8 July 2015

[Resensi KAHVE] Selamat Datang di Dunia Tasseografi

Judul: Kahve
Penulis: Yuu Sasih
Editor: Avifah Vé
Penerbit: de TEENS
Cetakan: I, Mei 2015
Tebal: 240 halaman
ISBN: 978-602-255-894-1
Harga: Rp 40.000,00
Rating saya: 4/5


Tahun 2005

Saras meninggal karena bunuh diri dengan terjun dari lantai empat kampusnya, Universitas Tunas Bangsa. Kencana, adiknya, yang selama ini terbiasa mengikuti jejak kakaknya, berusaha mencari sisa-sisa jejak Saras. Kemudian ia membaca diari kakaknya. Empat bulan sebelum meninggal, Saras menuliskan tentang kedai kopi Black Dreams. Di sana, cangkirnya dibaca oleh seorang tasseografer. Katanya, ia mendapatkan shamrock, yang merupakan pertanda keinginan terbesarnya akan terkabul.
Kencana pergi ke Jakarta untuk mencari Black Dreams. Di sana ia bertemu dengan Farran, si pemilik sekaligus barista kedai itu. Saat itu, Kencana yang awam soal kopi, mendapatkan kahve pertamanya.
“(Kahve) Turkish coffee. Kopi yang dibuat dengan metode khas Turki, spesialisasi kedai ini. Gratis camilan khas Turki juga untuk pelanggan yang baru pertama datang, dan oh, gratis pembacaan juga.” 
(Farran, hal. 19)
Di tahun yang sama, Kencana masuk kuliah Sastra Inggris di universitas yang sama dengan kakaknya. Secara implisit, ia mengemban misi untuk menyelidiki kematian Saras, lantaran orang tuanya ingin mengungkap kebenaran, apakah ia benar-benar bunuh diri atau dibunuh. Saat ospek, Kencana berkenalan dengan Linda pertama kali, si mahasiswa pindahan dari jurusan kedokteran. Butuh dua tahun untuknya memutuskan itu. Alasannya sesederhana karena selama kuliah di kedokteran ia merasa jadi manusia bohongan.

Linda yang supel dan cerewet itu kemudian mengenalkannya dengan Rasy, yang adalah mantan pacar Saras. Berikutnya, lelaki penyuka kopi Gayo itu juga menceritakan bahwa ia mendapat kiriman SMS dari Saras sebelum gadis itu bunuh diri. Mengapa hanya ia yang mendapat pesan selamat tinggal?

Beberapa minggu kemudian, setelah meminjamkan buku The Picture of Dorian Gray pada Kencana, Linda menjauhi gadis itu. Seolah belum cukup dikecewakan oleh hal itu, Farran memberitahunya bahwa sebenarnya ada simbol raven (melambangkan kematian) dalam cangkir terakhir Saras. Sebelumnya Farran gagal melihat simbol raven itu, hanya karena masalah prinsip, katanya.
Kenapa kamu nggak terbiasa membaca bagian kiri cangkir? (Kencana)
Karena aku fortune reader. Pembaca peruntungan. (Farran) 
(hal. 90)
Setelah Kencana menjadi pegawai di Black Dreams, Farran mengajarinya tentang kopi dan tasseografi.

Tahun 2006

Linda menghilang. Anehnya, buku The Picture of Dorian Gray kembali ke tangan Kencana, padahal seingatnya ia sudah mengembalikannya. Bersama Rasy, ia berusaha mencari petunjuk ke mana Linda. Setelah itu, giliran Farran yang menghilang. Sehari sebelumnya, Kencana membaca cangkir Farran. Sebelum menghilang, Farran mengatakan bahwa ia menemukan petunjuk tentang Linda, yang mungkin ada hubungannya dengan Saras.

Tahun 2013

Kencana meneruskan bisnis Black Dreams setelah Farran menghilang. Sekarang Rasy telah menjadi dosen di Universitas Tunas Bangsa. Setiap pagi sebelum kedai buka, Rasy selalu mengunjunginya. Kemudian setiap malam setelah kedai tutup, giliran Linda yang ke kedai. Selama delapan tahun Kencana belum berani keluar dari persembunyiannya, ia tidak melanjutkan pencariannya akan kebenaran di balik kematian Saras.

Lalu seorang mahasiswi bimbingan Rasy di kampus ditemukan meninggal dalam kamar kosnya karena pendarahan akibat aborsi. Peristiwa ini memojokkan Rasy, menjadi orang yang paling dicurigai bertanggung jawab atas kehamilan gadis itu. Kemudian Rasy mengakui sesuatu pada Kencana, berkaitan dengan kematian Saras. Peristiwa yang seperti berkaitan dengan menghilangnya Linda dan kematian Saras itu membuka jalan untuk mengungkap siapa orang yang bertanggung jawab.
***

Kopi dan Tasseografi

Ini bukan kali pertama saya membaca novel bernuansa kopi. Sebelumnya ada Kopiss, yang menurut saya kental aroma kopinya. Lantas, ketika mencari tentang Kahve di Goodreads, saya menemukan satu ulasan yang menobatkannya "lebih terasa kopinya" dibandingkan dengan Filosofi Kopi. Saya sendiri belum pernah baca karya Dee tersebut, jadi saya tidak hendak menghakimi. Namun, penilaian bahwa Kahve sangat kental nuansa kopinya bisa saya terima. Sepanjang mengikuti alur cerita, kopi berbagai varian muncul di sana-sini, bukan sekadar tempelan, melainkan membentuk sebuah nyawa tersendiri. Kopi Gayo kesukaan Rasy. Kopi mandailing kesukaan Kencana. Dan kopi Turki yang disajikan secara kahve dan jadi kebanggan kedai Black Dreams. Tanpa kopi, saya rasa novel ini akan jadi hambar.

Tunggu sebentar.

Sumber di sini.
Sebelum baca buku ini, saya tidak tahu sama sekali tentang tasseografi. Mungkin ada beberapa dari pengunjung blog ini yang juga belum tahu, jadi saya ingin menjelaskannya sedikit. Tasseografi adalah seni meramal menggunakan daun teh, atau cangkir bekas kopi (ini bagian dari budaya Turki). Oleh karena itu, biasanya tasseografi kopi menggunakan kopi khas Turki yang meninggalkan ampas di bagian bawah cangkir. Pembacaan ini melingkupi masa lalu, masa depan yang dekat, dan masa depan yang jauh. Posisi pembacaan simbol dapat dilihat pada ilustrasi di samping. 

Jika cangkir dibagi dua secara membujur (imajinatif) dan menghasilkan belahan kanan dan kiri, dengan pegangan cangkir menjadi titik pusat, maka simbol di bagian kiri kemungkinan besar menandakan sesuatu yang negatif. Sebaliknya, simbol di sebelah kanan menandakan sesuatu yang positif [1]. Oleh karena itu, sesuai prinsipnya sebagai pembaca keberuntungan, Farran enggan membaca simbol di bagian kiri cangkir.

Fenomena Pemerkosaan secara Halus

Tak heran, di bagian awal novel penulis menuliskan ucapan persembahan "untuk perempuan". Pasalnya, penulis ingin mengangkat tentang isu seputar pelecehan perempuan di dalam novelnya. Inilah yang menjadi misteri yang harus diungkap oleh Kencana, karena melibatkan kakaknya dan Linda. Pemerkosaan ini dilakukan oleh orang yang memanfaatkan kedudukan dan status sosialnya untuk memerkosa secara halus. Ketika membaca ini, saya jadi teringat akan kasus pertama (kalau nggak salah) yang ditangani oleh tokoh utama detektif wanita yang bisa melihat hantu di serial drama Korea Who Are You. Di dalam drama tersebut, seorang dokter memanfaatkan kedudukannya untuk memerkosa seorang gadis bisu yang adalah pasiennya.

Fenomena Spiritual Kencana


"Di dunia ini hanya ada dua golongan manusia. Kencana menyebutnya sebagai golongan resah dan golongan ikut arus. Dirinya adalah golongan terakhir. baginya, menjalani hidup adalah perkara cara melewati hari dari awal membuka mata hingga kembali menutupnya. Tak pernah ada tujuan spesifik dalam hidupnya. [...] Berkebalikan dengannya, Saras termasuk dalam golongan resah. Orang-orang yang selalu gelisah tentang segala hal yang terjadi di sekitar mereka." 
(hal. 24)
Penulis memusatkan cerita pada perkembangan spiritual dan mental Kencana pasca-meninggalnya Saras. Sebagai sosok introvert yang terbiasa mengekor kakaknya (ia menyebut dirinya golongan ikut arus), Kencana menjadi takut untuk menerima kenyataan buruk yang terjadi di sekitarnya. Hal ini menyebabkan hilangnya memori tentang kejadian itu, karena ia tak mau mengingatnya. Sifat keras kepalanya mendukung hal ini, seperti yang terjadi pada tahun 2006 setelah Linda menghilang. Kencana tetap ngotot tidak mau membaca cangkir terakhir Linda.
“Kalau kamu ingin cari petunjuk, mungkin di situ ada sesuatu.” 
(Farran, hal. 121)
Dia juga belum menonton film yang diceritakan Linda padanya, Night on the Galactic Railroad, karena takut akan menemukan sesuatu yang tak ia sukai. Kedua hal ini menunjukkan betapa ngototnya Kencana untuk tetap menolak melihat kenyataan, padahal ia penasaran ingin mengetahui apa yang terjadi. Sebenarnya Linda sudah memberi petunjuk-petunjuk pada Kencana untuk menyadarkannya bahwa ia harus berhenti menolak kenyataan.

Kencana juga memiliki perasaan insecure akan eksistensi dirinya di hadapan orang lain, seperti ditunjukkan oleh kutipan berikut.

Dia tidak terlalu suka diperkenalkan sebagai Nana. Rasanya seperti gumaman saat menyanyikan lagu yang lupa liriknya—na na naa na na na naa. 
(hal. 75)
Mungkin dengan dipanggil Nana, ia jadi merasa seperti si lagu yang terlupakan. Selain itu, Kencana juga memiliki kemampuan indera keenam, yang kadang menemuinya lewat mimpi atau ketika sedang melakukan tasseografi. Oleh karena itu, menurut Farran, ia akan menjadi tasseografer yang hebat karena ia bisa memasuki dunia nasib, bukan sekadar membaca simbol dengan mata telanjang.

La Campanella, Night on the Galactic Railroad,

dan The Picture of Dorian Gray


Terkadang, hal-hal kecil lebih berperan besar dalam perkembangan cerita ketimbang hal-hal besar. Contohnya seperti tiga komponen berikut:

  1. lagu La Campanella oleh Liszt, dari Paganini etude No. 3



    Di dalam novel, Kencana pertama kali mendengar lagu ini di rumah Om Linda. Lagu itu adalah lagu favorit Om-nya, karena judulnya seperti nama lengkap Linda, Linda Ningtyas. Dalam bahasa Italia, La Campanella berarti lonceng kecil, sementara "Linda Ningtyas" berarti "perempuan cantik dengan hati yang berdenting seperti lonceng kecil" (hal. 108)
  2. film Night on the Galactic Railroad



    Ini adalah film kartun Jepang yang diadaptasi pada tahun 1985, berdasarkan novel fantasi klasik karya Kenji Miyazawa, yang ditulis sekitar tahun 1927. Film ini memegang peran penting juga dalam cerita, karena Linda sering mengutip kata-kata dari film ini, dan menganalogikan kondisi hubungannya dengan Kencana dengan kereta api, seperti dalam film itu.
    “Tapi perjalanan kereta kita suatu saat akan berhenti, entah di stasiun akhir atau di stasiun sebelumnya. Dan kamu harus menerimanya, cepat atau lambat. Dalam kasus kita, kamu yang harus menentukan di mana kamu akan berhenti.” 
    (Linda, hal. 111)
  3. novel The Picture of Dorian Gray
    (resensi versi terjemahan Indonesia-nya bisa dibaca di sini)

    Novel klasik ini juga merupakan salah satu favorit saya. Ada tiga tokoh utama dalam novel ini, yang masing-masing dianalogikan oleh Linda. Basil Hallward, si pelukis yang hidupnya lurus dan baik hati, dianalogikan dengan Rasy. Lord Henry Wotton, si bangsawan hedon, penganut paham estetika, yang pintar berkata-kata, sehingga bisa memengaruhi atau meracuni orang dengan mudah. Dalam novel karya Oscar Wilde itu, Dorian Gray adalah sosok pemuda yang memiliki fisik sempurna, tapi lugu, sehingga mudah dipengaruhi oleh Henry. Oleh karena Kencana juga teramat lugu, Linda menganalogikannya dengan Dorian Gray. Sementara itu, Linda menganggap dirinya sendiri adalah Henry.

    “Kamu bukan Basil. Kamu lebih mirip Dorian Gray.” 
    (Linda, hal. 103)
Di dalam novel Dorian Gray ada unsur homoseksualitas, yang dialami Basil terhadap Dorian. Di dalam novel Kahve, penulis menganalogikan ini dalam bentuk lesbianisme Linda - Kencana yang diceritakan secara implisit, seperti dalam dialog berikut.

Kencana : Karena kamu mengira dirimu mirip Lord Henry Wotton, bangsawan hedon yang bisa memengaruhi Dorian dengan pola pikir estetisnya. 

Linda: Kamu cantik karena kamu lugu, Sayangku. Intinya kamu terlalu murni untuk kucemari. [...] Rasy itu seperti Basil Hallward. Tapi dia orang baik. Dia akan menjagamu. 

Kencana: Tapi aku suka Lord Henry. 

Linda: Benar-benar mirip Dorian Gray, kan? 

(hal. 106-7) 
Selain melalui dialog tersebut, pesan lesbianisme ini juga tersirat dalam tatapan Kencana pada Linda saat mereka berada di rumah Om Hendra. Selain itu juga dalam pembacaan cangkir Kencana, sebelum gadis itu bertemu dengan Linda. Saat itu, Linda seperti menjauhinya dengan sengaja. Farran menemukan simbol perahu dan malaikat.

“Mm... perahu, itu tanda seseorang akan datang mengunjungimu. Malaikat artinya kabar baik. Terutama kabar baik dalam percintaan.” 
(Farran, hal. 101)
Mungkin yang dimaksud adalah percintaan antara Linda dan Kencana?

Pohon Yew dalam Cangkir Farran

Cangkir Farran yang dibaca Kencana menunjukkan simbol shamrock dan pohon yew raksasa. Karena sampai akhir penulis tidak menyinggung ke mana Farran menghilang, saya jadi menafsirkan sendiri karena penasaran. Petunjuk mungkin bisa diterjemahkan dari pembacaan cangkir Farran. Arti shamrock sudah jelas dalam buku, “keinginan terbesar akan terkabul”. Ketika Kencana bertanya pada Farran, apa keinginannya, lelaki itu menyuruhnya untuk membaca lebih jauh lagi. Muncullah pohon yew. Berarti keinginan Farran ada kaitannya dengan simbol pohon yew itu. Bedanya dengan pohon biasa?

  • Pohon biasa berarti "good luck; prosperity and happiness; if surrounded by dots, fortune will be found in the country" (sumber di sini).
  • Pohon yew berarti kemungkinan yang bersangkutan akan mencapai kedudukan yang menonjol, dan mendapat warisan dari sanak yang lanjut umurnya atau teman (sumber di sini).
Hmm, mungkinkah Farran kembali ke keluarganya yang entah ada di mana? Entahlah. Haha.


Terlepas dari unsur-unsur tersebut, tema yang diangkat novel ini bisa dibilang unik, karena banyak hal baru yang belum saya tahu. Plotnya yang disusun secara bolak-balik dari tahun 2013 ke tahun 2005, kemudian tahun 2006, lalu balik lagi ke tahun 2013, dan seterusnya, membuat saya tidak bosan dan terus penasaran. Terlebih penulis mampu menghadirkan suasana remang-remang (bukan dark) dan menebar teka-teki di mana-mana. Seperti ketika Linda muncul di tahun 2013, padahal di tahun 2006 ia menghilang. Saya jadi bingung dan makin tertarik.

Sangat disayangkan, karena penulis memusatkan cerita pada Kencana, pengungkapan misteri kematian Saras dan menghilangnya Linda menjadi kurang seru. Sampai di 2/3 tebal novel, tokoh Rasy mengakui sesuatu tentang kematian Saras pada Kencana, dan karenanya mengungkap semuanya sekaligus. Teka-teki yang tertinggal hanyalah ke mana Farran dan apa arti pohon yew. Tapi perkembangan mental tokoh Kencana juga menarik diikuti.

Tokoh utamanya, Kencana, Linda, Rasy, dan Farran, terbangun dengan baik. Linda yang cerewet, supel, dan cantik. Rasy yang baik hati dan penakut. Farran yang supel tapi misterius. Awalnya, saya kira akan ada kisah percintaan antara Kencana dan Farran... Eh, ternyata tidak, hiks.
Yang paling terbangun karakternya pastilah Kencana, karena penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas Kencana. Seandainya penulis menggunakan sudut pandang berganti-ganti tiap tokoh, maka tingkat misteriusnya akan kurang nampol.

Gaya bahasa yang digunakan penulis masih agak kaku, terutama di bagian dialog. Juga ada beberapa analogi yang kurang mengena ke maksudnya, seperti ini.
“Hubunganku dengan lagu ini kayak hubungan anjing dengan makanan resep dari dokter hewan.” 
(Kencana, hal. 8)
Saya percaya, di novel penulis yang berikutnya, gaya bahasa penulis pasti akan jadi lebih luwes lagi, karena novel debutnya saja sekeren ini ^^. Kelihatan sekali kalau penulisnya mahasiswa psikologi, hehe.



4 comments:

  1. Wow. Makasih banyak resensinya yang lengkap dan detil banget! Saya sampai terpesona ada attach video-video ini dan mention Night On The Galactic Railroad. Sekali lagi, terima kasih banyak resensinya! X))

    - Yuu Sasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ada Mbak Ayu mampir :D
      Sama-sama, saya nantikan karya selanjutnya ^^

      Delete
  2. sangat menarik, bagus mba.. mantab pokoknya

    ReplyDelete
  3. Saya tunggu juga karya" selanjutnya mba Ayu, saya suka novel nya dan masih penasaran sama farran.

    ReplyDelete

Your comment is so valuable for this blog ^^

bloggerwidgets