyalah sang Naga Terakhir. Ia menikahkan adiknya, Daenerys, dengan Khal Drogo dengan imbalan satu pasukan untuk merebut kembali tahta kerajaan. Namun, siapa sangka, sang Naga Terakhir bukanlah dirinya.
***

Sumber gambar di sini, diedit oleh saya.


Pertama kali dalam sejarah karier membaca buku saya, saya niat sekali membeli sebuah buku secara online lantaran bukunya belum ada di toko buku biasa. Sebenarnya, niat awal membeli buku GoT ini dilatarbelakangi keinginan mengikuti lomba menulis cerpen tentang Inggris yang diadakan oleh Penerbit Fantasious. Salah satu syaratnya adalah menyertakan struk pembelian buku GoT. Ironisnya, setelah buku sampai di tangan dengan selamat, eh, ternyata cerpennya tidak jadi dibikin -_-.
 
Game of Thrones bisa dibeli di Bukupedia (langsung klik!)

Menyesal beli buku mahal ini?

Sedikit, sih, ketika pertama kali memandang kertas isi buku yang buram dan tipis (mungkin jika menggunakan book paper krem yang lebih tebal itu nanti bukunya jadi terlihat tebal sekali). Begitu mulai membaca, rasa penyesalan itu terlupakan. Meskipun awalnya saya tidak paham, lantaran begitu banyak tokoh berseliweran di dalamnya, dan sebagian besar adalah tokoh yang cukup penting untuk diabaikan (pantaslah jika serial ini dijuluki fantasi skala besar alias raksasa). Nama-nama yang sama, klan-klan berbeda…. Ada cukup banyak klan di Tujuh Kerajaan, meski yang terbesar hanyalah Baratheon, Stark, Lannister, Targaryen, dan Tully. Saking bingungnya, sering sekali saya harus bolak-balik ke depan karena lupa. Theon Greyjoy tadi siapanya Eddard Stark, ya? Brynden itu siapanya Catelyn Stark, ya? Beginilah nasib pembaca yang sama sekali awam terhadap dunia GoT (cupu banget, ya T_T).
Bagi pembaca yang awam terhadap dunia GoT, sebelum mulai membaca, ada baiknya jika mempelajari terlebih dulu silsilah klan-klan Tujuh Kerajaan, supaya tidak bingung. Sayangnya, silsilah itu diletakkan di bagian belakang, sehingga saya baru tahu kalau itu ada setelah sampai di tengah-tengah cerita -_-. Seharusnya silsilah ini ditaruh di depan, seperti pengenalan tokoh yang sering ada dalam komik-komik Jepang.

Selain itu, glosarium yang terletak setelah silsilah itu juga tidak berguna, menurut saya.
Isinya adalah istilah-istilah dalam bahasa Inggris beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.


Di dalam cerita, istilah-istilah tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, jadi untuk apa membuat glosarium semacam ini? Mungkin ini semacam panduan bagi yang sudah membaca GoT edisi terjemahan dan ingin menonton serial televisinya, agar tidak bingung ketika mendapati banyak istilah dalam bahasa Inggris di sana. Lagi pula, glosarium, kan, artinya “kamus dalam bentuk yang ringkas; daftar kata dengan penjelasannya dalam bidang tertentu”[1]. Saya berekspektasi akan menjumpai daftar istilah aneh beserta penjelasan artinya. Karena, meski banyak istilah yang sudah dijelaskan secara langsung maupun tidak dalam cerita—seperti arti septa dan maester—ada istilah yang tidak dijelaskan, seperti minuman ale (yang ternyata, menurut kamus artinya adalah "semacam bir tetapi lebih keras").

Terlepas dari semua itu, saya puas dengan terjemahannya yang sangat luwes dan mudah dimengerti (meski ceritanya tidak mudah dimengerti). Beberapa typo bertebaran, tapi itu tidak mengurangi kenikmatan membaca. Lagi pula, sang penulis sangat piawai membuat pembacanya betah, hingga terasa terikat oleh cerita.

Cara penyajian cerita melalui sudut pandang orang ketiga terbatas yang berganti-ganti dari satu tokoh ke tokoh lainnya sangat efektif untuk menceritakan  kisah yang mencakup setting wilayah, waktu, dan tokoh yang besar. Ada sudut pandang Bran, Catelyn, Eddard, Jon, Arya, Tyrion, Daenerys, dan Sansa. Meski banyak tokoh penting, tapi semuanya adalah tokoh yang kuat. Eddard yang sangat kaku, sedingin musim dingin di Utara. Catelyn, wanita kuat, cerdas, dan bijaksana. Tyrion, yang meskipun fisiknya tidak sempurna, otaknya sangat cerdas. Jon, anak haram Eddard, yang keras kepala tapi penuh perhatian pada sahabatnya. Sering kali timbul rasa tak percaya diri, tapi dengan cepat ia kembali optimis, terutama berkat motivasi Tyrion dan Saudara Sesumpah Garda Malam. Sansa, putri sulung Eddard, gadis feminin, patuh, manja, sombong, dan delusional; terlalu mengutamakan keindahan fisik. Arya, putri kedua Eddard, yang berkebalikan dengan Sansa: tomboi, rendah hati, keras kepala, pembangkang. Bran, putra kedua Eddard, yang tangguh dan pantang menyerah.

Robb, putra sulung Eddard, yang harus memimpin pasukan Stark dan pendukungnya untuk melawan Lannister, setelah ayahnya disandera. Robb mewarisi sifat-sifat khas Stark dari ayahnya: keras kepala, teguh, dan berani, juga kecerdasan dari ibunya. Daenerys, gadis yang menjadi kuat dan berani tanpa kehilangan moralitasnya. Oh, saya suka setiap bagian yang menceritakan perlawanan Dany terhadap kakaknya dan prajurit Khal Drogo. Dalam dunia GoT, barangkali Dany-lah yang paling bermoral. Dengan tegas, ia menyelamatkan perempuan-perempuan korban perang yang diperkosa oleh para prajurit Khal Drogo. Tapi, sayangnya, akhirnya takdir mereka tetap pahit. Dany adalah salah satu tokoh favorit saya, selain Tyrion.

Alur yang mengalir deras dari awal sampai akhir tak mengizinkan pembaca bernapas. Belum lagi segala intrik yang membuat hati gemas. Dalam dunia GoT, yang licik mengalahkan yang benar. Jadi, lupakan kalimat mutiara “kebenaran selalu mengalahkan kejahatan”. Meski, ada kalanya pihak yang benar menang. Dunia GoT adalah gambaran dunia yang kita tinggali, meski terlihat sangat amoral, vulgar, dan sadis. Ringkasnya, berisi hal-hal yang tidak ingin kita lihat atau rasakan. Hubungan inses antara Cersei dengan saudara kembarnya, Jaime Lannister. Percobaan pembunuhan anak kecil. Indikasi korupsi, yang mungkin akan dilakukan oleh Moreo, pemimpin kapal Penari Badai yang mengantarkan Catelyn ke King’s Landing. Ketika Catelyn akan membagikan koin pada para pendayung, Moreo berusaha mencegahnya, agar koin-koin itu diberikan padanya untuk nanti dibagikan pada mereka. Dengan tegas, Catelyn menolaknya.

“Laki-laki harus membuat pilihannya sendiri. Mereka berhak mendapatkan perak itu. Bagaimana mereka menghabiskannya, itu bukan urusanku.”
(Catelyn, hal. 179)

Pembunuhan Tangan Kanan raja. Peperangan yang tiada henti, untuk apa lagi selain memperebutkan tahta kerajaan? Dan yang paling menyesakkan adalah pengkhianatan, sehingga tak ada orang yang bisa dipercaya. Inilah yang dialami Eddard Stark selama menjadi Tangan Kanan raja. Bahkan Dany pun dikhianati seorang perempuan tua yang telah diselamatkannya.
Tapi, hei, dalam Perang Dunia bukankah hal-hal mengerikan itu juga nyata terjadi?

Saya mengagumi keberanian penulis yang telah menciptakan dunia yang tidak ideal ini secara jujur dan lugas, sekaligus indah dan humoris. Lelucon ironis dan sarkastis itu paling sering muncul jika ada Tyrion.

Bronn: Siapa yang mau membunuh orang sepertimu?
Tyrion: Ayahku, salah satunya. Dia menempatkanku di barisan depan.
Bronn: Aku akan melakukan hal yang sama. Lelaki kecil dengan perisai besar. Kau bakal membuat jengkel para pemanah.
(hal. 765)

Dengan lihai, penulis berhasil menyadarkan saya bahwa:

“Kehidupan bukanlah lagu, anak manis. Suatu hari nanti kau mungkin akan mengetahuinya dengan cara yang tidak menyenangkan.” 

(Petyr Baelish kepada Sansa Stark, hal. 841).

Serial ini menjadi salah satu favorit saya, dan saya memberikan rating:


[1] Menurut KBBI.

[Resensi GLAMO GIRLS] Tiga Meong yang Bertobat


Penulis: Ragil Kuning, dkk.
Editor: Zare
Penerbit: Senja
Cetakan: I, 2015
Tebal: 212 halaman
ISBN: 978-602-255-611-4


“Tuh, kan, baru kerasa kehilangan kalau orang nggak ada.”
(Umi kepada Adam, hal. 130)

Tiga Meong yang tak berhenti mengeong


Glamo Girls, atau lebih beken dengan nama Tiga Meong, adalah geng tiga orang cewek borju—Gina, yang agak bijaksana; Lala, yang galak; dan Monic, si Lelola alias Lemot plus Loading Lama. Karena merasa paling kaya, paling cantik, dan paling keren, mereka menempatkan diri di atas level semua teman di SMA-nya.  Namun, kalau sedang mengejar-ngejar trio Adam, Tomy, dan Bastian, mereka seolah tak punya harga diri, ngelendot ke mana-mana, padahal dicuekin para cowok itu. Lalu, muncullah sebuah ide gila dari kepala Adam. Mereka berkonspirasi untuk mengirim Tiga Meong mewakili kelas mereka melakukan baksos di pulau terpencil selama seminggu!

Tiga Meong syok berat begitu melihat tempat tinggal sementara mereka di Pulau Sabira, pulau paling utara di Kepulauan Seribu. Mereka menumpang di rumah Bu Inah, yang luasnya nggak lebih besar daripada garasi di rumah gedong mereka. Mereka memberi julukan rumah itu sebagai RSSSSP (Rumah Sangat Sederhana Sulit Selonjor Pula). Kamar segede kamar mandi di rumah mereka di Jakarta itu pun harus ditempati untuk bertiga. Belum lagi ada kecoak dan curut yang suka nongol tiba-tiba. Kayaknya mereka bakal minta pulang ke Jakarta sebelum hari itu berakhir, ya nggak? Eh, tapi siapa sangka, mungkin saja mereka bisa berubah.

Sementara itu, di SMA mereka, trio Adam, Tomy, Bastian terlihat lesu, ada yang kurang rasanya karena tak ada Tiga Meong yang mengejar-ngejar mereka. Bu Entin yang jaga kantin pun merasa kehilangan pemasukan, karena biasanya Tiga Meong selalu memborong dagangannya. Pun Pak Ono, si satpam yang biasanya disogok uang rokok oleh Tiga Meong yang sering telat, agar membukakan pintu itu merasa kehilangan sumber penghasilan tambahan. Para orang rumah Tiga Meong pun merasa kehilangan. Ternyata, meskipun nyebelin, semua orang merindukan Tiga Meong!

“Suasana kelas tampak sepi melebihi TPU Jeruk Purut.” (hal. 73)
Utie       : Hoaaam, sepi, ya? Sepertinya ada yang aneh.
Arya      : Lo pasti kangen suara cempreng Glamo Girls, ya? kalau nyanyi sok imut pake gaya Cherrybellekan.
(hal. 76)

Ketika kembali nanti, apakah Tiga Meong masih Glamo Girls yang dulu?

Bertahan menelan segala ke-lebay-an ini


“Gina melangkah pasti dengan rambut yang berkibar-kibar. Para cowok berjejer menatap Gina dengan mulut yang terus menganga. Mereka melambaikan tangan ke arah Gina sambil membawa poster foto Gina yang lagi nyengir lebar.” (hal. 17)

Terbayang, kan, betapa lebay-nya novel ini? Saya langsung terbayang dorama Jepang tentang anak sekolahan yang sering lebay, kadang si cowok sampai mimisan ketika melihat cewek cantik. Nggak hanya cara menulisnya yang lebay, para tokohnya juga lebay. Seperti ketika Lala memberikan sebatang cokelat pada Tomy, oleh-oleh papanya dari Perancis, katanya.

Tomy     : Makasih. Pasti mahal, ya?
Lala       : Iya. Ini mahal banget, Kak. Masak, ya? Kata Papa, harganya seratus ribu loh sebatang gini.”
Tomy     : (melotot)
(hal. 33)

Karena memang ketiga penulis memaksudkan novel ini sebagai novel komedi remaja, maka segala ke-lebay-an itu terampuni. Eits, jangan salah, meski novel komedi, para penulisnya menawarkan pesan moral pada para remaja agar memupuk jiwa sosial bagi orang-orang yang kurang mampu, lho. Penulis juga menunjukkan proses perubahan sikap Glamo Girls, yang tadinya berpenampilan glamor dan berjiwa glamor, hingga menjadi “biar penampilan kami glamor, jiwa kami sosial, kok!” (Lala, hal. 208).

Sebelum mengikuti baksos di Pulau Sabira, Glamo Girls memang glamor, tapi jiwa mereka sebenarnya polos. Inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitarnya, yang memang hanya memanfaatkan uang mereka. Saking polosnya, mereka tetap senang-senang saja dan tidak merasa dimanfaatkan, terutama oleh tokoh-tokoh berikut ini.

1. Pak Ono --> sengaja menutup gerbang pukul setengah tujuh, padahal nggak ada itu di peraturan sekolah, biar Glamo Girls kesannya telat.
“Maksudnya, kalau pager aku tutup, terus mereka kesannya  telat. Abis itu, mereka kasih aku uang rokok, deh.” (Pak Ono, hal. 71)

2. Bu Entin --> senang banget kalau ada Glamo Girls nangkring di kantinnya. Itu berarti pesta traktir-traktiran dan makan besar-besaran!
“Terus selama seminggu dagangan gue siapa yang beli, dong? Walaupun mereka bawel dan nyebelin, tapi cuma mereka yang ngeborong dagangan makanan di warung gue.” (hal. 78)

Nulis satu novel bertiga itu nggak mudah

Novel ini ditulis oleh tiga penulis cewek: Ragil Kuning, Afin Yulia, dan Tia Marty (wah, jangan-jangan sembari menulis, mereka membayangkan bahwa merekalah si Glamo Girls, hihi). Pasti tidak mudah menulis satu novel bertiga, terutama dalam hal menjaga konsistensi segala hal. Untungnya, novel ini ditulis dengan cukup bagus hingga efek “perpindahan tangan dan kepala” si penulis tak terlalu terasa. Mulus-mulus aja, seolah ditulis oleh satu orang. Saya tidak tahu bagaimana sistem pembagian menulis yang mereka lakukan, tapi saya menemukan inkonsistensi gaya obrolan Glamo Girls, yaitu dalam penggunaan kata “lo” dan “lu”. Misalnya, di bab 8, mereka bertiga selalu menggunakan kata “lo”.

·         “Monic, lo nggak bercita-cita nikah muda, kan?” (Lala, hal. 142)
·         “Gina, lo kenapa? La, kok diem, sih?” (Monic, hal. 136)
·         “Lo ngapain, Mon?” (Gina, hal. 144)

Tapi, menginjak bab 9, kata “lo” dalam obrolan mereka berubah secara ajaib menjadi “lu”.
·         “...pasti impian lu tuh jadi kenyataan dalam sekejap, La.” (Gina, hal. 147)
·         “Lu kan tadi sore nggak mandi, Miss Takut Air.” (Monic, hal. 147)
·         “Lu-lu kate ini lagi syuting sinetron, apa?” (Lala, hal. 148)

Nah, anehnya, di halaman 150, Gina menggunakan “lo” lagi. Mungkin saja ini sesuatu yang lazim dalam kehidupan nyata, dan hanya saya yang terlalu memikirkannya (?).

Selain itu, terdapat pula beberapa keanehan berikut ini.
1. “Ibu, kerupuk ikannya abis semua. Nih, total uangnya sepuluh ribu.”
(Wati kepada Bu Inah, hal. 110)
Di halaman sebelumnya tertulis bahwa harga sebungkus kerupuk seribu rupiah, jadi mereka hanya berjualan sepuluh bungkus kerupuk? Menurut saya, dengan perjuangan mereka dalam membuat dan menjajakan kerupuk itu, hanya sepuluh bungkus itu terlalu sedikit. Eh, bungkusannya seberapa, saya juga nggak tahu.

2. “Apakah lo baik-baik saja?”
(arti pandangan mata Gina dan Lala, hal. 134)
Kalimat ini terasa terlalu baku untuk gaya obrolan mereka yang sebelum-sebelumnya selalu amat gaul. Kayaknya lebih cocok begini, “Apa lo baik-baik aja?”

3. “Lala garuk-garuk kepala disaksikan Monic dan Gina yang berpelukan ala Teletubbies.
Monic yang ketinggalan aksi berpelukan itu protes.... ‘Euhh, kalian nggak setia kawan. Kenapa kalian nggak ngajak gue ngajak aku berpelukan?
‘Iiih, ogaah!’ tukas Gina dan Monic sambil minggir ke pojokan.” (hal. 147)
a. Seharusnya Lala yang protes, bukan Monic, karena yang berpelukan adalah Monic dan Gina.
b. Pada kalimat yang saya highlight kuning itu seharusnya bagian “ngajak aku” dihapus.

4. “’Lu apaan, sih?!’ Gina menginjak kaki cowok aneh itu.
Cowok berambut kribo sarang burung itu cengar-cengir ngerasain kakinya diinjak keras-keras oleh Lala.”
(hal. 174)
Hei, yang menginjak Gina, lho, bukan Lala. Hehehe.

Saya juga menemukan beberapa kesalahan penulisan, yang tidak sesuai dengan EYD, tapi tidak terlalu merusak kenikmatan membaca.

Akhirnya, saya memberikan apresiasi pada ketiga penulis yang bisa dengan cukup luwes menuliskan satu novel yang menghibur sekaligus memberikan pelajaran moral ini. Apabila hidup kita sekarang berkecukupan, tak ada salahnya untuk selalu mengingat pelajaran berharga sebagaimana dialami oleh Glamo Girls selama di Pulau Sabira.

bloggerwidgets